Distract

448 58 19
                                    

"KELUAR DARI RUANGAN INI SEKARANG!" Jihoon sudah berada di batas kesabaran nya sekarang. Tidakkah cukup membuat anaknya cacat? Sekarang ibunya berniat untuk mencelakai Yena juga? Terkadang Jihoon berpikir, apa sebenarnya isi kepala ibunya itu sampai melakukan hal sekejam ini hanya demi uang? Bahkan keluarga mereka sudah kaya raya. Apa semua harta benda yang mereka miliki tidak cukup untuk memuaskan ibunya?

"Cih, sekarang kau sudah berani ya membentak ibumu sendiri. Kepalamu benar-benar sudah diracuni oleh gadis pembawa sial--"

"SUDAH CUKUP! KELUAR SEKARANG ATAU AKU AKAN MENYERET ANDA KELUAR DARI SINI!" Jihoon tidak peduli lagi dengan reaksi ibunya. Setelah semua yang terjadi hari ini, rasanya terlalu menjijikan untuk memanggil wanita tua di depannya ini dengan sebutan 'ibu'.

"Huh, kau sudah benar-benar terpengaruhi oleh gadis sialan itu. Tapi tenang saja, ketika gadis pembawa sial itu pergi dari keluarga kita, dapat dipastikan kau akan kembali menjadi Jihoon yang dulu. Mungkin calon menantuku akan membantumu beru--"

Sret...

Brak!

Kesabaran Jihoon sudah habis. Dia mendorong ibunya keluar dari ruang rawat Yena dan menutup pintunya dengan kasar. Disaat dia baru saja mendapat berita buruk tentang kondisi anaknya yang ada di perut Yena, dia malah harus mendengarkan ocehan wnaita gila itu. Telinga Jihoon bisa pecah mendengar ocehan tak bermutu itu.

"Jihoon." mendengar suara Yena yang memanggilnya membuat Jihoon langsung menolehkan kepalanya ke arah Yena. Yena sudah sadar. Mungkin sejak pertengkaran Jihoon dengan ibunya tadi?

"Yena! Jangan banyak bergerak!" Jihoon menghampiri Yena yang berusaha untuk duduk.

"Bagaimana dengan kondisi bayiku?" sorot mata kekhawatiran terlihat jelas di mata Yena dan membuat Jihoon merasa bersalah lagi.

"Dia baik-baik saja. Dia berhasil bertahan di dalam sana. Tapi..."

"Tapi?"

"Tapi karena kau menghirup banyak gas beracun, dapat dipastikan jika nanti dia bisa terlahir, dia akan mengalami cacat." Yena mematung mendengar penjelasan Jihoon. Apa ini semua benar- benar terjadi? Yena ingin berteriak kenapa semua yang dia alami terasa begitu menyakitkan? Disaat hubungannya dan Jihoon kian membaik, disaat itu juga dia harus menerima fakta ini. Fakta bahwa bayinya akan terlahir cacat. Yena juga manusia. Sekuat apapun dia mencoba memendam semua rasa sakit itu, ada titik dimana dia tidak sanggup menerima semua fakta mneyedihkan dalam hidupnya. Ada kalanya dia butuh seseorang untuk menyemangatinya dan memberikan nya dukungan. Yena tidak sekuat itu untuk bisa menanggung semuanya sendirian.

Detik berikutnya, tangis Yena pecah. Yena menolak menerima fakta menyakitkan itu! Bahkan bayi yang sedang berada di dalam kandungannya tidak pernah diharapkan keberadaannya. Kenapa sekarang bayi itu harus menderita lagi? Kenapa semua ini begitu tidak adil? Kenapa seakan dunia ini begitu tidak menginginkan bayinya? Bahkan ketika bayinya masih berusia dua bulan, dia sudah hampir terbunuh karena gas beracun yang dihirup oleh Yena.

"Jangan menangis. Kumohon maafkan aku. Jika saja aku tidak meninggalkanmu sendirian di rumah, tidak akan terjadi hal seperti ini. Jangan menangis, kumohon." Jihoon segera merengkuh Yena yang sedang menangis sesenggukan.

"Kenapa semua orang membenci bayiku?!" lagi-lagi Yena berteriak kencang sambil menangis di pelukan Jihoon. Jihoon sendiri masih berusaha menenangkan Yena dengan mengelus punggungnya.

"Jangan menangis lagi. Kita jalani bersama, ok?" Jihoon masih memeluk Yena dengan erat ketika tangisan Yena cukup mereda.

"Jihoon, apa kau juga membenci bayi ini?" tanya Yena lirih. Jihoon tentu saja terkejut dengan pertanyaan Yena, tapi dia tetap menjawabnya.

"Dulu aku membencinya aku bahkan membencimu. Aku berpikir bahwa kau telah menjebakku dan merengut kebebasanku. Karena itulah aku sangat membencimu."

"Lalu, kenapa mendadak berubah?"

"Entahlah. Aku juga tidak mengerti dengan perasaanku sendiri. Tapi ketika kau masuk rumah sakit untuk pertama kalinya, disitu aku merasa bersalah melihat kondisimu. Tadinya, aku selalu memendam perasaanku sendiri, perasaan dimana aku ingin menjagamu agar kau tidak terluka. Tapi lama-kelamaan perasaanku ini tidak dapat kusembunyikan lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk mencoba menerimamu." Yena tersenyum mendengar nya. Tapi ketenangan mereka tak berlangsung lama ketika pintu ruang rawat Yena dibuka paksa.

"Jihoon, aku ingin bertanya satu hal lagi. Bolehkah?"

"Tanyakan saja."

"Apa yang melakukan ini semua adalah ibumu?" Jihoon terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Yena.

"Ya, ibuku yang melakukan semua ini." ujar Jihoon dan mengeratkankan pelukannya.

"Kenapa ibumu sangat membenciku? Apa alasannya?" sebelum Jihoon sempat menjawab pertanyaan Yena, pintu ruang rawat Yena yang dibuka paksa lebih dulu mengusik ketenangan mereka.

Brak!

"Oppa?!"

***

"Apa rencana selanjutnya?"

"Rencana pengalihan, nyonya. Anda bisa membayar seseorang untuk mengalihkan perhatian putra anda. Dengan begitu, saya bisa mencelakai gadis itu ketika keadaan ruangannya sepi."

"Hm, bagus juga. Apa kau siap hari ini?"

"Apa itu tidak terlalu cepat nyonya? Gadis itu masih sakit sekarang."

"Apa kau mau mnegikuti jejak putraku yang menyukai seorang gadis pembawa sial, huh? Bagaimanapun juga, aku ingin hari ini juga rencanamu itu dijalankan. Soal pengalihannya, biar aku saja yang urus. Kalau rencana kali ini tidak berhasil lagi, aku sudah menyiapkan rencana lainnya. Jadi lakukan saja tugasmu."

"Baik nyonya. Saya akan segera menjalankan rencananya."

Tut!

"Pengalihan ya? Mungkin calon menantuku bisa melakukannya untukku."

***

"Mina?!"

"Apa yang oppa lakukan bersama perempuan itu?!" Mina melepas paksa pelukan Jihoon dan menarik Jihoon ke arah taman, menjauh dari Yena.

"Lepaskan!"

"Tidak! Kita akan menikah oppa! Bagaimana mungkin kau memeluk perempuan lain disaat kita akan menikah sebentar lagi?!"

"Aish, lepaskan!"Jihoon melepas paksa genggaman tangan Mina. Gadis ini muncul disaat yang tidak tepat. Dia tidak mungkin meninggalkan Yena sendirian untuk kedua kalinya. Ibunya tidak akan diam saja sampai tujuannya berhasil. Jihoon berbalik dan meninggalkan Mina sendirian di taman. Keselamatan Yena dan bayinya benar-benar terancam sekarang. Ibunya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. Bisa saja kedatangan Mina barusan juga merupakan bagian dari rencana busuk ibunya.

Ketika Jihoon berada di depan ruang rawat Yena, dia melihat seorang pria berpakaian serba putih yang memegang jarum suntik.

"Tenanglah nona, saya hanya akan memberimu vit--"

Bugh!

"Cih, bahkan belum sampai semenit sejak aku meninggalkan ruang rawat ini, suruhan ibuku sudah memegang jarum suntik disini. Keluar sebelum aku yang akan menyuntikan jarum itu padamu!" pria itu terkekeh pelan dan keluar dari ruang rawat Yena. Jihoon sempat berpikir semua suruhan ibunya itu sudah gila karena sering tertawa sendiri. Dia segera menghampiri Yena yang terlihat takut.

"Kau tidak apa-apa?"

"Jihoon, jika kau tetap mempertahankanku di sisimu, nyawa anak ini akan terancam setiap saat. Ceraikan saja aku dan turuti permintaan ibumu."

•••

Ji, jangan ceraiin Yena yah. Scene manis kelian baru sedikit di cerita ini. Belum saatnya cerai.

Him and HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang