15. Penyihir Abu-abu

16 6 0
                                    

"Siapa?" sahut suara serak dari dalam. Suaranya seperti suara seorang wanita tua yang renta. Dari dalam pun terdengar suara langkah diseret. Sret ... sret ... sret ... Lalu tiba-tiba saja suara menggelegar. Darrr! Pintunya terpelanting bersamaan dengan dirinya yang melayang. Blugh ... dirinya terhempas terbanting ke tanah. Yang jelas menurut Gentala, seseorang dari dalam rumah telah melontarkan mantra peledak kearahnya. Dan ini membuatnya berpusing.

Ketika Gentala bersusah payah untuk bangkit mengatasi rasa pusingnya, seseorang berperawakan wanita tua dengan compang-camping di ujung jubahnya yang menyapu rumput, mengacungkan tongkat kayu kurus kearahnya. "Tunggu ... tunggu ... Jangan serang saya, saya tidak bermaksud jahat," gelagap Gentala.

"Apa kau termasuk gerombolan penjahat yang ingin memakan otakku karena aku menelan eliksir imajinasi?" tanyanya penuh marah.

"Bu-bukan, bukan. Tolong jangan salah paham. Uhuk ... uhuk ... uhuk ..." kata Gentala sambil memegangi punggungnya yang masih nyeri. Ia berusaha meminimalisir keadaan yang memungkinkannya diserang lagi.

"Aku Gentala, murid Hidasir," sambung Gentala sambil mengulurkan tangan hendak menjabat tangan Christ, tapi ditampiknya, "Aku hanya ingin mendengar kau bercerita. Dan berbagi pengetahuan mengenai imajinasi," lanjut Gentala ketika ia menegakkan tubuhnya.

"BERBAGI?" jerit Christ histeris.

"Tolong jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin mendengarkan kau bercerita. Itu saja. Tolong," kata Gentala kembali berusaha menenangkan. Christ menatapnya dengan menyipit. Perlahan acungan tongkatnya menurun. Kali ini tatapan Gentala tampak meyakinkan. Dan menurut Christ, pemuda didepannya ini cukup jujur.

"Baiklah, ikut aku ..." ujar Christ.

Gentala pun tersenyum lega.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang