Jeno menatap penuh tanya ke arah Jaemin dan Rosé yang sudah terlihat tidak begitu canggung seperti sebelumnya. Kayak orang pacaran aja bentar-bentar akur, bentar-bentar marahan, bentar-bentar canggung macam siklus pacaran aja mereka.Memang, ya. Kalau udah sangkut pautnya sama foto aja cepat banget akurnya. Hmmm ....
Jeno berdiri tidak jauh dari Jaemin. Menunggu sang sahabat selesai membidik kameranya untuk mengambil foto Rosé.
"Jaemin," panggil Jeno saat melihat Jaemin selesai mengambil foto dan akan melihat hasil fotonya.
"Kenapa, No?" tanya Jaemin balik.
"Ikut gue sebentar," balas Jeno yang udah berbalik menjauh.
"Ada apaan, No?" tanya Jaemin yang masih di posisi awal.
Jeno memutar tubuhnya menghadap ke arah Jaemin. Melihat sahabatnya yang masih berada di posisi awal. Tangannya terangkat menyuruh Jaemin untuk ikut dengannya.
"Ikut aja dulu gue sebentar. Ada yang mau gue omongin sama lo, Jaem." Tanpa banyak omong lagi, Jeno meninggalkan Jaemin.
Jaemin hanya diam. Kemudian berjalan mendekat ke arah Rosé. Menyerahkan kamera miliknya.
"Rosé. Gue titip kamera sebentar. Jeno manggil gue, katanya ada yang mau diomongin."
"Lo enggak apa-apa gue tinggal sendiri?"
Rosé tersenyum mengangguk. "Santai aja, Jaem. Gue balik aja ke tempat kita. Di sana Jennie juga sendirian."
Jaemin mengangguk mengerti. Ia berjalan menjauh dari Rosé dan menuju ke arah Jeno yang sudah menunggunya.
Jaemin sudah terbiasa dengan Rosé yang mengenakan bikini two-pieces. Dan begitupun juga dengan Rosé. Walaupun sebenarnya rasa malu itu masih ada di dalam benak mereka. Namun, keduanya dengan cepat menghapus rasa canggung. Ingatlah mereka hanya teman, tetapi ada satu hal yang mereka khawatirkan.
Sekamar dengan seseorang yang sama-sama sudah melihat tubuh masing-masing. Hanya sebatas teman liburan, bukan lebih. Apakah rasa canggung asakan menyelimuti mereka kembali saat kembali ke hotel? Hanya mereka yang dapat merasakannya nanti.
Jeno berdiri diam. Tangannya terlipat di dada. Menunggu Jaemin yang berjalan dengan santai ke arahnya.
"Ada apaan, No? Kenapa harus sampai sejauh ini? Memangnya lo enggak dicariin Jennie nanti?" tanya Jaemin kemudian mengikuti Jeno yang kembali jalan.
"Enggak bakal dicariin gue sama Jennie," balas Jeno.
"Gue cuman mau nanya satu hal sama lo. Tentang perasaan lo sebenarnya. Lo ada rasa sama Rosé, enggak?" tanya Jeno langsung.
"Hah? Maksudnya?"
Jeno menghela napasnya. Memang benar sahabatnya ini tidak pandai lama hal percintaan. Hanya pandai berinteraksi dengan buku-buku kedokteran yang dimiliknya.
"Gue cuman butuh jawaban lo doang, Jaem. Lo ada rasa enggak sama Rosé?" ulang Jeno.
"Gue enggak ngerti maksud pertanyaan lo. Dan kenapa lo tiba-tiba nanya kayak gitu gue?"
Jeno kembali menghela napasnya. Ia melihat gelagat Jaemin yang sepertinya menyembunyikan sesuatu.
"Biar gampang. Apa yang lo rasa saat bersama dengan Rosé akhir-akhir ini? Jujur aja, Jaem. Gue tahu, kalau lo bohong."
Jaemin menghentikan langkahnya. "Gue enggak tahu, No. Gue belum pernah ngerasain ini sama sekali."
Arah pandang Jaemin terfokuskan pada ombak laut yang mendekat. "Ini pertama kalinya bagi gue buat peduli sama cewek, selain Nyokap gue sendiri."
Jaemin tersenyum. "Setiap kali gue melihat matanya, melihat senyumnya, jantung gue berdetak lebih cepat. Dan saat kemarin gue gendong dia, jantung gue juga berdetak lebih cepat."
"Gue enggak ngerti, No."
Jeno tersenyum. Mendekat ke arah sahabatnya. Menepuk pelan pundak sang sahabat. "Itu namanya lo mempunyai perasaan sama Rosé, Jaem."
Jeno memutar tubuh Jaemin untuk menghadap ke arah Jennie dan Rosé yang sedang tertawa. Entah apa yang dibicarakan oleh mereka. Tetapi, bukan itu yang menjadi fokus Jeno.
"Sekarang lo lihat, Rosé?" tanya Jeno yang diangguki oleh Jaemin.
"Jujur sama gue. Apa lo nyaman saat berdua dengan Rosé?" tanya Jeno lagi.
"Iya."
"Lo mau Rosé cuman tersenyum buat lo doang?"
"Iya."
"Lo mau selalu ada buat Rosé?"
"Iya."
"Lo mau melindungi Rosé selama lo ada di sisinya?"
"Iya."
Jeno tersenyum senang. Rencana dirinya dan Jennie mulai berhasil.
Tangan Jeno menepuk punggung Jaemin pelan. "Itu tandanya lo suka sama dia, Jaem. Bukan sekedar suka dalam arti sahabat. Tetapi, dalam arti seseorang yang menyukai lawan jenisnya."
Jaemin memutar tubuhnya. Menghela napasnya. "Kalau memang seperti itu. Gue enggak yakin, No."
"Enggak yakin perasaan dia sama kayak yang lo rasain?" tanya Jeno yang diangguki oleh Jaemin.
"Jaem. Dengarkan gue baik-baik. Setinggi apapun cewek bangun tembok, kita sebagai cowok harus bisa melewatinya."
"Lo tinggal pilih dari tiga cara yang ada. Satu. Lo panjat tembok itu untuk buktikan lo serius sama dia."
"Dua. Lo hancurin tembok itu, tetapi terdengar memaksa."
"Atau tiga. Lo mundur, karena lo enggak yakin sepenuhnya. Dan semua itu ada di tangan lo sendiri. Lo yang milih, bukan gue."
"Rosé bangun tembok itu terlalu tinggi, Jaem. Karena dia takut akan jatuh di lubang yang sama."
"Dan tugas lo adalah meyakinkan dia dengan perasaan lo sekarang. Yakinkan dia, kalau lo itu beda dari mantannya. Lo itu bukan mantannya, tapi lo adalah Na Jaemin."
Jeno tersenyum. "Gue udah senang lo mau buka perasaan lo untuk Rosé. Gue juga senang, kalau cinta pertama lo itu Rosé, bukan perempuan manja yang ada di luar sana."
Jeno melangkah mendekat. Menepuk pundak Jaemin. "Gue tahu apa yang akan lo pilih, Jaem. Dan gue yakin, kalau lo bakal memilih pilihan pertama."
Jeno berlalu menjauh. Meninggalkan Jaemin yang masig memandang lurus.
Memutar tubuhnya. Dan memfokuskan perhatiannya kepada perempuan yang telah mencuri semua atensinya selama liburan. Senyum itu, tawa itu dan kebahagiaan itu, yang paling Jaemin sukai.
"Apa gue bisa memanjat tembok yang dibangun oleh Rosé?"
"Apa gue bisa meyakinkan dia, kalau gue lebih baik dari mantannya?"
***
June 15th, 2020
![](https://img.wattpad.com/cover/227741880-288-k89952.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku & Kamu (Jaemin Rosé) - Book 1 ✔
FanficAku & Kamu Book 1: Salah Sambung Berawal dari salah nomor, Rosé dan Jaemin terjebak dalam rencana Jennie dan Jeno untuk menjodohkan mereka berdua. Kesan buruk bagi keduanya membuat Jaemin dan Rosé tidak ingin saling berhubungan untuk kedua kalinya d...