Hypnotist

379 49 4
                                    

Yena terbangun dengan kondisi tangan dan kaki yang diikat di kursi, dan merasakan kepalanya berdenyut. Dia mengabaikan rasa pusing nya dan menoleh ke sekelilingnya. Yang jelas dia sudah tidak berada di villa lagi, tapi siapa yang membawanya?

"Halo? Apa ada orang disini?" Yena sedikit menaikkan nada suaranya. Sekelilingnya gelap, dan dia tidak bisa melihat apapun. Dia bisa apa lagi selain berteriak?

Cklek...

"Siapa disana?" Yena menoleh ke belakang nya dan melihat sebuah pintu yang baru saja dibuka. Tapi Yena tidak dapat melihat siapa yang membukany barusan.

"Siapa kau? Kenapa kau mengikatku disini? Aku ada dimana sekarang?"

"Wow wow, sabarlah. Tenang, aku tidak akan menyakitimu." ujar orang itu, tetapi dia tetap bersembunyi di kegelapan, tidak mau menampakkan dirinya.

"Suara laki-laki? Sepertinya aku pernah mendengarnya, tapi dimana?" -Yena

"Apa kau tahu siapa aku?"

"Eum, tidak? Tapi sepertinya, aku pernah mendengar suaramu."

"Ck, tega sekali kau melupakan suara ayah mertuamu sendiri." detik itu juga, Yena membulatkan matanya. Ayah mertuanya?!

"A-ayah?"

"Tunggu disitu, aku akan kembali. Ibu mertuamu pasti senang melihatmu terikat seperti ini." ayah mertua Yena keluar dari ruangan gelap itu untuk memanggil ibu Jihoon.

"Yena?! Kau mengikatnya?! Bodoh!"

Samar-samar, Yena mendengar teriakan ibu Jihoon yang memekakan telinga. Dia tidak tahu pasti apa tujuan mereka mengikatnya sekarang, tapi yang pasti, Yena takut. Bagaimana jika ibu Jihoon mencoba membunuh bayinya lagi? Dan bagaimana kalau bayinya tidak selamat kali ini? Uh, Yena tidak mau membayangkannya!

"Astaga, kau benar-benar bodoh! Aku sudah merencanakan semuanya dengan sempurna, kenapa kau malah mengikatnya disini?! Bagaimana jika nanti Jihoon curiga dan menempatkan bodyguard di sekeliling gadis sialan itu?!" ibu Jihoon masuk ke ruangan gelap itu dan melihat ke arah Yena dengan tatapan... yang tidak bisa dijelaskan.

"Maaf, aku kira kau mau membunuh bayi nya lebih dulu, baru kau memisahkan mereka."

"Aish, bagaimana jika gadis jelek ini mengadu kepada Jihoon?! Astaga, rencanaku hancur." ibu Jihoon memijat pelipisnya pelan. Rencananya hancur sekarang.

"Maafkan aku, aku tidak tahu dengan rencanamu itu." ujar ayah Jihoon sambil mengusap tengkuknya.

"Jadi sekarang bagaimana?" tanya ibu Jihoon.

"Hm... Oh iya! Kita panggil hypnotist saja! Suruh dia untuk memanipulasi ingatan gadis ini."

"Kau punya kenalan seorang hypnotist?"

"Tidak. Tapi aku kenal dengan orang yang berhubungan dengan para ahli hipnotis seperti itu."

"Cepat hubungi dia!"

"Baiklah." ayah Jihoon keluar dari ruangan itu untuk menghubungi temannya. Pasangan suami-istri yang satu ini mungkin memang gila.

"Hei, gadis sial, jangan menundukkan wajahmu seperti itu! Apa kau tidak merindukan ibu mertuamu?"

"A-apa yang mau k-kau lakukan?" tanya Yena dengan suara gemetar. Jujur saja, dia masih trauma dengan kejadian tempo hari, dimana dia hampir saja keguguran karena gas beracun yang ternyata adalah ulah ibu mertuanya sendiri.

"Tenanglah menantuku, aku hanya sekedar ingin memberi pelajaran untukmu karena telah berani membuat putraku menentangku." tangan ibu Jihoon terangkat dan detik berikutnya, tangan itu mendarat sempurna di pipi kanan Yena.

Plak!

Yena hanya bisa menunduk. Dia sudah tahu ini akan terjadi. Tangan dan kakinya di ikat, dia sudah tak bisa melawan lagi.

"Sepertinya tamparanku tadi belum sebanding dengan perbuatanmu yang merusak image keluargaku. Ayo kita coba lagi." ibu Jihoon membentuk smrik di wajahnya melihat Yena yang ketakutan. Tangannya lagi-lagi terangkat untuk menampar menantunya sendiri.

PLAK!

Yena memejamkan matanya. Rasa sakit menjalar di kedua pipinya. Ibu mertuanya ini sama sekali tidak peduli dengan kondisi nya sekarang. Kenapa dia terus menyalahkan Yena? Tak cukupkah membuat bayinya terluka? Mengingat tentang kondisi bayinya di dalam sana, liquid bening mengalir dari mata Yena melewati pipi mulusnya yang berwarna kemerahan akibat tamparan keras yang dilayangkan oleh ibu mertuanya sendiri.

"Kau menangis? Cengeng sekali! Kau yang bersalah, kenapa kau pula yang menangis? Cih! Dasar jalang murahan!" teriak ibu Jihoon tepat di depan Yena. Yena hanya bisa menunduk tanpa berani membalas tatapan ibu Jihoon.

Cklek...

"Dia sudah datang."

"Ah, baguslah. Setidaknya dia akan lupa tentang tamparan yang baru saja terjadi."

"Silahkan masuk." ujar ayah Jihoon kepada orang yang tengah berdiri di depan ruangan gelap itu.

Orang itu masuk ke ruangan itu dan mendekat ke arah Yena. Dia mencengkram rahang Yena, memaksa Yena melakukan kontak mata dengan hypnotist yang dipangil oleh ayah mertuanya.

***

Jihoon panik luar biasa ketika mendapati kondisi villa-nya yang kosong dengan pintu masuk terbuka. Ditambah lagi, Yena menghilang dari tempat tidurnya. Sekarang sudah sembilan pagi. Yena sudah menghilang selama empat jam, mengingat mereka baru saja tiba di villa jam lima subuh.

"Aish, kau kemana Yena?!" Jihoon berteriak frustasi sambil terus mengamati jalanan kota yang cukup padat. Dia tidak tahu harus mencari Yena kemana sekarang. Ke rumah orang tuanya? Oh ayolah, dia sedang menjalankan misi untuk kabur dari Korea bersama Yena. Jika nanti dia pergi ke rumah orang tuanya untuk mencari Yena, bisa-bisa rencananya hancur total.

Drrtt... Drrtt...

Ponsel Jihoon berbunyi, menandakan adanya telfon masuk. Jihoon melihat sekilas siapa menghubunginya disaat genting seperti ini. Detik berikutnya, Jihoon segera menepikan mobilnya dan mengangkat telfon dari Yena. Ya, Yena yang menghubunginya.

"Ha--"

"Kau kemana saja?! Aku sudah khawatir setengah mati melihat pintu villa yang terbuka dan kamar yang kosong!" Jihoon lebih dulu berteriak sebelum Yena menyelesaikan ucapannya.

"Aku baru saja dari supermarket untuk membeli beberapa buah. Anak kita yang menginginkannya."

Jihoon menghela nafasnya kasar. Sedikit kesal, tapi lebih ke lega mendapati Yena yang baik-baik saja. Padahal dia tidak tahu- menahu tentang Yena yang dihipnotis agar bisa melupakan kejadian yang baru saja menimpanya.

Jihoon segera memutar balik mobilnya dan kembali ke villa. Sesampainya di villa, dia memarkirkan mobilnya dan masuk ke dalam. Yena ada disitu, duduk di sofa dengan tenang sambil menikmati buah apel yang sudah dikupas. Jihoon tersenyum lega melihatnya.

"Kenapa kau tidak menghubungiku, hm? Aku kan bisa membelikanmu buah." Jihoon mendudukan dirinya di sofa dan mengelus pelan rambut Yena. Tapi kelihatannya ada yang aneh.

"Yena, ada apa dengan pipimu?"

•••

Lupa nge-publish.

Him and HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang