Setelah banyak berbincang-bincang dengan Kakak perempuan Gara di atas bebek-bebekan sambil menikmati pemandangan danau, kini aku dan kak Sara berjalan menuju tempat makan yang tadi kami duduki dan menghampiri dua laki-laki yang tengah berbincang yakni Gara dan bang Putra. Entah mengapa saat berjalan menuju tempat yang tadi kami duduki saat makan rasanya seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di perut.
"Udahan girls talk nya?" tanya bang Putra sambil melirik ke arahku dan kak Sara saat kami sudah sampai di depan mereka.
Kak Sara mengangguk lalu melirik ke adik laki-lakinya, "Tumben lo smart pilih cewek." katanya mendengus.
Dibicarakan seperti itu, Gara memutar bola matanya malas, "Kegagalan mengajarkan banyak hal. Lo nggak cekokin Sheena yang aneh-aneh kan?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.
"Hih, kegagalan mengajarkan banyak hal? Omongan lo tuh udah kayak yang pernah nikah terus gagal aja. Padahal experience nya cuma baru tahap diselingkuhin. Dan satu lagi, sekali aja lo nggak suudzon sama gue, nggak bisa apa?" ujar kak Sara kesal.
Saat Gara akan menimpali ucapan kak Sara, suara nyaring sang Kakak sudah lebih dulu mengudara, "Gue mau pacaran dulu ah. Udah yuk babe, naik bebek-bebekan." ajak kak Sara kepada bang Putra yang membuat laki-laki itu langsung bangun dari duduknya.
"Denger ya Gar, mulai sekarang adik gue tuh Sheena, bukan lo. Awas lo macam-macam sama adik gue." kata kak Sara memperingati.
Aku hanya mengamati perbincangan adik kakak itu tanpa berniat menjawab.
"Gue juga nggak berharap lo jadi kakak gue ya." jawab Gara tanpa rasa bersalah sama sekali.
Candaan seperti ini sudah biasa sepertinya untuk adik kakak di manapun. Ah andai anak Mama yang pertama bisa memperlakukanku seperti adiknya. Batinku dalam hati. Baiklah, sepertinya aku sudah mulai overthinking. Berharap seperti itu juga percuma kan? Karena nggak akan pernah jadi kenyataan. Jujur aja setiap kali aku melakukan kewajibanku sebagai hamba Allah untuk sholat, aku udah nggak pernah berdoa keluarga Mama termasuk manusia yang disebut sebagai kakak ku bisa berubah dan memperlakukanku dengan baik. Aku udah pasrah dengan segala kenyataan buruk, seperti tidak dianggap keluarga lagi mungkin. Bukan karena terlalu sombong hingga tak mau berdoa, aku hanya sudah lelah dengan segala harapan yang aku pikir tak akan jadi kenyataan. Walau aku tau, Allah selalu memberikan yang kita butuhkan.
Tepukan di pundak membuatku tersadar dari lamunan, Gara yang sudah bangun dari duduknya kini menatapku. Dan kak Sara sudah tak ada di depan kami. Entah sejak kapan perginya, perasaan aku membatin belum terlalu lama.
"Mau naik bebek-bebekan lagi apa ngobrol di sini aja?" tanyanya.
"Naik bebek-bebekan lagi." jawabku santai.
Mengingat aku yang suka naik bebek-bebekan setiap kali kesini sama Mama, tentu aku lebih memilih main bebek-bebekan daripada duduk manis di pinggir danau. Sejujurnya saat ini aku agak canggung berhadapan dengan Gara pasca kejadian mengakunya kak Sara sebagai pacar Gara di mall waktu lalu, belum lagi chat darinya yang selalu aku endchat sebelum membacanya dan telepon darinya yang tak pernah kuangkat. Benar-benar memberikan kesan kalau aku kekanakan kan?
"Yauda yuk!" ajaknya tersenyum.
Sudah lama sekali rasanya tidak melihat senyum ini. Senyum yang meneduhkan.Senyum yang tanpa sadar sudah menjadi hal favorit yang ingin kulihat setiap hari. Aku menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan pikiran di kepala. Duh Sheena kenapa mendadak jadi alay begini sih?
Aku dan Gara melangkahkan kaki menuju pinggir danau tempat untuk menyewa bebek-bebekan dan setelah Gara membayar, kami segera menaikinya. Tak ada aksi pegang-pegangan tangan dan aku ingatkan jangan berpikiran seperti itu karena kami hanya ingin menaiki bebek-bebekan bukan menyeberang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me, Why? (ON GOING)
Teen Fiction"Dari sekian banyak manusia di bumi ini kenapa harus selalu aku yang kehilangan? Kenapa harus aku yang ditinggalin? Kenapa harus aku yang di buang? Kenapa nggak yang lain?" tanya Sheena menangis di pelukan sesosok laki bernama Gara. "Karena kamu ist...