Two Bad • Part 10 ~ Miss You [1]

1.2K 39 1
                                    


◻️◻️◻️

"Samperin sana. Udah seminggu gak ketemu, kasian. Tadi juga dia nanyain lo," ujar Varidza sambil menyandarkam tubuhnya pada sandaran ranjang.

Mayra mendesis kesal. Kenapa kedua temannya malah menggodanya seperti ini. Bahkan Annisa saja yang pendiam malah ikut menggodanya.

"Kalau kangen jangan ditahan." ucap Annisa datar.

Sedari mereka sampai, Varidza terus saja menanyainya tentang sesuatu yang terjadi antara Fero dan Mayra. Sudah beberapa puluh menit, tetap saja yang mereka bahas hanya hal itu. Memang tak ada kerjaan sama sekali mereka.

Mayra berdiri dengan tegas. "Ok, fine. Gue bakal samperin Fero."

Varidza tersenyum simpul. "Nah gitu dong."

Mayra mendelik tajam. Ia berlalu begitu saja dari hadapan mereka berdua. Sesuai keinginan mereka, Mayra akan pergi ke apartemen Fero untuk melepas rindu—eh?

Mayra sempat mendengar Varidza terkikik dan Annisa yang terkekeh sebelum dirinya benar-benar pergi dari apartemen Varidza.

Namun setelah berada tepat di depan pintu apartemen Fero, ia malah terdiam. Tak lama kemudian mondar-mandir selama beberapa menit, sampai kakinya terasa pegal.

"Mayra kenapa lo jadi malu-malu gini?" gumamnya.

Akhirnya Mayra putuskan untuk mengetuk pintu saja. Eh, kok malah ngetuk? Ralat, mencet bel. Kok Mayra jadi bego gini sih?

Efek lama gak ketemu Fero kali ya.

Awalnya satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Empat kali.

Lima kali.

Dan entah yang ke berapa kalinya Mayra memencet bel masih tak ada yang menjawab sama sekali. Sial! Kemana perginya Fero? Bukankah tadi ia masuk ke dalam apartemennya!?

Mayra mulai kesal. Ia memencet bel terus menerus sambil berteriak-teriak memanggil Fero.

"FERO! BUKA PINTUNYA!"

Masih tak ada yang membukakkan pintu untuknya?

Mayra gedor saja pintu apartemen itu.

"FERO! BUKA PINTUNYA!"

Tak lama kemudian yang dirindukan membukakkan pintu apartemen. Dengan muka bantalnya Fero memandang malas Mayra.

Oh dear ... kenapa Fero bisa setampan itu?

Mayra mengangakan mulutnya. Ia yakin sekarang air liurnya menetes kalau Fero tak segera menutup mulutnya.

Wajah tanpa ekspresi dilayangkan Fero pada Mayra.

Mayra cemberut kesal, "Kok lempeng lagi sih? Mentang-mentang seminggu gak ketemu jadi kayak gini lagi?"

Fero menghela napas, pening di kepalanya belum menghilang karena tidur yang hanya sebentar ditambah rasa kesal tidur siangnya diganggu masih memenuhi otaknya.

"Ngapain?"

Mayra menghentakkan kakinya kesal. "Mau ketemu lo lah, apalagi?"

Fero mendengus. "Ganggu."

Mayra semakin mengerucutkan bibirnya. "Emangnya lo gak kangen sama gue?"

Fero tidak bergeming. Kewarasannya menghilang kemana hingga di dalam pikirannya—ia inginbmelumat bibir mengerucut itu sampai kehabisan napas, sekaligus sebagai awal pertemuan penuh rindu. Sial! Kenapa jadi ke sana?

Fero menggelengkan kepalanya.

"Lo kenapa?" tanya Mayra heran, tak ada bibir mengerucut yang membuat Fero ingin melumatnya—sial!

Enyahkan pikiran kotormu Fero. Batinnya.

"Masuk."

Kenapa bisa kata itu yang meluncur dari bibirnya?

Dengan sumringahnya Mayra melenggang masuk ke dalam apartemen Fero, tak curiga apapun, tak takut apapun, tak tahu kalau bahaya akan datang kapan saja dengan masuk ke dalam sana.

Mayra mengamati sekelilingnya. Tak beda jauh dengan apartemen Varidza, hanya saja furniture di tempat ini lebih manly dan simple.

"It's a good place." gumam Mayra kagum. Namun ....

Hachim.

Mayra menutup mulut dan hidungnya seketika. Hunian ini ada debunya, walaupun hanya sedikit dan mungkin saja tak kasat mata, tapi Mayra sensitif sekali dengan debu.

"Sorry, tukang bersih-bersihnya lagi libur."

Mayra berlari ke luar dari apartemennya sambil bersin yang tak ada henti-hentinya dan membuka apartemen Varidza begitu saja.

Meninggalkan Fero dengan pemikiran anehnya. Kenapa dengan Mayra? Ia rasa apartemennya tak sekotor itu hingga membuat Mayra bersin-bersin.

Apartemen ia kelilingi dengan teliti sambil mengendus-endus layaknya anjing. Namun tak ada yang dapat membuatnya bersin maupun terganggu dengan tempat tinggal yang ia tinggalkan selama beberapa hari ini. Lantas mengapa Mayra sebegitu sensitifnya hingga pergi dari apartemennya—seolah di dalam apartemennya ada wabah yang kapan saja bisa membunuhnya.

Fero mengusap telinganya seketika saat mendengar dengungan keras yang berasal dari dapur. Apalagi ini?

Bergegas ke dapur adalah hal pertama yang Fero lakukan dan hal kedua yang akan dilakukan ialah—sial!

Sejak kapan Mayra kembali ke apartemennya dengan pakaian seperti itu?

Apa yang sebenarnya yang Mayra lakukan?!

Tau ada yang mengawasi Mayra menoleh pada Fero. Ia tersenyum di balik masker yang ia kenakan dan berujar.

"Jangan sampai debu yang bertebaran menghalangi kita untuk bersama dan melepas rindu."

◻️◻️◻️

Apa yang bakal mereka berdua lakuin kalau berduaan di apartemen?

Hayoo, jangan mikir aneh-aneh 😆😆

Two BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang