Home

431 63 6
                                    

Yena menyeret kopernya dan koper Jihoon ke taksi. Supir taksi itu membantu Yena memasukan kopernya ke bagasi, kemudian mengantarkan Jihoon dan Yena pulang. Ya, mereka telah kembali ke Seoul setelah liburan tak menyenangkan di Maldives. Bagaimana tidak? Yena bahkan terkurung di kamar seharian bersama Jihoon yang tidak mengijinkannya keluar dengan alasan mata-mata ibunya masih berkeliaran. Oh ayolah, itu adalah tempat yang sangat ingin Yena kunjungi! Tak bisakah Jihoon membiarkannya menikmati pemandangan indah walau hanya sebentar? Mengingat itu membuat mood Yena memburuk.

"Tolong antarkan kami ke restoran xxx." Jihoon menunjukan alamat restorannya kepada supir taksi itu. Supir itu hanya mengangguk dan menjalankan taksinya.

"Kau sebaiknya pulang saja."

"Huh? Aku kira kau mengajakku makan."

"Astaga, apa kau mulai berhalu sekarang? Tentu saja aku tidak akan mengajakmu! Aku akan makan malam bersama gadisku, bukan kau! Cih, pede sekali."

"Tapi aku lapar. Biarkan aku ikut denganmu dan aku berjanji untuk duduk jauh darimu. Aku tidak akan menganggu dinner kalian."

"Keberadaanmu di sekitarku cukup membuatku muak. Kau harus pulang dan membereskan baju-baju kita."

"Tapi aku lapar!"

"Kau tinggal memasak ramen kan. Apa susahnya sih? Kalau kau tidak bisa memasak, lebih baik kau tidak usah makan daripada membuat dapur rumahku hancur."

"Tentu saja aku bisa masak! Tapi ramen tidak baik untuk kandunganku!"

"Apa aku pernah sekalipun memperdulikan kesehatanmu?"

"Apa kau--"

"Tuan kita sudah sampai."

"Ah iya. Antarkan perempuan itu ke alamat ini ya." Jihoon memberitahukan letak rumahnya kepada supir tadi, kemudian masuk ke dalam restoran itu. Tentu saja dia tidak lupa membayar taksinya.

Yena menghembuskan nafasnya kasar. Dia bisa apa selain menuruti perintah Jihoon?

***

"Oppa!" seorang gadis melambai pada Jihoon yang baru saja memasuki restoran itu. Jihoon tersenyum senang melihat gadisnya setelah beberapa hari tidak berjumpa.

"Aku merindukanmu." Jihoon kemudian duduk di depan gadisnya.

"Aku juga."

"Apa kau sudah memesan makanan?"

"Belum. Aku menunggu oppa." Jihoon mengacak rambut gadisnya dengan gemas kemudian Jihoon memesan makanan untuk mereka berdua.

"Oppa, apa liburan di Maldives sendirian itu menyenangkan?"

"Tidak. Aku bosan karena kau tidak ada."

"Haha, aku juga bosan disini sendirian tanpamu." mereka berdua terlarut dalam pembicaraan yang hangat sampai-sampai mereka lupa waktu.

"Ternyata sekarang sudah jam sebelas." Jihoon melihat layar handphone-nya yang menunjukan waktu.

"Ah, sayang sekali. Padahal aku ingin mengobrol lebih lama dengan oppa."

"Besok kita akan bertemu lagi, ok? Ayo pulang! Aku akan mengantarmu." Jihoon menggandeng tangan Mina keluar dari restoran itu dan memanggil taksi untuk mengantar mereka pulang.

"Sampai besok, oppa!"

"Ya. Tidurlah yang nyenyak dan mimpikan aku ketika kau tidur nanti."

"Haha, tentu saja oppa." Mina membalas lambaian tangan Jihoon dan segera masuk ke dalam rumahnya.

***

"Aw!"

Baru saja Jihoon melangkahkan kakinya ke dalam rumah, dia sudah mendengar suara rintihan dari dapur. Dia memutuskan untuk memeriksanya terlebih dahulu. Jihoon pun melangkahkan kakinya ke dapur dan mendapati Yena yang sedang membasuh jarinya sendiri. Sepertinya jari Yena terkena pisau.

"Apa jarimu terkena pisau?"

"Kyaa!" hampir saja Yena berteriak meminta tolong. Untunglah dia cepat menyadari siapa yang bersuara tadi.

"Ah, kau sudah pulang ternyata. Mau kubuatkan teh atau coklat panas?"

"Aku tidak pernah mau meminum coklat panas buatan orang lain selain gadisku."

"A-ah, begitu. Apa kau mau mandi? Akan kusiapkan air hangat."

"Tidak." Jihoon segera berlalu pergi meninggalkan Yena yang masih mematung disana.

"Gadisku lagi, gadisku lagi. Apa aku salah jika berharap aku yang menjadi gadisnya sekarang?" -Yena

Yena menggelengkan kepalanya pelan dan melanjutkan kegiatan memasaknya yang sempat tertunda tadi. Dia benar-benar kelaparan sekarang.

Selesai memasak makanannya, Yena berjalan ke arah meja makan dan mulai memakan makanannya. Sementara itu, Jihoon turun dari kamarnya dan keluar dari rumah tanpa menggubris pertanyaan Yena yang menanyakan dirinya ingin pergi kemana. Menyebalkan menurutnya. Semua perempuan yang datang dari hidupnya (kecualikan Mina-ny tersayang) berusaha untuk menguasai hartanya. Jihoon selalu berfikir, dia dan Yena bertemu di club dan mereka membuat kesalahan fatal. Dia yakin sekali kalau ini semua Yena rencanakan demi menguasai hartanya. Karena itulah dia bersikap acuh kepada Yena meskipun terkadang dia mengasihani perempuan yang kini menjadi istrinya itu. Dia berasumsi bahwa semua perempuan (kecualikan Mina-nya lagi) sama-sama licik karena yang ada dipikiran mereka hanyalah harta dan kekayaan.

***

Jam dua subuh, Yena mendengar orang yang menggedor pintu rumahnya. Dengan takut, dia berjalan ke arah pintu dan mengintip melalui lubang kecil yang ada di pintu rumahnya. Yang dia lihat sekarang adalah, Jihoon dengan keadaan kacau dan sedang merancau tidak jelas sedang berusaha membuka pintu rumahnya. Dengan cepat, Yena membukakan pintu itu dan Jihoon langsung ambruk di depannya.

"Astaga, baunya menyengat sekali." tolong jangan lupakan fakta bahwa Yena sedang mengandung anaknya dan Jihoon. Yena dengan cepat menutup hidungnya dan menyeret Jihoon ke kamar tamu yang terletak di lantai paling bawah. Mau bagaimana lagi? Yena tidak sekuat itu untuk bisa menggendong Jihoon ke lantai atas.

Bruk...

Yena menjatuhkan badan Jihoon di kasur dan berniat untuk pergi tidur ke kamarnya. Diluar dugaan Yena, tangannya ditarik dengan kencang oleh tangan milik Jihoon sehingga membuat Yena kehilangan keseimbangannya dan jatuh menimpa Jihoon.

"Kau mau kemana Mina? Disini saja, temani aku tidur. Aku merindukanmu." Yena yang mendengar ucapan Jihoon tadi hanya bisa diam di tempatnya tanpa berusaha mencoba untuk melepaskan tangan Jihoon dari pergelangan tangannya.

"Bahkan orang lain kau anggap sebagai gadismu. Tapi bodohnya aku yang masih berharap suatu saat nanti kau bisa memandangku sebagai Yena, dan bukan Mina. Kurasa harapanku tidak akan pernah terwujud." -Yena

Jihoon memeluk tubuh Yena dengan erat. Yena hanya diam di tempatnya tanpa memberontak. Jujur saja, pelukan Jihoon sangat nyaman baginya sekarang.

"Aku mencintaimu, Mina." ucap Jihoon pelan sebelum kembali tidur.

•••

"Astaga, perasaan Yena gue tersakiti mulu dah disini." -jiunbucinyena

"Bodo amat ya Jiun. Author yang bikin cerita juga. Kamu nunggu akhirnya aja napa sih? Rese deh." -authormasihpolos

"Awas aja klo akhirnya sad end. Gue lempar juga lu thor ke gunung Everst." -jiunbucinyena

Him and HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang