Di sinilah aku sekarang, berdiri di dalam ruangan yang berisikan barang-barang khas dapur sambil membawa beberapa belanjaan yang tadi tante Hesti beli di Pasar Swalayan. Aku meletakkannya di meja, sedangkan tangan tante Hesti langsung sigap mengambil beberapa wadah di rak untuk mengisi barang-barang yang tadi sudah dibeli. Kami memisahkan barang belanjaan ke wadah lalu dimasukkan ke kulkas.
"Tante buatin Sheena nasi goreng ya." kata tante Hesti sambil mengeluarkan telur dari kantong belanjaan dan enam butir dipisahkan di meja dekat kompor.
"Eh nggak usah Tante, bikin makanan yang Tante, Om, kak Sara sama Gara suka aja. Aku mah tamu ikut aja." kataku tidak enak.
Tangan tante Hesti bergerak lincah mengeluarkan bawang yang sudah dikupas dari kulkas dan dimasukkan ke mangkuk, "Justru itu harus nyuguhin yang tamu suka, jangan sungkan gitu dong Sheen." kata tante Hesti santai, gerak geriknya sangat terlihat cekatan dan berpengalaman di dapur. Persis seperti Mama.
Gimana ya caranya bisa seperti itu? Dilatihkah sejak dini? Atau memang bakat?
"Ya ampun ada adik perempuanku satu-satunya di siniiiiii." teriakan kak Sara membuat aku dan tante Hesti menengok ke arah pintu.
Perempuan berkulit putih yang saat ini mencepol rambutnya tersenyum lebar, "Haiiiii Sheen, welcome to the family." katanya sambil merentangkan tangan kemudian membungkuk yang membuatku tertawa.
Aku membungkukkan setengah badanku, "Terimakasih ukhti atas sambutannya." kataku yang langsung mengundang tawa tante Hesti.
"Dengan senang hati ukhti." jawabnya lagi sambil menyilangkan lengan kanannya di pundak kiri seperti pelayan.
"Dari mana ajaaa sist, malah kita duluan yang sampai." celetuk tante Hesti sambil memutar bola mata ke arah kak Sara.
"Maafkan hamba ibunda, negeri Bekasi ini sungguh macet." katanya sambil mencium tangan tante Hesti yang membuat tante Hesti ketawa begitupun aku.
Lucu sekali percakapan ibu dan anak ini, benar-benar menghibur.
"Kamu sendirian aja? Putra mana?" tanya tante Hesti sambil mengambil talenan dan diletakkan di meja.
Kak Sara menjawab, "Ada di depan sama Gara dan Papa."
Aku mengambil bawang yang sudah dikupas yang tadi diletakkan di mangkuk, kupindahkan ke talenan agar langsung diiris, "Ih peka banget Sheena, keren!" kata tante Hesti tersenyum lebar yang membuatku menaikkan alis.
Keren apanya? Bukannya itu naluri dan nalar aja ya? Bukan suatu kebanggaan dan keistimewaan.
Seolah tau kebingunganku, tante Hesti melanjutkan lagi ucapannya "Nggak kayak Sara, udah bertahun-tahun bareng Mamanya di dapur, pergerakan mamanya mah nggak tau mau ngapain dan nggak peka."
Perempuan yang saat ini sedang menggigit apel, mengerucutkan bibirnya, "Terus aja jatuhin harga diri Sara di depan Sheena." keluh kak Sara.
"Nggak ngejatuhin, emang kenyataannya begitu kok." jawabnya tanpa rasa bersalah sambil mengiris bawang pun mendelik melirik anak perempuannya
"Ma, dulu kita satu team ya buat nyerang Papa dan Gara, kok sekarang mama gini sih sama aku?" tanyanya mendramatisir keadaan.
"Sar udah cocok deh kamu ikut casting, jago actingnya." pujinya yang seperti menyindir.
Aku hanya tertawa menontoni keduanya yang saat ini sedang saling menyerang. Percakapan alamiah dari keluarga yang harmonis tuh seperti ini ya?
"Jangan sawan ya Shen ngeliat kita." kata kak Sara sambil menatapki.
Tante Hesti langsung membela diri sambil mengambil minyak di rak bawah, "Sawannya bukan karena kita, tapi karena kamu." kata tante Hesti yang membuatku tertawa.
"Enak aja." jawab kak Sara sambil mendengus.
"Kita masak nasi goreng dulu ya." kata tante Hesti yang kuangguki.
Aku mengambil piring besar dan berjalan menuju rice cooker untuk mengambil nasi dan dipindahkan ke piring tersebut sambil menunggu tante Hesti memanaskan minyak di kompor.
"Sumpah salut, benar-benar peka banget!" kata tante Hesti lagi sambil tersenyum.
"Aku juga peka kok, nih aku pecahin telurnya." kata kak Sara sambil membawa telur ke arah tante Hesti.
"SARA SARA! Awas ya kamu kalau sengaja dilempar ke Mama, Mama kutuk sekarang juga." kata tante Hesti mengindari kak Sara yang membuat kak Sara tertawa.
Benar-benar kocak jika kak Sara dan tante Hesti disatukan. Tidak akan pernah sunyi. Rumah ini pasti selalu hidup dan ramai mengingat penghuninya ada dua perempuan ceriwis yang saling usil.
Terimakasih Tuhan, walaupun nggak pernah bahagia karena merasakan langsung. Tapi Kau mampukan aku untuk ikut bahagia hanya karena melihat keluarga ini.
"Eh foto dong bertiga." tiba-tiba om Galih muncul dari pintun sambil membawa handphone di tangannya yang membuat kak Sara langsung mengambil posisi di samping kananku, sementara tante Hesti di samping kiriku.
Agak runtuh sih pemikiranku tentang om Galih yang memiliki image tegas, dingin dan kalem. Aku yang masih mencerna yang sedang terjadi langsung ikut tersenyum aja melihat ke arah kamera handphone om Galih. Sementara ibu dan anak di sampingku ini sudah mengambil pose andalan mereka dengan mengangkat dua jari.
"Kompak banget the girls, senyumnya nggak keliatan gigi semua." sahut Gara muncul di belakang om Galih bersama bang Putra.
"Iya dong, emang cuma the boys aja yang bisa kompak? Sini gantian aku fotoin kalian para the boys." kata kak Sara sambil membuka handphone miliknya.
Dan entah kenapa secara otomatis mereka langsung merapat bertiga, bang Putra mengambil posisi di sebelah kiri om Galih, sementara Gara di sebelah kanan om Galih. Dan dengan kompaknya mereka saling bertatapan lalu mengambil pose tangan yang bersidekap di dada membuatku takjub, kok bisa ya? Benar-benar heart talk yang nyambung ini mah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me, Why? (ON GOING)
Roman pour Adolescents"Dari sekian banyak manusia di bumi ini kenapa harus selalu aku yang kehilangan? Kenapa harus aku yang ditinggalin? Kenapa harus aku yang di buang? Kenapa nggak yang lain?" tanya Sheena menangis di pelukan sesosok laki bernama Gara. "Karena kamu ist...