16. Hareudang

21 0 0
                                    

Setelah pulang dari Mall Artha Gading weekend dua minggu yang lalu, hampir setiap hari aku tak membalas chat yang dikirimkan Gara, Kayla, dan Rio.

Aku nggak buta untuk tidak melihat chat yang dikirim oleh ketiga orang itu. Tapi setiap kali mereka mengirim pesan, dengan segera langsung aku arsipkan dan chat mereka juga aku bisukan. Ya sebenarnya sih aku kepo dengan isi chatnya tapi daripada kekepoanku menghasilkan sakit hati yang semakin mendalam lebih baik nggak usah dibuka kan?

Aku bersikap seperti ini bukan berarti aku marah atau benci, sebelum bersikap seperti sedia kala, aku memang akan berdiam diri selama beberapa hari sampai akhirnya normal seperti biasanya lagi. Aneh, tapi memang  begitulah aku.

Aku nggak tau Kayla dan Rio mengetahui tentang Gara yang sudah memiliki kekasih atau belum. Aku tak membalas chat dari Kayla dan Rio karena aku pun meminimalisir kemungkinan kalau dua orang itu akan membahas tentang laki-laki yang belakangan ini ingin sekali aku hindari, Sagara.

Tentang menghindarnya aku mengenai segala hal tentang Gara lagi lagi membuat diriku sendiri tersenyum miris. Apakah ini yang dinamakan terlambat menyadari kalau kau jatuh cinta? Rasanya baru juga menemukan seseorang yang bisa mengerti tanpa diminta, selalu datang di saat yang tepat. Entah mengapa mengingat hal itu membuat hatiku lagi lagi seperti diremas. Membayangkan hal itu juga ia lakukan pada perempuan anggun bernama Sara membuat hatiku kembali ngilu. Tapi setiap kali perasaan itu muncul, dengan segera langsung aku tepis. Wajar aja Gara melakukan itu pada Sara yang memang statusnya sebagai pacarnya, tidak ada yang salah kan? Hanya saja ya hatiku menjadi..ah sudahlah.

Kondisi hatiku mulai berangsur membaik ya walaupun terkadang masih ada rasa tidak terima tapi ya sudahlah. People come and go, that's life.

Rasa ini tentu saja tidak ada yang boleh menyadari apalagi sampai tau. Mengingat saat ini Gara sudah memiliki hati yang harus ia jaga, tentu akan terdengar lucu kalau sampai Gara mengetahui ternyata aku terlambat menyadari rasa yang aku punya. Semua harus berjalan dengan semestinya. Sagara dan Sara harus tetap bersama. Walau di belakangnya ada aku yang terluka. Ah bahkan nama mereka aja matching banget. Pasti kalau hubungan mereka bertahan lama sampai ke0 pernikahan, nama anak mereka apakah nanti akan diawali dengan huruf "S" juga? Eh, kenapa jauh sekali sih pikiranku?

Saat sedang menarik novel yang baru setengah aku baca, ponselku berdering dan aku memilih untuk tak mempedulikannya. Paling kelakuan iseng Riri atau Kiara. Memang kedua manusia itu akhir-akhir ini sering banget jail menelepon nggak jelas atau video call. Udah kayak orang baru tau yang namanya video call aja.

Semakin aku tak memperdulikannya, bukannya berhenti menghubungi justru malah membuat semakin gencar. Aku meletakan pembatas novel pada buku berwarna biru ini dan mengambil ponselku.

Kayla Syalalala calling..

Baru aja rasanya aku ngebatin, salah satu orang yang tau tentang Gara menelepon. Ingin rasanya nggak angkat tapi aku udah terlalu lama diam. Toh Kayla temanku juga kan?

Dengan setengah hati, aku memutuskan untuk mengangkat teleponnya walaupun rasanya enggan.

"Hmm," kataku membuka suara sambil menjauhkan ponsel dari telinga.

Sudah bisa dipastikan setelah ini akan ada suara melengking dari Kayla.

"Sheena! Lo tuh sekarang tinggal di goa ya? Susah banget dihubungin. Ngapain aja sih?" teriaknya.

Nah kan. Apa ku bilang. Kayla dan bacot merconnya memang sudah sepaket.

"To the point deh, lo telepon gue ada apa?" tanyaku tak sabaran.

Tell Me, Why? (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang