⚠️Warning : mature content⚠️
Happy reading!
"Shit! Kenapa baru membuka pintu!?" bentak Morgan langsung pada Adrian yang baru membuka pintu apartmentnya.
Sudah hampir satu jam Morgan berdiri seperti orang bodoh di depan apartment Adrian dan memencet bel berulang kali, tapi temannya ini baru membuka pintu apartmentnya sekarang. Dengan wajah khas baru bangun pula!
Pasti tadi malam Christopher, Orion, dan Adrian benar-benar menghabiskan waktu hingga pagi di club. Untung saja ia kembali lebih awal karena telepon dari Zara yang katanya tidak bisa tidur dan merengek untuk di temani.
"Apa yang terjadi?" tanya Adrian menatap Morgan yang membangunkan Christopher dengan tidak sabaran dan wajah panik yang tidak bisa di tutup-tutupi.
"Bangun sialan!" teriak Morgan menampar wajah Christopher kesal, membuat pria itu langsung menatapnya tak bersahabat.
"Jerk. Apa yang—"
"Mommy Aurora meninggal! Dia membutuhkanmu sekarang!"
"What!?" teriak Orion dengan nyawa yang tiba-tiba langsung terkumpul.
Sedangkan Christopher bergerak cepat meraih kunci mobil miliknya, berlari meninggalkan apartment Adrian tanpa aba-aba.
Morgan benar, Aurora membutuhkan dirinya sekarang.
- - -
"Ara, jangan seperti ini." ujar Zara menangis sambil memeluk Aurora erat. Temannya itu terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Hanya diam menatap banyak orang mengangkat tubuh Mommynya yang sudah berada di dalam peti ke sebuah mobil menuju ke pemakaman.
"Ara, tidak masalah jika kau ingin menangis." ucap Arianna mengusap lengan Aurora lembut, Aurora hanya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan.
"Itu tidak akan membuat Mommyku hidup."
Melangkah dalam diam masuk ke dalam mobil, membiarkan supirnya menjalankan mobil menuju ke tempat peristirahatan terakhir Mommynya.
Aurora masih diam ketika tubuh Mommynya di masukkan ke dalam tanah. Masih juga diam ketika Jack memeluknya erat seolah merasa kehilangan. Padahal Jack tidak pernah menggap Jennifer ada sebelumnya lalu kenapa harus merasa kehilangan?
"Jangan seperti ini, sayang." bisik Jack dengan suara serak.
Aurora bahkan sudah lelah menangis selama bertahun-tahun setiap kali kembali pulang usai menjenguk Mommynya ke rumah sakit. Menangis di dalam bilik kamar mandi ketika melihat bagaimana Jack terlihat bahagia dengan Jenniya sedangkan Mommynya berjuang hidup sendirian di rumah sakit.
"Sayang, ayo pulang." ajak Jack meraih tangan Aurora yang terasa dingin.
Aurora menatap Jack dengan pandangan yang sulit di artikan, melirik ke arah Jenniya sedetik kemudian kembali menatap Daddynya. "Aku harus pulang kemana, Dad? rumahku sudah hancur."
"Ara sayang, listen, setelah ini Daddy akan mengurangi pekerjaan Daddy untukmu. Berada di rumah—"
"Don't need to do that, Dad. Ara sudah lama kehilangan sosok Daddy dan Mommy."
"Kehadiran wanita itu, atau waktu yang Daddy berikan tidak akan mengubah apapun." lanjut Aurora melirik Jenniya sinis dengan senyum miring di wajahnya.
Aurora tidak dapat melihat apakah mata wanita itu sembab karena menangis karena kematian kakak kandungnya sendiri atau justru ada guratan bahagia di kedua matanya. Jenniya dengan pintar menggunakan kacamata hitam yang membingkai wajahnya.
"Ara, Mommy—"
"Kau bukan Mommyku. Mommyku baru saja mati." potong Aurora menatap Jenniya sayu, menunjuk ke arah makam Mommynya yang masih terlihat basah. "Disana. Mommyku sudah terkubur disana!"
"Ara! Jangan membuat Daddy marah." ujar Jack mengguncang kedua bahu rapuh putrinya dengan tatapan tajam yang menatapnya,
"Pulanglah. Aku tidak membutuhkan kalian." ucap Aurora berjalan pelan mendekati makam Mommynya kemudian menjatuhkan diri di sebelahnya.
Menumpukan kepalanya pada batu nisan berbentuk salib yang tertancap di sana dengan lelah.
"Ara menyayangi Mommy." ucapnya pelan.
Zara semakin menangis sambil memeluk Arianna erat. Menyaksikan bagaimana temannya itu berusaha menutupi semua luka-lukanya selama ini.
"Ara,"
Keduanya menoleh ke arah sumber suara, ada Christopher, Adrian, dan Orion yang baru saja tiba dengan keadaan berantakan. Oh jangan lupakan sosok Morgan yang tadi di perintahkan Zara mencari kekasih temannya itu. Tentu ia tidak tau menahu soal pertengkaran Aurora dan Christopher tadi malam.
"Ara." panggil Adrian menyentuh bahu Aurora lembut, membuat wanita itu menoleh menatapnya kemudian melempar senyum tipis.
"Terima kasih sudah datang, Ad." ujarnya menatap Adrian dengan suara serak, Adrian menggeleng pelan mendengarnya. Bukan itu yang ia mau dengar dari bibir Aurora sekarang.
Ia tidak butuh Aurora yang terlihat kuat untuk menutupi semua rasa sakitnya.
Baru saja Adrian akan melangkah meraih tubuh Aurora, Christopher langsung menahannya. Melirik ke arah Zara dan Arianna dengan sebuah kode tersirat di kedua matanya.
Dan Adrian mengerti, menepuk bahu Christopher dua kali sebelum meninggalkan dua sejoli itu di pemakaman.
Untungnya tidak ada satupun reporter yang berhasil meliput pemakaman Jennifer Gwyneth, mengingat bagaimana berkuasanya seorang Jack Alexander Gwyneth di negara ini. Menutupi kematian istrinya dari media bukan hal besar untuknya.
"Terima kasih sudah datang, Chris."
Christopher menggeleng mendengarnya, meraih tubuh rapuh Aurora ke dalam pelukannya erat.
"Kau boleh menangis sekarang. Tidak akan ada yang tertawa di atas kesedihanmu, Aurora."
- - -
see you!💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Atelophobia [COMPLETED]
Romance17+ Warning : mature content | DILARANG KERAS MELAKUKAN PLAGIARISME‼️ Christopher memang membenci Aurora, sangat. Tapi bukan berarti ia akan menyia-nyiakan tubuh Aurora untuk menuntaskan nafsu bejatnya. Toh wanita itu menikmatinya. Dan Aurora tidak...