"Jadi, ayah dan ibu sudah berbicara dengan kakak pacarmu itu. Lebih cepat lebih baik. Jadi, kami memutuskan untuk menikahkan kalian dua bulan lagi. Dengan begitu kakak pacarmu bisa bekerja sama langsung dengan perusahaan kita. Bayangkan seberapa besar nanti perusahaan kita jika digabungkan bersama dengan agensinya? Jadi cepatlah kesini! Kalian harus mempersiapkan semuanya mulai dari hari ini."
"Apa ibu sudah gila?! Aku menikah dengan nya disaat Yena sedang mengandung anakku?! Huh, ibu sudah tidak waras!" baiklah, sekarang kesabaran Jihoon sudah berada di ambang batas. Ibunya benar- benar tidak masuk akal dan sudah gila menurutnya. Jihoon tidak mungkin bisa menikah dengan Mina disaat Yena sedang mengandung anaknya.
"Apa kau melupakan ancaman ibu, Jihoon?"
"Aku tidak perduli! Bukankah sudah kusampaikan kepada ibu kemarin, kita lihat saja siapa yang lebih kuat! Atau mungkin ibu takut denganku dan itu hanya sekedar ucapan belaka untuk mengancamku, ibu?" Jihoon tersenyum miring dibalik ponselnya.
"Justru ibu sedang mengasihanimu dan istrimu dengan memberimu pilihan. Hm, jika memang kau menantang ibu, baiklah, ayo kita lihat siapa yang lebih berkuasa. Jangan menyesal jika kau menemukan istrimu di rumah sakit dan ingatlah, kau harus menuruti ibu dan menikah dengan Mina jika ibu menang nanti."
Tut!
Sambungan diputuskan secara sepihak oleh ibu Jihoon. Jihoon sendiri mengacak rambutnya frustasi. Bohong jika dia tidak takut dengan ancaman ibunya sendiri. Dia benar-benar takut jika suatu saat, Yena dinyatakan keguguran oleh dokter.
Jihoon melangkah ke ruang makan dan melihat Yena sedang menikmati sarapan nya. Jihoon segera menghampiri Yena.
"Yena." sendok yang dipegang Yena hampir jatuh begitu mendengar Jihoon yang memanggil namanya dengan lembut. Jika tidak salah, ini pertama kalinya Jihoon memanggil namanya dengan lembut begini. Ah, rasanya Yena ingin berteriak senang sekarang. Dengan cepat Yena menoleh ke belakangnya dan melihat Jihoon yang berdiri disana, mamasang muka khawatirnya.
"Kau kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
"Aku memang sudah berjanji untuk tidak menganggumu beberapa hari ke depan, tapi apa kau keberatan jika kau... jika kau tidur bersama denganku?" Yena mengernyit bingung.
"Mendadak sekali. Apa ada sesuatu yang menganggumu?"
"Percayalah, ini demi kebaikanmu sendiri dan... anak kita." lagi-lagi Yena dikejutkan dengan ucapan Jihoon yang mengakui anak yang sedang dikandungnya saat ini dengan sebutan 'anak kita'. Banyak sekali kejutan untuk Yena hari ini.
"Apa yang menganggumu? Kau bisa cerita padaku."
"Tidak bisa!" muka memohon Jihoon tertampang dengan jelas di depan Yena. Setelah berfikir beberapa saat, akhirnya Yena mengangguk.
"Baiklah, aku akan segera memindahkan barang-barangku ke kamarmu." Jihoon tersenyum dan mengikuti Yena ke kamar nya untuk membantu memindahkan barang-barang Yena ke kamarnya. Setidaknya, dia bisa selalu mengawasi Yena malam hari jika mereka sekamar.
***
"Semuanya sudah siap nyonya."
"Hm, bagus. Pastikan Jihoon tidak ada di sekitar gadis sialan itu."
"Kalau tidak salah, kemarin saya mendapat informasi bahwa anak anda akan pergi untuk perjalanan bisnis lusa. Apa kita akan beraksi lusa, nyonya?"
"Lebih cepat lebih baik. Tidak ada yang boleh menentang keputusanku."
"Baik nyonya. Saya bisa pastikan semua akan berjalan dengan lancar. Lusa, nyonya akan mendapatkan informasi, 'seorang gadis yang dikenal sebagai istri dari putra tunggal keluarga Park diduga terlibat dalam sebuah kecelakaan tabrak lari.'"
KAMU SEDANG MEMBACA
Him and Her
FanfictionPernikahan mereka terjadi karena sebuah kesalahan fatal yang membuat adanya nyawa lain dalam perut Yena. Jihoon tentu saja harus bertanggung jawab akan hal itu, bukan? Bagaimana nantinya kehidupan rumah tangga mereka?