7a) Kopi dan Secangkir Inspirasi

19 4 0
                                    

Sebuah pagi yang terasa lembab dan basah di kota Balikpapan karena akhir-akhir ini kerap turun hujan deras, terlihat seorang perempuan tengah duduk lesehan di atas tempat tidurnya. Kamarnya tidak begitu besar, pengap dan agak berdebu. Setiap hari dia bersin karena debu-debu menyebalkan itu. Perempuan itu adalah aku. Perkenalkan, namaku Aria Damayanti. Biasanya dipanggil Aria. Berumur 24 tahun, memiliki kulit kuning langsat, berambut panjang bergelombang sebahu berwarna hitam dengan tubuh yang terbilang proporsional. Sudah lama aku bercita-cita menjadi penulis sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Namun hingga sekarang belum juga kesampaian. Entah karena memang pada dasarnya tak punya bakat atau karena tak punya background sama sekali di bidang sastra, aku pun tidak mengerti—tepatnya frustasi. Maklum saja, saat kuliah kemarin aku mengambil jurusan hubungan internasional sesuai kemauan ayah dan ibu. Untungnya aku bisa lulus dengan hasil yang cukup memuaskan setahun yang lalu.

Sambil terpaku di depan layar laptop kesayanganku, aku menggaruk-garuk kepala dengan ekspresi bingung dan sedikit stres. Kopi hitam yang kubuat sehabis sholat subuh tadi, kubiarkan mendingin di atas meja sebelah kasurku. Mimpi-mimpiku untuk menjadi penulis masih tidak pernah padam dari dulu. Rasanya tidak berbeda dengan hari-hari yang kulalui sebelumnya, aku masih terus menggali inspirasi dari mana-mana. Pernah hampir menyerah dan putus asa hingga beberapa script novel yang sudah kutulis cuma sampai bab 8. Setelah itu kubiarkan berlumutan hingga bertahun-tahun di folder pc. Sekarang malah ingin memulai dengan ide yang lainnya lagi. Masih jenis fiksi dengan genre fantasi—genre favoritku. Berharap setidaknya bisa mirip dengan penulis idolaku, seperti J. K. Rowling, Stephenie Meyer atau Veronica Roth.

Kali ini pun aku hanya bisa menyelesaikan sebuah cerita dengan ide baru ini hanya sampai bab 5, setelah itu kembali ketakutan seperti biasanya. Ketakutan akan mood menulisku yang tiba-tiba hilang karena inspirasi yang lenyap dari kepala entah kemana. Menurutku hal ini lebih menakutkan daripada menulis skripsi. Bahkan beberapa hari terakhir aku menangis merengek-rengek pada artikel-artikel di google dan juga pada buku-buku di perpustakaan yang barangkali bisa menginspirasi walau hanya satu paragraf saja, namun hasilnya nihil.

"Fokus, Aria!" ujar sebuah suara. Suaranya terdengar seperti wanita dewasa ala operator telepon selular.

Aku langsung celingukan mencari sumber suara. Mataku melirik ke kiri dan ke kanan menyusuri setiap sudut ruangan. Tapi yang kutemui hanya sebuah lemari usang yang tidak seberapa besar, meja kayu berdebu yang terletak di sudut kamar, lantai keramik putih yang kondisinya sama mengenaskan dengan meja, dinding kamar yang bercat ungu muda, televisi yang hanya akan dinyalakan kalau aku ingin menonton film baru dengan rak buku mini di bawahnya, lalu lampu pijar yang menggantung dan akan bergoyang bila tertiup angin, kemudian ada kasur yang kududuki sekarang dengan laptop yang masih memaku di hadapanku serta meja kecil dengan kopi yang sedari tadi kehilangan aromanya, namun aku masih tidak menemukan asal suara misterius itu.

Aku mulai bergidik kemudian berpikir kalau mungkin saja asal suara itu berasal dari kolong kasur. Bulu kudukku tetiba berdiri dan rasanya aku mulai merinding. Ya, biasanya begitu yang dikatakan penulis kalau mendeskripsikan seseorang yang sedang ketakutan. Kali ini sama!

Aduh, kamera mana? Kamera mana?, pekikku dalam hati sambil melambaikan tangan.

Pelan-pelan aku mencoba untuk melihat ke bawah kasur dengan mata tertutup. Kali ini kubiarkan kepalaku menjuntai dengan tubuh masih di atas kasur. Mana berani aku menjejakkan kaki duluan. Takut-takut kalau ada yang menarik ke bawah kolong kasur seperti film Paranormal Activity yang menurutku agak norak itu.

Jantungku berdegup kencang seperti yang digambarkan penulis cerita bergenre horor. Perlahan namun tidak pasti, antara ingin buka atau tidak dan antara ketakutan atau penasaran. Takut kalau tiba-tiba yang kulihat ternyata boneka Annabelle yang sedang nyengir atau mungkin hantu Suketi yang ingin meminta sate seratus tusuk. Namun sepertinya rasa penasaranku yang lebih mendominasi sekarang. Jadi aku paksakan membuka mata saja dan ... Ting! Ahh, sudah kuduga, aku tidak menemukan apa pun kecuali debu setebal 1 cm yang membuatku bersin berkali-kali.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang