29. Sebuah Ajakan?

1.1K 197 38
                                    


Rosé bernapas lega setelah kakinya menginjak tanah, tidak lagi anak tangga yang begitu menyeramkan di matanya. Tangannya masih menggenggam tangan Jaemin saat dirinya harus melompat dari anak tangga terakhir.

"Akhirnya sampai juga," kata Rosé yang mengelap beberapa keringat di keningnya dengan tisu.

"Tapi tadi gila, sih, gila! Tangganya tiba-tiba terjal banget. Untung ada lo, Jaem. Kalau enggak gue udah jatuh nimpa lo keknya," ujar Rosé.

Melewati pertengahan jalan saat menuruni tangga, Rosé sedikit terdiam saat Jaemin berkata, kalau tangga yang sedang mereka pijak semakin terjal. Saat itu juga tangan Jaemin meraih tangan Rosé untuk membantunya menuruni tangga.

"Gue kan sering naik gunung untuk menangkan pikiran, Rosé. Di sana lebih banyak objek foto dan gue bisa menghirup udara segar di sana."

"Dengan pengalaman itu, gue jadi paham mengenai perubahan jalan."

Jaemin memperhatikan tangannya yang masih menggenggam tangan Rosé. Dan dengan cepat melepasnya. "Maaf, ya, Rosé. Gue tadi niatnya cuman bantuin lo doang. Enggak ada yang marah, kan?"

Rosé tertawa kecil. "Marah? Siapa? Hahaha ... gue ini jomlo, Jaem. Enggak punya pacar," jawab Rosé.

"Kan siapa tahu, Rosé," bohong Jaemin. Entah dari mana, Jaemin ingin mendengar langsung dari Rosé mengenai statusnya. Bukan dari orang lain.

"Itu mereka," kata Rosé cepat saat melihat Jennie dan Jeno berada di atas.

Jaemin mendesah pelan sebelum berkata, "Gue pasti jadi tukang foto dadakan mereka lagi."

Rosé menahan tawanya. "Lo sendiri juga tukang foto dadakan gue, Jaem."

"Ekhem! Nona Park dengan mereka berdua itu beda konteks. Saya mengajukan diri kepada Anda, sedangkan mereka memaksa saya," kata Jaemin dengan formal dan menunjuk sahabat mereka saat mengucapkan kata "memaksa".

Rosé mengangguk. Netranya menangkap sebuah pantai berwarna putih yang berada di seberang. "Jaemin."

"Kenapa, Rosé?"

"Itu di sana pantai yang tadi kita foto dari atas, bukan?" tanya Rosé menunjukkan objek yang dilihatnya dan membuat Jaemin melihat ke arah yang ditunjuk olehnya.

"Ah. Iya."

"Bagus, ya, kalau dilihat dari sini?"

"Sepertinya dari rumah pohon di sana lebih bagus dilihat, Rosé."

Rosé masih belum beranjak dari posisinya. Kedua netranya masih melihat pantai yang terlihat indah di matanya dengan warna air laut yang begitu biru. Ingin rasanya melihat langsung, tanpa ada jarak seperti sekarang.

"Bisa kita ke sana nanti?"

Jaemin menggeleng. "Gue rasa kita enggak bisa. Waktu kita enggak banyak di sini, Rosé. Sore kita harus udah di dermaga lagi."

Jaemin menggigit bibirnya melihat reaksi sedih Rosé. "Untuk naik ke atas aja, gue yakin. Kita bakal menghabiskan waktu Rosé. Apalagi untuk ke sana, kita juga harus menuruni tangga seperti sekarang. Belum lagi naiknya, Rosé."

Jaemin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bisa dibilang kita akan menghabiskan waktu."

Rosé menghela napasnya sedikit kecewa. "Lo benar, Jaem. Kita pasti akan menghabiskan waktu banyak untuk ke sana."

Jaemin melirik ke arah Rosé. Terlihat wajah kecewa yang ditunjukkan oleh perempuan itu.

"Lain kali kita ke sana. Tapi hanya ke pantai itu saja, bagaimana?"

***

June 13th, 2020

Aku & Kamu (Jaemin Rosé) - Book 1 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang