Kini aku dan Gara berada di pinggir jalan di bilangan Jakarta Timur, setelah berdebat makanan apa yang akan dimakan, akhirnya aku dan Gara berhenti di kios bakso. Selain berdebat akan makan apa, sepanjang perjalanan juga diisi dengan cerita Gara mengenai teman-temannya, bagaimana awal mereka kenal, sifat teman-temannya, dan hal-hal yang pernah mereka lalui sebagai sohib.
Tapi entah mengapa sejak pamit untuk pulang dengan teman-temannya dan kami sudah di motor, pembawaan Gara nggak kayak biasanya yang terkesan rese dan menyebalkan. Justru terkesan lempeng, nggak ngeledek dan itu jelas nggak kayak Gara yang biasanya. Mungkin hanya perasaanku aja kali ya.
"Lo punya orang yang lo anggap sahabat banget?" tanya Gara sambil menuangkan beberapa sendok sambal ke mangkuk baksonya.
"Ada."
"Namanya siapa?" tanya Gara lagi.
Ini orang nggak bisa apa ya makan dulu yang khidmat? Baru nanti setelah makan melanjutkan aksi keponya.
"Harus banget ya gue nyebut namanya siapa?" kataku sambil menyicipi kuah baksoku yang tadi sudah aku tuangkan sambal dan kecap. Enak dan sudah pas.
Gara menganggukkan kepalanya, "Ya harus, kan gue mau tau."
Aku memutuskan untuk menjawabnya karena kalau di debat yang ada nggak kelar-kelar dan aku nggak bisa makan bakso dengan tenang.
"Kak Astrid, Nayla, Hesti, sama Kesha." jawabku sambil mengigit kerupuk yang tadi aku celupkan ke kuah bakso.
Gara menatapku membuat aku juga jadi menengok ke arahnya, "Gue boleh kenalan?"
Aku mengerutkan dahi, "Mau ngapain?" tanyaku menatapnya bingung.
"Mau gue kasih jampi-jampi." kekeh Gara.
Belum sempat menjawab, Gara berucap lagi, "Jampi-jampi biar direstuin buat dekat sama lo."
"Nggak nggak, mau gue ajak kenalan lah. Kan lo udah kenal sahabat gue, gue juga harus kenal sahabat lo dong." katanya lagi tersenyum tipis.
Senyum yang beda dari biasanya.
Kenapa sih ini anak? Aneh banget deh."Lo kenapa sih dari pamit sama teman-teman lo, lo jadi aneh banget." kataku akhirnya.
Gara menggelengkan kepala pelan, "Gapapa."
Jawabannya tentu saja membuat keningku semakin berkerut, ya aneh aja. Tapi aku malas untuk membahasnya, kalau yang ditanya ngomongnya gapapa, yauda aku malas untuk memaksa. Mungkin dia tiba-tiba nggak enak badan.
"Jadi gimana?" tanyanya lagi.
"Apanya?"
"Gue mau kenalan sama sahabat lo." katanya lagi.
Astaga, yakin mau kenalan? Nggak awkward nanti? Aku sih nggak bisa membayangkan gimana reaksi kak Astrid, Nayla, Hesti, dan Kesha. Kalau sahabat-sahabat Gara bisa berbaur secara cepat denganku, aku nggak yakin Gara mudah berbaur dengan sahabat-sahabatku. Karena ya Gara laki-laki, sedangkan seluruh sahabatku empat-empatnya perempuan dan tentunya memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Fyi, aku kenal kak Astrid karena kami terlibat di satu komunitas yang sama dan sejak saat itu aku dekat sekali dengan kak Astrid, apapun aku ceritakan kepadanya. Kalau Nayla, Hesti, dan Kesha, aku kenal mereka saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
"Iya tapi nggak dalam waktu dekat." kataku sambil mengunyah bakso.
Aku sendiri nggak yakin dengan jawabanku dan sepertinya itu hanya jawaban formalitas. Aku nggak sungguh-sungguh akan mengenalkan Gara ke sahabat-sahabatku.
Bayangkan, aku yang belum memiliki record pacaran, tiba-tiba ngenalin laki-laki asing yang baru aku kenal. Apa nggak kaget mereka?
Gara hanya menganggukkan kepala paham, selanjutnya aku bisa makan dengan tenang tanpa diganggu oleh pertanyaan Gara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me, Why? (ON GOING)
Teen Fiction"Dari sekian banyak manusia di bumi ini kenapa harus selalu aku yang kehilangan? Kenapa harus aku yang ditinggalin? Kenapa harus aku yang di buang? Kenapa nggak yang lain?" tanya Sheena menangis di pelukan sesosok laki bernama Gara. "Karena kamu ist...