Mobil yang dikendarai Gara kini berhenti di salah satu parkiran yang tak jauh dari Kota Tua. Kami bergegas turun untuk segera bergabung dengan kak Sara dan bang Putra yang sudah lebih dulu sampai dan saat ini berada di depan Cafe Batavia.
Kayla dan Rio berjalan di depanku dan Gara, mereka sedang membicarakan hal yang sepertinya menarik hingga membuat keduanya terpingkal-pingkal.
"Ada yang ngeganggu pikiran kamu?" tanya Gara tiba-tiba yang membuatku langsung menatapnya.
"Aneh ya dari lo gue jadi aku kamu." kataku terkekeh tak menjawab pertanyaannya.
Gara tertawa, "Bukan aneh tapi belum terbiasa aja." jawabnya yang aku balas dengan anggukan.
"Jadi ada yang ngeganggu pikiran kamu?" tanya Gara lagi.
Kadang aku bingung sama laki-laki di sebelahku ini, rasanya aku nggak pasang muka sedih atau sebal, aku memang terbiasa menyembunyikan apa yang kurasa dan tak banyak orang yang tau. Tapi kenapa ia selalu peka?
Aku menggelengkan kepala pelan. Bukan tak ingin cerita, bukan pula karena tak percaya sama Gara. Aku cuma nggak mau aja merusak hari ini dengan permasalahanku.
"Ya gapapa sih kalau kamu belum mau cerita tapi yang harus kamu tau segala yang terus-terusan dipendam itu nggak baik. Lagian sekarang ada aku. Kamu bisa cerita, aku bisa dengerin, kita bisa cari solusi dan setelah itu kita bisa sama-sama berdoa." ucapnya tersenyum menyejukkan.
Aku hanya menganggukan kepala sambil tersenyum simpul. Tuhan, jika aku mulai takut kehilangan Gara yang sebaik ini, apa perasaan ini boleh aku pelihara?
"Nanti kalau aku mau cerita, aku cerita sendiri tanpa diminta. By the way, aku pengen discuss hal-hal yang kamu suka dan nggak kamu suka. Gimana kamu nyelesain masalah dan yang lainnya. Kamu boleh tanya hal yang sama ke aku." ujarku inisiatif.
Walaupun belum pernah pacaran, tapi melihat teman-temanku yang memiliki pacar, aku nggak suka gaya pacaran yang meraba-raba sendiri tentang keinginan, hal yang disukai dan tidak disukai oleh pasangannya, terlalu membuang-buang waktu. Kalau bisa dipersingkat dengan bertanya langsung tanpa kode-kodean, kenapa harus mempersulit?
Gara menganggukan kepala mengerti dan tersenyum, "Aku suka warna hitam, makanan kesukaan gado-gado, kalau lebaran empat toples nastar pasti selalu dipisahin sama nyokap cuma buat aku. Setiap weekend pasti futsal. Aku suka pelajaran Matematika. Kalau kamu?" ujarnya panjang lebar.
Aku mendengarkan dengan seksama dan mengerutkan dahi. Maksudku kan bukan suka tentang warna atau yang semacamnya. Mungkin ia nggak mudeng sama maksudku.
"Okay, kalau warna aku suka hitam, putih dan biru. Makanan kesukaan nasi goreng. Aku suka banget sama cokelat. Pelajaran yang aku suka cuma bahasa Indonesia, aku anti Matematika dan udah bisa di pastiin nilai Matematika selalu remedial. Aku nggak suka dibohongin dan aku juga nggak mau bohong. Mungkin akan terdengar gila hormat, tapi kalau nggak bisa mengapresiasi apapun yang aku lakuin, minimal menghargai aja. Aku moodyan, nyebelin sih emang ngadepin orang moody. Tapi kalau kamu agak terganggu sama moodyan aku, pas aku lagi moody, kamu diam aja. Sisanya nanti kamu tau sendiri seiring berjalannya waktu." kataku panjang lebar.
Gara tertawa sambil menganggukkan kepalanya, "Kamu termasuk orang yang sensitif perihal mantan atau biasa aja?" tanyanya sambil melirikku.
Pertanyaannya membuatku menakutkan dahi lalu tersenyum, "Selama tau batasan sih nggak masalah." jawabku jujur.
Mungkin ada beberapa orang yang sama sekali nggak bisa atau super sensitif kalau udah bahas mantan. Walau bagaimanapun, mantan pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup dan pernah saling menyayangi, tapi itu kan dulu. Masa lalu biarlah jadi masa lalu. Justru kalau udah healing, berhubungan baiklah sama mantan, menandakan nggak ada dendam atau masih baper sama masa lalu. Beberapa orang mungkin takut pasangannya berhubungan baik sama mantan, takut balikan, ini balik ke pribadi masibg-masing sih. Jika pasangan diberikan kepercayaan dan mengkhianati, it means dia nggak cocok buat kita. Lagipula aku nggak mau ngeribetin diri sendiri dengan pikiran-pikiran yang belum tentu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me, Why? (ON GOING)
Fiksi Remaja"Dari sekian banyak manusia di bumi ini kenapa harus selalu aku yang kehilangan? Kenapa harus aku yang ditinggalin? Kenapa harus aku yang di buang? Kenapa nggak yang lain?" tanya Sheena menangis di pelukan sesosok laki bernama Gara. "Karena kamu ist...