Let's start

456 57 27
                                    

Ibu Jihoon memasuki rumah Jihoon dengan mudah. Tentu saja, dia pasti tahu password-nya. Ibu Jihoon melangkahkan kakinya ke dalam rumah Jihoon. Senyum simpul terukir di bibirnya. Dia segera merogoh tas-nya san mengeluarkan botol kecil.

"Hm, tampaknya pelayan di rumah ini sedang pergi belanja. Dugaanku tepat sekali." ibu Jihoon melangkahkan kakinya ke lantai dua dan masuk ke kamar anaknya. Dia menemukan Yena yang sedang tertidur pulas disana.

"Cih, berani sekali dia bermalas-malasan di rumah ini sementara anakku sedang bekerja di perusahaannya. Dasar gadis pembawa sial!" ibu Jihoon memakai semacam masker khusus untuk menyaring udara yang dihirupnya. Selesai memasang maskernya, dia menyemprotkan cairan dari botol kecil yang dipegangnya tadi ke seluruh sudut kamar yang sedang ditempati Yena, kemudian menutup pintu nya dan menguncinya dari luar.

"Hm, tiga menit dia mengirup cairan itu akan berefek besar bagi kandungannya dan ada kemungkinan 70% keguguran. Sementara Jihoon akan kembali sepuluh menit lagi. Yah, tugasku sudah selesai sampai disini. Perhitunganku tidak akan mungkin salah." ibu Jihoon tertawa kecil sebelum meraih kunci mobilnya dan meninggalkan Yena yang terkunci di kamar nya.

Drrtt... Drrtt...

Ibu Jihoon segera mengangkat panggilan itu.

"Halo?"

"Nyonya, saya hanya ingin menyampaikan bahwa tuan Park ingin pernikahan antara putra anda dan Kang Mina dipercepat menjadi minggu depan."

"Nanti aku akan menyampaikan keputusan nya padamu. Untuk sekarang, kita harus menunggu sampai gadis sialan itu keguguran."

"Baik, nyonya."

Tut!

"Haha, akhirnya ibu menang."

***

Yena berusaha menggedor pintu kamarnya sekuat tenaga. Salah satu tangannya menutup hidungnya, sementara tangan lainnya mencoba membuka pintu kamarnya. Tapi Yena tetap tidak bisa membuka pintu kamarnya. Bahkan kuncinya saja sudah hilang dari nakas. Yena merasa sesak. Dia terduduk di lantai sambil terus berusaha menggedor pintu kamarnya. Entah apa yang dihirup olehnya, Yena tidak tahu. Tapi itu membuatnya sesak seakan dia bernafas di dalam air.

Cklek...

Entah itu hanya halusinasi Yena atau tidak, Yena bisa mendengar suara pintu rumah nya dibuka. Dengan sisa tenaga yang ada, Yena berteriak dan terus menggedor pintu, berharap ada yang membukakan pintu ini untuknya. Dua menit sudah terlewat, dan perlahan pandangan Yena menjadi buram. Sesaat kemudian, Yena pingsan di kamar nya yang masih dalam keadaan terkunci.

Other side

Bibi Yoon baru saja pulang dari pasar setelah berbelanja bahan makanan untuk sebulan ke depan. Setelah memastikan pintu sudah dalam keadaan tertutup, bibi Yoon segera melangkah ke dapur untuk menyusun bahan makanan yang baru saja dibelinya ke dalam kulkas.

"Tolong... bukakan... pintunya..."

Samar-samar bibi Yoon mendengar suara orang meminta tolong dari lantai atas. Bibi Yoon yang sudah mengenali suara itu langsung berlari ke lantai dua. Benar saja, itu suara Yena. Bibi Yoon merogoh sakunya dan membuka pintu kamar itu menggunakan kunci cadangan yang dipercayakan padanya.

Bruk...

Bibi Yoon melihat Yena yang sudah pingsan di kamar itu dengan kondisi pucat pasi. Dengan perasaan panik luar biasa, bibi Yoom segera menghubungi Jihoon untuk memberitahukan kepadanya tentang Yena yang sekarang sudah pingsan, entah karena apa.

"Tu-tuan, nyonya Yena pingsan di kamar nya." ucap bibi Yoon dengan nada gemetar.

"Apa?! Bagaimana dia bisa pingsan?!"

"S-saya tidak tahu, tuan. Setelah saya kembali dari pasar, saya sudah menemukan nyonya Yena pingsan di kamarnya yang terkunci saat itu."

"Sial! Tunggu disitu, aku akan segera sampai. Dan tutup pintu kamarnya! Mungkin saja itu disebabkan oleh gas berbahaya."

"Baik tuan." bibi Yoon segera menutup pintu kamar itu dan menunggu kedatangan Jihoon.

***

Sekarang Yena sedang ditangani oleh tim medis. Jihoon sudah panik bukan main saat mendapati Yena tak sadarkan diri dalam keadaan pucat pasi. Hanya satu orang yang terlintas di kepala Jihoon saat ini,

"Ibu." desisnya pelan.

"Sial! Ibu benar-benar sudah keterlaluan!" daritadi Jihoon hanya mondar-mandir sambil menyumpah serapahi ibunya. Ini benar-benar di luar dugaannya. Ibunya senekat itu hanya demi menikahkan dia dengan Mina?! Oh ayolah, ini bisa dibilang sebagai percobaan pembunuhan. Apa benar itu ibunya?!

"Apa ada keluarga dari pasien?"

"Saya suaminya dok!" Jihoon segera menghampiri dokter yang menangani Yena barusan.

"Mari ikut saya ke ruangan saya." Jihoon menurut dan mengikuti dokter itu ke ruangannya.

"Ini sungguh di luar dugaan saya. Janinnya dapat bertahan walaupun istri anda sudah banyak menghirup gas berbahaya itu." Jihoon mendesah lega atas perkataan dokter tadi.

"Tapi meskipun janinnya dapat bertahan, itu tetap tidak terhindarkan dari hal buruk yang bisa saja terjadi."

"Hal buruk apa?"

"Sebenarnya cukup berat untuk menyampaikan ini, tapi jikalau nanti bayi itu dapat terlahir ke dunia, sudah dapat dipastikan nantinya dia akan mengalami cacat secara fisik. Saya tidak tahu pasti tentang cacat yang akan dialaminya." ucapan dokter itu sukses membuat Jihoon terdiam di tempatnya. Anaknya... cacat? Dan ini semua karena... ibunya? Bolehkah Jihoon membunuh ibunya detik ini juga?

"Pasien harus dirawat untuk seminggu ke depan. Anda bisa menemuinya di ruang rawat setelah dipindahkan nanti. Tapi sebelum itu, silahkan urus administrasi-nya terlebih dulu." Jihoon hanya mengangguk lemah sebagai jawabannya. Apa nantinya Yena akan menerima berita buruk ini?

Jihoon melangkahkan kakinya pelan ke dalam ruang rawat Yena. Melihat Yena berbaring di sana membuat Jihoon merasa bersalah. Dalam hati dia terus menyalahkan dirinya dan mengutuk ibunya sendiri atas apa yang telah menimpa Yena.

Jihoon mendudukan dirinya di kursi yang ada tepat di samping tempat tidur Yena. Perlahan Jihoon menggenggam tangan Yena dan mengelusnya pelan. Ketenangan itu terhenti saat pintu ruang rawat Yena dibuka dengan keras oleh seorang wanita yang paling malas Jihoon temui untuk sekaramg, ibunya sendiri.

"Wah, putraku ternyata sedang berduaan dengan seorang gadis pembawa sial yang entah kenapa harus menjadi menantuku."

"Wah, ibuku ternyata sudah belajar menjadi pembunuh karena dibutakan oleh harta. Eum, apa kau masih pantas dipanggil ibu setelah berusaha membunuh cucunya sendiri?" ibu Jihoon tampak tersenyum sinis mendengar perkataan Jihoon yang berniat menyindirnya.

"Yah, apapun yang kau katakan ibu tidak peduli. Yang pasti ibu sudah menang disini. Kau akan menikahi Mina minggu depan karena istrimu itu sudah keguguran kan? Cepat ceraikan dia sesuai dengan kesepakatan kita."

"Huh? Keguguran? Sayangnya tidak. Yena tidak akan pernah keguguran, ibu."

"Ah? Cucuku ternyata cukup kuat ya. Tapi mari kita lihat, lebih kuat dia yang masih berbentuk sel, atau ibu yang sudah bisa merencanakan dan memperhitungkan segala hal untuk membuat menantu ibu keguguran. Mungkin membuat menantu ibu kecelakaan juga pilihan yang bagus."

•••

Yang nulis juga udah gigit jari sangking keselnya disini🙂

Double up karna lagi dalam mood yang baik. Vomment juseyo~~

Him and HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang