Atelophobia | 1.2

95K 5K 60
                                    

⚠️Warning : mature content⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️Warning : mature content⚠️

Happy reading!

Turnament itu sudah selesai.

Tapi Aurora tidak bisa mengendalikan detak jantungnya yang masih berdendang cepat sejak ia memasuki area turnament ini. Baju kebanggaan Crushaders miliknyapun sudah di ganti dengan sebuah crop top ketat berwarna putih dan juga sebuah ripped jeans.

Tapi sekali lagi, Aurora belum bisa mengendalikan detak jantungnya yang menggila hingga sekarang.

Ini pertama kalinya ia melihat langsung pertandingan basket yang dimainkan dengan cara kasar dan itu semua terlihat dilakukan secara terang-terangan. Dihadapan semua orang, pemain lain, juri, dan juga ratusan penonton yang menyaksikan. Bahkan Morgan menderita cedera karena ulah tim mantan kekasihnya itu. Oleh karena itu Zara dengan panik sekaligus heboh langsung berlari ke arah Morgan.

"Ara, kau—"

Aurora tidak bisa mendengar dengan baik apa yang di katakan Arianna karena seluruh pusat dirinya kini terpaku pada seorang pria yang berjalan ke arahnya. Menggunakan jersey merah miliknya yang sudah benar-benar basah karena keringat. Samuel Alexander.

Kesadarannya bahkan belum sepenuhnya terkumpul ketika tangannya langsung di tarik begitu saja oleh Samuel secara tiba-tiba. Mantan kekasihnya. Pria pertama yang ia biarkan menyentuh tubuhnya dan dengan brengsek Samuel justru meninggalkannya sendiri malam itu. Entah karena apa. Tanpa memberikannya penjelasan apapun.

Dan hal itu berhasil membuat Aurora mengenal yang namanya penyesalan seumur hidup. Menyesal mengenal seorang Samuel Alexander, menyesal karena termakan omongan manisnya, dan juga menyesal karena mencintai pria itu.

"Don't touch me!" pekik Aurora berusaha melepaskan cekalan Samuel di tangannya. Pria itu masih sama. Begitu tampan dan brengsek di saat yang bersamaan.

"Apa maumu, sialan!?" sentak Aurora menatap Samuel tajam.

"Wow. Aku tidak percaya Ara-ku bisa berkata kasar seperti itu." decak Samuel menatap Aurora sambil tersenyum miring. Apa yang ia katakan barusan benar, cukup terkejut ketika Aurora berkata kasar. Sebelumnya perempuan itu bahkan selalu menatapnya sinis ketika mengumpat.

"Dimana Ara-ku yang dulu bahkan anti mendengar orang lain mengumpat?"

Aurora berdecih pelan kemudian mengalihkan pandangannya dari Samuel yang kini memblokir akses kaburnya. Mengurung Aurora dengan tubuh tegapnya itu.

"Kau masih sama, Aurora. Masih begitu cantik. Benar-benar cantik." ujar Samuel dengan nada terpukau sambil mengusap pipi Aurora dengan ibu jarinya, begitu lembut seakan Aurora adalah porselen yang mudah hancur. Tapi bagi Aurora, ia sudah hancur karena perbuatan Samuel sendiri.

"Ara?"

"Jangan menyebutku dengan nama itu, Sam. Kita hanya dua orang asing yang kebetulan bertemu disini." desis Aurora menatap tajam Samuel. Panggilannya pada pria itupun sudah berubah, tidak lagi El seperti masa mereka berpacaran dulu.

"Kau masih membenciku?" tanya Samuel pelan.

"Ara,"

Tangan besar pria itu meraih dagu Aurora kemudian memaksa perempuan itu agar menatap matanya. Ada luka yang sama dimata mereka, Samuel menatap Aurora intens dengan berton-ton rindu yang tidak bisa ia sampaikan pada perempuan itu.

Tapi sayang sekali, Aurora tidak lagi peduli. Sedikitpun tidak.

"Pertanyaan bodoh memang selalu berasal dari orang bodoh." ucap Aurora tajam berhasil membuat Samuel membulatkan matanya kaget kemudian dengan cepat kembali menormalkan ekspresi wajahnya. Ara-nya sangat kasar sekarang.

"Apa kau benar-benar melupakanku?"

"Tentu saja. Kau—"

"Melupakan malam dimana aku merenggut keperawananmu saat itu?"

Plak!

Wajah Samuel langsung terlempar ke arah samping karena tangan bebas Aurora yang menampar wajahnya keras. Mulut kurang ajar Samuel adalah hal yang ia benci sejak dulu hingga sekarang.

"Malam itu sudah aku lupakan. Hanya malam biasa yang tidak memiliki arti sedikitpun untukku." ucap Aurora menekan setiap kalimatnya tajam. Benar-benar sudah membenci Samuel sekarang.

Samuel menatapnya dengan mata yang mulai memancarkan emosi, meraih wajah Aurora kemudian menekannya kasar dengan ciuman paksa.

"Eemhh.." desis Aurora berusaha mendorong dada bidang Samuel menjauh dari tubuhnya.

Dengan cepat Samuel mengunci pergerakan kedua tangan Aurora di atas kepala perempuan itu, menyerang perempuan cantik di hadapannya dengan ciuman panas dan kecupan di leher jenjangnya.

"Samhh.. stophh." lenguh Aurora menggelengkan kepalanya menolak ciuman Samuel yang tidak berarti apa-apa lagi untuknya.

Beberapa kali memberontak dari Samuel, membuat Aurora diam dan menyerah. Membiarkan pria itu menciumnya buas tanpa mau membalas sedikitpun. Mati-matian menahan desahannya karena serangan Samuel di titik sensitifnya.

Tes.

Samuel menjauhkan wajahnya dari Aurora. Menatap wajah basah dan berantakan wanita itu dengan raut wajah bersalah yang sangat ketara.

"Jangan menangis, Ara. Maaf." ujar Samuel menghapus jejak air mata Aurora lembut dengan ibu jarinya. Merapihkan helaian rambut Aurora yang berantakan kemudian menyatukan keningnya dengan kening Aurora dalam diam.

Tubuh Aurora masih gemetar hebat meski Samuel sudah mengusap lengannya dengan maksud menenangkan Aurora.

"Ara, maaf, sayang. Aku masih sangat—"

"Brengsek!"

Bruk!

- - -

seharusnya update Atelophobia kemarin, tapi aku tugas aku benar-benar numpuk dan deadlinenya pada mepet. jadilah baru update hari ini😅

see you!💗

Atelophobia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang