Terror in Paris

378 48 8
                                    

Yena hanya mengedikkan bahunya mendengar pertanyaan Jihoon barusan. Dia memang tidak tahu apa yang terjadi dengan pipinya. Yena melanjutkan kegitan memakan apelnya. Jihoon sendiri masih betah mengamati pipi Yena sambil mengelusnya pelan.

"Kelihatannya, ini bekas tamparan? Kau habis ditampar seseorang?" tanya Jihoon panik. Yena hanya menggeleng. Dia memang tidak tahu. Dia hanya ingat kalau dia sedang pergi ke supermarket untuk membeli apel yang diidamkannya. Dia tidak tahu soal pipinya yang memerah.

"Yena, besok jam empat subuh, kita akan berangkat ke Prancis. Aku sudah membeli tiketnya." Yena hanya mengangguk mendengarnya.

"Kurahap dengan membawamu pergi dari Korea, bisa membuat ibuku menyerah." Jihoon berkata pelan. Dia takut jika saja keputusan yang diambilnya kali ini salah. Bagaimana jika nanti ibunya akan tetap berecana untuk memisahkan Yena dengan nya? Bagaimana jika kali ini, ibunya berhasil membuat Yena keguguran? Jihoon menggeleng dengan keras, menyingkirkan semua kemungkinan buruk yang melintas di kepalanya.

***

Sebentar lagi, Jihoon dan Yena akan segera sampai ke Prancis. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, topi, mantel, masker, dan kacamata untuk menyamar. Kenapa mereka nenyamar? Bisa saja kan jika salah satu anak buah ibunya tak sengaja lewat di dekat mereka dan segera melapor ke ibu nya? Lebih baik mereka menyamar seperti ini daripada harus memikirkan rencana cadangan jika nantinya, ibu Jihoon akan menemukannya.

"Jihoon, aku lapar." Yena memegangi perut nya sambil menunjukan muka melasnya. Jihoon terkekeh pelan melihatnya.

"Tunggu sebentar lagi, ok? Kita akan sampai sekitar setengah jam lagi. Setelah itu, kau boleh makan apapun yang kau mau nanti." Yena mengangguk lemas. Tadi nya dia memang tidak lapar, tapi entah kenapa sekarang Yena merasa perutnya harus diisi. Mungkin bawaan bayinya yang labil?

Tak terasa, tiga puluh menit telah berlalu. Kini, Jihoon dan Yena sudah sampai di negara tujuan mereka, Prancis. Lebih jelas nya, mereka tiba di kota Paris. Yena langusung menyeret Jihoon ke salah satu restoran di dekat situ. Intinya, Yena kelaparan sekarang.

"Aku mau Beef!" ucap Yena dengan antusias. Jihoon tersenyum kecil dan mengangguk. Dia memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. Tentu saja Yena hanya diam karena tidak mengerti dengan kata-kata yang diucapkan Jihoon. Dirinya lebih memilih melihat ke luar restoran, menikmati pemandangan kota Paris yang belum pernah dilihatnya secara langsung.

"Sehabis kita makan, kita harus membeli beberapa persediaan bahan makanan." Yena mengangguk mendengar ucapan Jihoon.

Makan siang itu diisi oleh obrolan hangat antara Jihoon dan Yena. Setidaknya mereka bisa tenang dan menikmati waktu mereka di Paris bersama, sebelum ibunya merengut ketenangan mereka itu.

"Ah iya, besok pagi aku akan menemanimu untuk check-up. Aku sudah membuat janji dengan dokter tadi."

"Baiklah."

Ah iya, untuk sekedar info saja. Kandungan Yena sekarang sudah berjalan lima bulan. Perut yang tadinya rata kini membesar. Bayi Yena berjenis kelamin laki-laki. Kini, dia sudah bisa merasakan pergerakan bayinya. Yena sudah tidak sabar menunggu lahirnya si kecil.

"Apa kau mau membeli perlengkapan bayi sekarang? Mungkin beberapa pasang pakaian." mendengar itu, Yena mengangguk antusias. Hari ini dia benar- benar kelihatan menggemaskan dengan tingkahnya yang sangat imut.

"Aku lihat di toko itu ada baju bayi yang lucu. Mau kesana?" tawar Jihoon.

"Iya! Ayo kita kesana!" Yena menggandeng tangan Jihoon ke toko yang ditunjuk oleh Jihoon. Tanpa mereka sadari, ada orang yang sejak tadi memotret mereka dari jauh.

***

"Oh ya ampun, apa-apaan ini?!" ibu Jihoon menggeram kesal melihat beberapa foto yang dikirimkan oleh mata-matanya.

"Mereka bergandengan tangan?! Cih! Lucu sekali!"

"Ya ampun, putraku mengajaknya makan di restorna mewah?! Apa dia tidak pernah memikirkan tentang harga diri?! Bahkan gadis sialan itu sudah terlihat sangat murahan dan menjijikan di foto ini! Memalukan sekali jika nanti ada yang mengenali Jihoon." lagi-lagi ibu Jihoon berteriak kesal.

"Ada apa ini? Kenapa dari tadi kau sibuk berteriak?" ayah Jihoon mendatangi istri nya yang kelihatan kesal.

"Lihatlah ini! Jalang seperti dia berani sekali menggandeng calon suami Mina! Cih! Aku tak sudi melihatnya!"

"Tenanglah. Sebentar lagi, rencanamu itu akan dilaksanakan bukan? Kau hanya perlu bersabar selama beberapa hari.

"Tetap saja ini membuatku kesal!"

"Bagaimana kalau kita menambah sedikit bumbu di rencana kali ini?"

"Bumbu apa?"

"Ayo kita teror gadis itu!" ibu Jihoon membelak dan detik berikutnya, dia tertawa mengerikan.

"Astaga, lucu sekali. Kenapa aku tak pernah terpikirkan tentang itu? Baiklah, aku akan menyuruh anak buahku meneror gadis sialan itu jika Jihoon sedang tidak bersama nya." kedua pasangan suami-istri itu tertawa dan melanjutkan makan malam mereka dengan tenang.

***

"Bayi anda baik-baik saja. Untuk usia kandungan anda sekarang, kalian boleh melakukannya, asalkan tidak terlalu kasar." muka Jihoon dan Yena memerah seketika begitu mereka menyadari makna dibalik ucapan dokter kandungan itu. Dokter itu tertawa keras melihat reaksi Jihoon dan Yena. Menggemaskan sekali menurutnya.

"Apa kalian tidak pernah melakukannya semenjak istri anda hamil?" Jihoon menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan dokter. Lagi-lagi dokter itu tertawa.

"Kalian bisa melakukannya, asalkan jangan terlalu kasar. Baiklah, ini vitamin ibu hamil yang harus diminum setiap pagi. Kalian boleh pergi." dokter itu berucap ketika tawa nya berhenti. Jihoon dan Yena segera keluar dari ruangan itu dengan wajah merah padam. Oh ayolah, dokter itu benar- benar membuat keduanya tampak canggung sekarang.

"E-em, se-sekarang aku harus pergi untuk mengurus kepentingan perusahaan. A-apakah kau mau kuantar pulang?" tanya Jihoon terbata. Mereka berdua masih malu mengingat ucapan dokter tadi.

"Y-ya, antarkan saja aku pulang." di dalam mobil, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Yena sibuk memikirkan ucapan dokter tadi, sementara Jihoon memikirkan tentang pekerjaannya.

Mungkin kalian bertanya, bukankah perusahaan yang dibangun Jihoon terletak di Korea? Ya, memang benar perusahaan nya terletak di Korea. Yang dimaksud kepentingan perusahaan disini adalah kliennya yang sekarang kebetulan sedang berada di Paris.

***

"Aku akan pulang sekitar jam sebelas nanti. Kau tidurlah lebih dulu. Jangan sampai kau kelelahan."

"Baiklah. Kau juga jangan kelelahan mengurus pekerjaanmu." Yena memutuskan sambungannya dan memutuskan untuk membereskan pakaian nya dan Jihoon yang masih berada di dalam koper.

Ting tong!

Ada yang memencet bel rumah Yena. Yena segera memperbaiki penampilannya dan membuka pintu.

Cklek...

Dia menoleh ke kiri-kanan tapi tidak ada orang. Yena menoleh ke bawah dan betapa terkejutnya dia mendapati seekor kucing mati dan pisau yang berlumuran darah diletakkan begitu saja di depan pintu masuk rumahnya. Yena segera menutup pintu dan tak lupa menguncinya. Dia berlari ke kamar dan menutup seluruh badannya yang bergetar hebat dengan selimut.

"Si-siapa yang m-mengirimkan itu?"

•••

Belakangan ini agak ngga mood nulis. Maap aja kalo ngga nge-feel.

Him and HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang