"Jihoon, jika kau tetap mempertahankanku di sisimu, nyawa anak ini akan terancam setiap saat. Ceraikan saja aku dan turuti permintaan ibumu."
Jihoon mematung di tempatnya ketika mendengar ucapan Yena barusan. Jujur saja, Jihoon kecewa mendengarnya. Disaat dia sudah berusaha membuka hatinya untuk gadis di depannya ini, kenapa dia malah mendengar perkataan seperti itu yang meluncur bebas dari mulut Yena? Apa Yena akan menyerah secepat ini? Dia tidak mau berjuang bersama dengan Jihoon untuk menentang keputusan ibunya sendiri? Apa Yena membencinya sekarang sehingga dia mengatakan hal seperti itu?
"Kau mau bercerai? Apa kau sangat... membenciku sekarang?" tanya Jihoon sangat pelan, bahkan nyaris tak bersuara.
"Bukan begitu--"
"Kau tidak mau berjuang bersamaku untuk menentang keputusan ibuku? Apa karena kau membenciku sekarang? Padahal aku sudah berusaha menerimamu dan mencoba mencintaimu. Tapi inikah jawaban yang harus kudengar, Yena?" dari tatapan mata Jihoon yang ditujukan untuk Yena, jelas sekali memancarkan sorot mata kekecewaan.
"Aku tidak--"
"Aku pergi. Aku perlu menenangkan diriku sebentar. Kau tidak perlu takut jika ada yang akan melukaimu nantinya. Aku sudah menyuruh beberapa orang untuk menjagamu disini." Jihoon berbalik dan meninggalkan Yena yang berkali-kali memanggil namanya.
***
Jihoon memandangi sungai Han dengan tatapan sendu, memikirkan ucapan Yena di rumah sakit.
"Apa cerai benar-benar keputusan yang terbaik untuk ke depannya?" -Jihoon
"Oppa!" ugh, ketenangan Jihoon benar- benar tidak bisa bertahan lama. Bahkan baru setengah jam dia menikmati waktu sendiri di tepi sungai Han, tapi ada saja yang mengganggunya.
"Kenapa tadi oppa meninggalkanku di taman sendirian, huh? Apa sekarang oppa lebih memilih istri oppa yang murahan itu dibandingkan denganku sekarang?"
"Jangan pernah sebut dia murahan, Mina! Lagipula, aku melakukan hal yang benar untuk belajar mencintainya bukan? Apa kau tidak ingat perkataanmu di cafe tempo hari? Kau menyuruhku untuk memilihnya dan meninggalkanmu. Sekarang aku sudah melakukan apa yang kau suruh. Kau masih menyalahkan tindakanku disini?" Mina terdiam sejenak sebelum kembali membalas perkataan Jihoon.
"Itu berbeda oppa! Untuk kali ini aku ingin bertindak egois! Aku akan menarik perkataanku waktu itu! Kumohon oppa, jangan tinggalkan aku. Lagipula pernikahan kita akan berlangsung sebentar lagi. Yang seharusnya oppa tinggalkan adalah dia! Bukan aku!"
"Kita tidak akan pernah menikah Mina. Dan ada satu hal yang bisa kujanjikan padamu." Jihoon mendekatkan bibirnya pada telinga Mina.
"Aku tidak akan pernah meninggalkannya." setelah itu, Jihoon berdiri meninggalkan Mina yang masih mencerna perkataan Jihoon barusan.
"Ini semua tidak akan kubiarkan! Dasar gadis murahan perusak hubungan orang! Huh, menyebalkan!"
***
Cklek...
Jihoon membuka pintu ruang rawat Yena dan melihat Yena yang sedang memakan buburnya tanpa semangat. Perlahan, Jihoon melangkahkan kakinya menuju kursi yang biasa dia duduki.
"Apa keadaanmu sudah jauh lebih baik?" Yena tersentak dengan kedatangan Jihoon yang tiba-tiba. Ditambah lagi, Jihoon sedang mengusap kepalanya sekarang.
"Jihoon!" Yena meletakan mangkuk berisi bubur pahit itu di meja kecil yang terletak di samping tempat tidurnya, dan segera memeluk Jihoon dengan erat.
"Maafkan aku tentang perkataanku tadi. Aku terlalu bingung untuk mencari solusi. Aku putus asa, dan... hanya itulah solusi yang bisa kupikirkan." Jihoon tersenyum tipis mendengarnya. Dia membalas pelukan Yena dan berkata,
"Aku juga bingung untuk mencari solusi, tapi aku tidak pernah berpikir untuk cerai. Jangan menyerah secepat itu." Yena mengangguk kecil di dalam pelukan Jihoon. Ya, dia tidak boleh menyerah secepat ini.
"Wah wah wah, bahkan belum sehari ibu tinggalkan, kalian sudah berani berpelukan seperti ini ya. Apa sekarang kau mencintai nya, Jihoon? Dan kau gadis sialan, apa semudah itu kau memaafkan perlakuan putraku selama ini?" sontak saja Yena melepaskan pelukan itu dan menatap ibu mertuanya yang sedang berdiri di pintu ruang rawatnya. Tapi tunggu dulu, apakah ibu mertuanya itu tahu tentang perlakuan Jihoon kepadanya selama ini? Darimana dia mengetahuinya? Bukankah aktingnya cukup bagus saat itu?
Melihat reaksi Yena dan Jihoon yang tampak terkejut dengan perkataannya barusan, ibu Jihoon hanya tersenyum miring.
"Jangan kalian kira aku tidak mengetahui tentang kondisi hubungan kalian selama ini. Aku mengetahui semuanya dengan detail. Tadinya aku ingin bersabar, menunggu sembilan bulan agar kau dan Jihoon bisa bercerai, melihat hubungan kalian yang benar-benar tidak harmonis. Tapi sekarang aku sudah tidak bisa bersabar lagi. Melihat kalian yang semakin hari semakin dekat membuatku muak. Akhirnya kuputuskan untuk meggugurkan kandunganmu saja, gadis sialan! Dengan begitu, putraku bisa menikah dengan Mina, orang yang dicintainya!"
"Aku sudah tidak mencintainya!" Jihoon berteriak dengan keras. Bagaimanapun juga, perasaan itu sudah hilang ketika melihat Mina yang ikut berpartisipasi dalam rencana jahat ibunya untuk menggugurkan kandungan Yena.
"Astaga, ada apa denganmu sebenarnya? Dulu kau sangat mencintai Mina! Ibu bisa melihatnya! Tapi sekarang, kau merelakan Mina demi gadis sialan itu?! Oh astaga, apa kau meracuni anakku dengan ramuan cinta?!"
"Itu terserahku! Apa hak ibu untuk melarangku menyukai gadis lain?! Lagipula aku harus bertanggung jawab dengan perbuatanku sendiri bukan? Kutanya sekarang, apa tujuan ibu datang kesini?"
"Tujuan ibu kesini? Ah, ibu hanya ingin memberikan undangan pernikahanmu dan Mina kepada gadis sialan itu." dengan santainya, ibu Jihoon memberikan undangan pernikahan berwarna putih kepada Yena yang hanya bisa terdiam melihatnya.
"Sejak kapan aku akan menikah dengan nya?! Ibu gila ya?!"
"Heish, anak ini! Kau akan menikah dengan dia minggu depan. Siap tidak siap, mau tidak mau, cinta tidak cinta, ibu tidak peduli lagi! Kalau kau tidak datang, ibu yang akan menyeretmu sendiri dan membunuh gadis sialan itu agar kau bisa menikahkan Mina tanpa perlu memikirkan soal pertanggung jawaban atas apa yang kau lakukan terhadapnya. Lagipula, siapa yang menyuruh kau pergi ke club?" tanya ibu Jihoon sambil menatap Yena yang hanya menunduk.
"Kalau kau tidak pergi ke club, ini semua tidak akan terjadi. Aku yakin sekali ini semua hanya trik murahan para keluarga miskin yang tidak bisa makan agar dinikahkan dengan keluarga kaya. Cih, dengan perginya kau ke club itu sudah bisa membuktikan seberapa murahnya dirimu. Dibayar hanya untuk melayani para pria disana. Dasar jalang menjijikan!" cukup! Yena sudah tidak bisa menahan diri lebih lama!
"AKU TIDAK PERNAH MENJUAL DIRIKU KEPADA PARA PRIA DI LUAR SANA! Asal kau tahu saja, wanita gila, aku tidak pernah menjual diriku sendiri hanya demi uang! Setidaknya aku masih bisa makan dari hasil kerja kerasku sendiri! Kalau kau mau menikahkan putramu dengan kekasihnya itu, silahkan saja! Aku tidak akan melarang nya. Cukup ceraikan aku dan jangan pernah bunuh bayi tak bersalah ini! Mudah bukan? Kuingatkan sekali lagi, aku tidak semenjijikan itu, nyonya Park yang terhormat!"
•••
Keep going Na! Maki-maki aja kalo perlu! Enak banget tuh nenek ngomongnya! Huh, pen tak pites-pites!
KAMU SEDANG MEMBACA
Him and Her
FanfictionPernikahan mereka terjadi karena sebuah kesalahan fatal yang membuat adanya nyawa lain dalam perut Yena. Jihoon tentu saja harus bertanggung jawab akan hal itu, bukan? Bagaimana nantinya kehidupan rumah tangga mereka?