"Kok langsung dua tahun kemudian sih?!"
"Sumpah, kehabisan ide gaboong. Aku idenya mentok sampe chap sebelum ini. Kayaknya bentar lagi bakal tamat. Ehe... Maapkeun😅"
Chapter yang lumayan panjang.
•••
"Dad! Mau main bersama Jaemi?" teriak seorang anak kecil kepada seorang lelaki di dekat nya. Anak kecil itu merentangkan tangan nya, minta untuk digendong oleh ayahnya.
"Tapi daddy masih kerja sayang. Pekerjaan daddy masih banyak. Daddy panggilkan nana mau?"
"Tidak mau! Nana nakal dad!"
"Loh? Nana nakal kenapa?"
"Nana tidak mau bermain bersama Jaemi karena Nana mau bermain dengan Jeno! Humph! Jaemi tidak suka Nana! Nana lebih memilih bermain bersama Jeno daripada bermain bersama Jaemi!" ah, ternyata itu alasannya. Lucu sekali.
"Yasudah, sekarang Jaemi mau bermain dengan siapa?"
"Daddy!" teriak Jaemi girang. Jihoon menghela nafasnya. Bukannya karena dia tidak mau bermain dengan anaknya sendiri, tapi kemarin Jihoon tidak pergi ke kantor karena dia menghabiskan waktu bersama Jaemi seharian penuh. Tentu saja pekerjaannya sudah menumpuk sekarang. Meskipun dia seorang CEO disini, tentu saja dia harus tetap bertanggung jawab untuk perusahaannya bukan? Jangan sampai perusahaannya bangkrut seperti perusahaan ayahnya. Yah, sudah banyak sekali yang berubah selama dua tahun ini. Akan kujelaskan satu-persatu sekarang.
Satu tahun yang lalu, Mina melahirkan Jaemi ke dunia. Tapi lima menit setelahnya, dia tidak bisa diselamatkan. Mina meninggal dunia ketika Jaemi baru saja lahir. Ketika upacara pemakaman Mina berlangsung, Jihoon sama sekali tidak menangis. Jangankan menangis, merasakan kesedihan saja tidak! Tapi setelah Mina meninggal, dia tentu saja menjalankan kewajibannya sebagai ayah yang baik untuk Jaemi. Jihoon mendidik Jaemi dari kecil. Memberikan semuanya untuk anak perempuan kecilnya itu. Terlepas dari rasa benci Jihoon terhadap Mina, Jihoon sangat menyayangi Jaemi. Dia berjanji akan terus menjadi ayah yang baik untuk putrinya.
Ayah ibunya? Haha, kondisi mereka lebih memprihatinkan. Setelah Mina meninggal, kakaknya memutus semua hubungan dengan perusahaan ayah Jihoon. Kakak Mina menuduh bahwa Jihoon dan keluarganya yang telah membuat Mina meninggal dunia. Karena pemutusan hubungan antara perusahaan kakak Mina dan perusahaan ayah Jihoon, semuanya kacau. Kondisi keuangan perusahaan ayah Jihoon mengalami penurunan drastis. Ayah dan ibu Jihoon tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk membangkitkan perusahaan mereka.
Ibu Jihoon meminta cerai karena tidak mau hidup miskin lagi. Sementara ayah Jihoon memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan meloncat ke sungai Han. Ibunya sendiri nyaris gila. Wanita tua itu selalu berteriak di malam hari dan tertawa sendiri. Karena sampai sekarang dia tidak bisa menerima keadaan, ibu Jihoon masuk ke rumah sakit jiwa. Haha, menyedihkan bukan? Tapi anehnya Jihoon senang mendengar itu.
Well, karma is real dude. Semua yang dialami oleh orang tua Jihoon adalah balasan atas semua perbuatan mereka. Tapi meskipun mereka sudah mendapat karmanya, Jihoon dan Yena tetap dipisahkan oleh jarak bukan? Ya, memang mudah sekali untuk Jihoon membeli tiket penerbangan ke Paris sekarang, tapi apakah mungkin dia kembali berjumpa dengan Yena? Bukannya Jihoon tidak berusaha, tapi dia memang tidak bisa menemukan Yena. Setahun lalu ketika Mina meninggal dan Jihoon memutuskan untuk terbang ke Paris, rumah yang dibelinya untuk ditinggali bersama Yena sudah ditinggali oleh keluarga lain. Sejeong? Mereka sudah lost contact sejak lama. Apa yang bisa Jihoon lakukan sekarang?
"Tapi pekerjaan daddy masih banyak sayang. Bagaimana kalau daddy panggilkan Jisung kesini?" Jihoon masih berusaha untuk membujuk Jaemi. Dia juga ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya agar bisa bermain dengan putri kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him and Her
FanfictionPernikahan mereka terjadi karena sebuah kesalahan fatal yang membuat adanya nyawa lain dalam perut Yena. Jihoon tentu saja harus bertanggung jawab akan hal itu, bukan? Bagaimana nantinya kehidupan rumah tangga mereka?