The Truth

411 42 22
                                    

"Yena, kumohon bertahanlah!" itu adalah kalimat terakhir yang Yena dengar.

Sejeong menggigit jari kukunya dengan panik. Dia sudah menghubungi ambulance, tapi mereka belum juga datang. Ugh, Sejeong benar-benar panik bukan main.

"Aish! Ambulance apa yang datang selama ini?! Aku benar-benar akan memaki pengemudi ambulance itu nanti! Ah, sialan! Bagaimana ini?!!" Sejeong tidak berhenti mengumpat sambil sesekali mengelus kepala Yena yang berada di pangkuannya.

Tak lama kemudian, Sejeong mendengar suara ambulance yang datang. Dengan sedikit kesal, dia berteriak kepada tim medis yang sedang mengangkat Yena ke tandu.

"Aish, kalian benar-benar bodoh dan lamban! Kenapa kalian datang sangat lama, huh?! Bagaimana jika gadis malang ini tidak selamat?!! Ugh, jika itu benar-benar terjadi, aku akan mencekik kalian satu- persatu sampai kalian kehabisan nafas!" Sejeong terus mengoceh dan mengomel panjang lebar kepada orang-orang di sekitarnya. Yang terkena amukan Sejeong hanya bisa diam tanpa mampu membalas. Bagaimana jika ancaman Sejeong tadi benar-benar terjadi? Sangat tidak lucu jika mereka benar-benar dicekik oleh Sejeong.

"Bodoh! Cepat lari! Kalian lambat sekali sih!" tidak ada yang bisa selamat dari omelan Sejeong, camkan itu.

Sejeong berjalan mondar-mandir di depan ruang pemeriksaan. Sedari tadi dia tidak bisa diam. Berkali-kali suster yang kebetulan lewat di depannya mencoba menenangkannya, tapi ketika Sejeong duduk di kursi rumah sakit, kakinya pasti akan kembali melangkah dan berdiri dari kursi. Dia panik sekarang.

"Jika aku tidak berendam kala itu, mungkin dia bisa lebih cepat dilarikan ke rumah sakit. Aish, bodoh!"

Cklek...

Akhirnya ruang pemeriksaan terbuka juga. Sejeong segera menghampiri dokter yang memeriksa Yena dan menanyakan keadaan nya.

"Bagaimana keadaannya dok?"

"Ini diluar dugaan saya, tapi kandungan pasien berhasil bertahan. Bayi yang dikandungnya sekarang sangat kuat. Aku sendiri terkejut dengan kondisinya." Sejeong menghembuskan nafasnya lega.

"Mungkin sekitar dua hari pasien harus menginap disini. Anda bisa menemuinya di ruang rawat, sebelum itu silahkan urus administrasinya terlebih dahulu. Saya permisi."

"Baik, terima kasih dokter." Sejeong segera mengurus biaya rumah sakitnya dan kemudian masuk ke ruang rawat Yena. Yena sudah sadar disana. Dia sedang menatap langit-langit rumah sakit dengan pandangan kosong. Sejeong berjalan ke arah tempat tidur Yena dan duduk di kursi yang telah disediakan disitu.

"Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?"

"Eonnie, bagaimana kondisi bayiku?"

"Dia berhasil bertahan! Keponakanku sangat kuat!" Sejeong tersenyum senang sampai kedua matanya ikut melengkung ke atas.

Drrtt... Drrtt...

Jihoon dongsaeng is calling...

Sejeong menekan tombol hijau untuk menjawab telfonnya. Dia juga ingin memberitahukan keadaan Yena pada Jihoon sekarang. Tapi sebelum Sejeong sempat menempelkan ponsel ke telinga nya, tangan Yena menarik ujung bajunya dan memberi Sejeong kode untuk mengaktifkan loud speaker. Sejeong mengangguk dan menyalakan loud speaker-nya seperti yang diminta Yena.

"Bagaimana keadaan istriku noona?"

Sejeong mendongak dan meminta Yena untuk menjawab sendiri. Tapi Yena menggeleng dan membisikkan sesuatu kepada Sejeong. Mendengar bisikan Yena, Sejeong langsung melotot tidak setuju. Apa katanya? Memberitahu Jihoon bahwa Yena keguguran? Oh ayolah, untuk apa Yena menyembunyikan fakta tentang keadaan bayinya yang baik-baik saja?

"Huh? Kenapa?" Sejeong berbisik pelan. Yena hanya menggeleng sebagai jawaban dan menyuruh Sejeong memberitahu  Jihoon bahwa Yena mengalami keguguran. Dengan perasaan ragu, Sejeong menuruti permintaan Yena yang menurutnya sedikit aneh.

"Dia... keguguran." setelah Sejeong berkata seperti itu, dia tidak mendengar apa-apa lagi. Ponselnya masih tersambung, tapi tidak ada suara disana. Hanya keheningan yang terjadi dan membuat Sejeong berucap lagi.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Noona, kau berbohong kan? Yena yang menyuruhmu berkata seperti itu, kan?"

Sejeong terdiam cukup lama. Dia sendiri bingung harus menjawab apa.

"Maaf Jihoon, tapi yang noona katakan tadi benar. Istrimu keguguran."

"Tidak! Aku tidak percaya! KAU BERBOHONG NOONA! DIMANA YENA?! AKU MAU BERBICARA DENGANNYA!"

"Istrimu belum sadarkan diri."

"Tidak! Itu semua tidak benar!"

Sejeong dan Yena bisa mendengar suara Jihoon bergetar. Dapat dipastikan bahwa Jihoon sedang menahan tangisnya sekarang. Sejeong hampir saja berkata bahwa yang dia katakan itu memang bohong, tapi belum sempat dia membuka mulutnya, tangan Yena lebih dulu membekapnya. Yena menggeleng dan lagi- lagi Sejeong hanya bisa mengangguk. Dia sendiri tidak tahu kenapa Yena menyembunyikan fakta tentang kandungannya dan lebih memilih berbohong.

"Noona, dimana istriku?"

"Dia belum sadar Jihoon. Aku harap kau bisa menerima ini." cukup lama Jihoon terdiam sampai akhirnya Yena dan Sejeong dapat mendengar suaranya lagi. Tapi yang didengar mereka kali ini sungguh sangat menyakitkan.

"Hiks..."

Yang didengar oleh Yena dan Sejeong hanyalah suara isakan dari seberang sana. Yena menggigit bibirnya, berusaha untuk tidak ikut menangis. Dia melakukan ini semua bukan tanpa alasan. Apalagi yang dipikirkan oleh wanita tua gila itu selain menguasai agensi dari kakak Mina? Pasti semua ini sudah direncanakan olehnya agar Jihoon menikah dengan Mina. Dan sekarang, mereka pasti sudah menikah. Yena sangat yakin akan hal itu. Dia tidak mau lagi dirinya berakhir di rumah sakit karena ibu mertuanya sendiri. Tidak lagi. Sekarang Yena akan bertahan sendiri untuk mengurus bayinya, melupakan semua kenangan manis-pahitnya dengan Jihoon. Sudah cukup bayinya menderita di perutnya untuk kesekian kalinya. Kali ini Yena tidak akan membiarkan siapapun menyakiti bayinya. Menjadi single parent tidak buruk juga.

"Noona, katakan pada istriku ketika dia sadar nanti. Aku... sangat mencintainya. Aku benar-benar menyesal karena tidak bisa menjaganya dengan baik. Aku tahu aku bodoh, tapi aku sendiri bahkan tidak bisa melawan ibuku lagi sekarang. Entah sampai kapan aku menetap di Korea, aku tidak tahu. Tapi bilang pada Yena untuk mempercayai janjiku ini, bahwa aku pasti akan kembali kesana. Jagalah dia untukku noona."

Sambungannya terputus. Mendengar kata- kata Jihoon tadi membuat Sejeong kebingungan. Apakah ada masalah diantara mereka? Apa maksudnya tidak bisa melawan ibuku lagi? Apa pernikahan mereka tidak direstui oleh ibu Jihoon? Terlalu banyak pertanyaan yang muncul di kepala Sejeong, sampai-sampai dia tidak menyadari Yena yang sekarang sudah terisak hebat.

"Eonnie, a-aku juga mencintainya! Kenapa wanita tua gila itu tidak setuju dengan hubungan kami?!" perasaan Yena benar- benar kacau sekarang.

"Aku... memegang janjimu, Jihoon. Aku harap kau bisa kembali suatu hari nanti, tanpa membawa Mina ataupun ibumu." -Yena

•••

Ok, aku kehabisan ide sekarang. Bingung end-nya mau kayak gimana😭

Menurut kalian sendiri lebih cocok happy ending atau sad ending? Kalau aku sendiri sih suka happy ending ya, secara kan Yena udah menderita terus dari chapter pertama. Masa iya mau sad ending. Tapi kalo banyak dari kalian yang mau cerita ini sad ending, comment aja. Nanti kalo banyak yang mau sad ending, aku jadiin sad ending. Sekian.

Him and HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang