32. Nyonya yang Eksentrik

14 3 0
                                    

Kita pasti akan bertemu kembali. Kata-kata itu terngiang di telinga Gentala seperti nyamuk yang terbang di dekat telinganya. Gatal sekali Gentala ingin berbalik dan bertanya apa maksudnya. Tapi, ah sudahlah.

Menyeberangi tanah lapang yang sudah berubah menjadi arena tarian hula-hula, melewati sekumpulan orang yang tertawa sambil minum, makan, dan berdansa, lalu antrian panjang menuju tenda.

Didekat tenda berdiri seorang wanita berperawakan tinggi kekar dengan rambut dicukur membentuk spiral-spiral tribal, nyaris botak, dengan tindik-tindik yang memenuhi telinganya berjejer. Gentala berpikir itu pastilah Verandah, asisten Nadya. Dia pun mendekati wanita tersebut.

"Permisi, apakah Anda yang bernama Nona Verandah? Asisten Nona Nadya?" tanya Gentala.

"Bukan, Nona Verandah ada di dalam. Saya hanya penjaga tenda. Ada keperluan apa?" Tak disangka dibalik perawakannya yang tinggi kekar, wanita di depannya ini ternyata berbicara dengan sangat lembut.

"Bisa tolong pertemukan saya dengan mereka?"

"Maaf, tidak bisa. Saya sedang menjaga antrian menuju tenda. Sebaiknya Anda ikut antri saja seperti yang lain," ada ketegasan dalam nada bicaranya.

"Bagaimana kalau Anda membaca surat ini, Nona?" Gentala menyerahkan surat dari Ilham kepada wanita tersebut. Wanita tersebut membacanya. Alisnya bertaut, lalu sebelah bibirnya sedikit menyungging. Tersenyum simpul.

"Ah, ya ya ya ... Baiklah. Silahkan masuk ke dalam. Carilah perempuan yang memiliki rambut panjang pirang dikepang kecil-kecil, senang memakai pewarna bibir berwarna hijau dan bermata biru laut. Itulah Nona Verandah."

Gentala pun masuk ke dalam tenda sementara teriakan-teriakan protes peserta antrian tak Gentala hiraukan. Didalam tenda ternyata tenda itu bersekat-sekat. Sekatnya beberapa menggunakan ronce-roncean kerang, sebagiannya menggunakan kain transparan yang halus. Gentala pun mengintip di salah satu sekat, tampaklah empat orang tertidur dengan posisi saling berhadapan di kursi malas. Mereka semua mengguna-kan masker yang tersambung dengan selang yang didalamnya terdapat uap. Selang-selang itu berujung di teko-teko porselen yang ada di meja di samping tiap-tiap orang. Dibawah meja teko-teko itu pun tampak api yang membara seperti kompor kayu bakar kecil.

"Lakukan yang benar! Kita memiliki banyak pelanggan yang harus ditangani. Tak ada waktu untuk kesalahan!" Bentakan itu mengagetkan Gentala dan ia pun buru-buru mengalihkan pandangan dari sekat yang dia intipnya. Gentala melirik sedikit untuk melihat si empunya suara. Tak dinyana, ternyata ciri-ciri fisiknya mirip Nona Verandah.

Tanpa ragu Gentala pun mendekati wanita itu, "Maaf," inginnya sih Gentala bersuara biasa entah mengapa nada suaranya nampak bergetar. Mungkin ia masih kaget dengan bentakan tadi.

"Ya?" wanita itu berbalik menghadap Gentala, kedua tangannya bertolak pinggang. Nampak tak sabar.

"Andakah Nona Verandah?" tanya Gentala.

"Benar. Siapa Anda?"

"Saya Gentala. Saya ingin bertemu Nyonya Nadya. Bisakah aku bertemu dengannya?"

"Kau antrian nomor berapa? Biasanya yang bisa bertemu dengan Nyonya Nadya hanya kalangan bangsawan dan orang penting, itu pun harus janjian dan masih harus mengantri juga," jelas Verandah, "silahkan antri di ruang tunggu. Maaf saya harus permisi."

"Tunggu Nona," Verandah menghentikan langkahnya dan berbalik, "mungkin Nona harus membaca kertas ini," disorongkannya secarik kertas yang sedari tadi Gentala bawa-bawa. Dibacanya isi kertas itu oleh Verandah, lalu ia mengikik. Sambil memegangi perutnya ia terkikik geli.

"Hmm baiklah. Ikut aku," katanya.

Gentala mengikuti Verandah. Berjalan di antara sekat-sekat lalu tiba di sebuah lorong kemudian pintu besi. Pintu besi itu memiliki tombol putar raksasa dan disisi lingkarannya terdapat angka-angka. Mungkin semacam kode sandi rahasia. Verandah lalu memutar tombol itu ke angka tiga, tiga, tujuh, delapan, enam, dan empat. Tiga kali putaran ke kiri, satu kali putaran ke kanan dan dua setengah putaran ke kiri lagi. Ajaibnya pintu besi itu lalu bergerak sendiri dan tiba-tiba saja pintu besi itu terbuka.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang