17. Petani Semangka

14 6 0
                                    

Kehadiran Gentala tampaknya masih membingungkan Dicky. Mulutnya masih ternganga ketika menjabat tangan Gentala. Dalam benaknya ia masih bertanya-tanya, siapakah pemuda berkulit eksotis mengenakan daster ini? Dan ada urusan apa pemuda ini datang ke lembah sunyi ini? Bertahun-tahun ia tak melihat manusia satu pun dan hanya hidup dari bertanam semangka. Dan mengapa ia tahu namanya?

Serentetan pertanyaan di kepalanya hanya menelurkan sebuah "Oh," pendek yang menjawab salam Gentala.

"Boleh kita bicara di dalam?"

'Didalam' yang dimaksud Gentala adalah gubuk doyong sederhana yang dibangun seadanya. Dicky mengangguk cepat, "Oh iya iya. Mari, Nak Gentala."

Sebuah teh dari daun rumput merah tersedia hangat segera di hadapan Gentala. "Terima kasih," kata Gentala ketika disorongkan tehnya.

Dengan pandangan masih melongo Dicky bertanya, "Sebenarnya ada urusan apa tuan muda kemari?"

Sebelum menjawab, Gentala dengan sopan menyeruput tehnya dan langsung membuang muka untuk menyembunyikan jengit di wajahnya. Tanpa dinyana tehnya berbau dan berasa seperti tanah. "Ini berkenaan dengan petualangan Anda dua puluh tahun yang lalu," Dicky menggeleng tanpa petunjuk. "Eliksir Imajinasi? Ingat?"

"Ah ya ya ya ... Meski saya sudah lepas kontak dengan ke-delapan belas ilmuwan itu. Ah, kemana saja mereka ya? Tahu darimana kau alamatku?" Akhirnya pertanyaan itu meluncur juga. Sedikit petunjuk membuatnya lega. Namun, pertanyaan besarnya: Apa tujuannya? Belum menunjukkan benang merahnya.

"Saya bukan berasal dari Edenesia." Kalimat ini sukses mencuatkan "Aaaah pantas saja," dari mulut Dicky. "Negeri saya lokasinya lima hari perjalanan laut dari sini. Di tempat asal saya sedang ada musibah. Kita kehilangan imajinasi. Semua orang berhenti beraktivitas dan menjadi zombie dengan pandangan kosong. Mereka kehilangan hasrat berkreasi bahkan yang parah ada yang sudah berdiri di ambang batas sekarat. Guruku, Hidasir, tahu mengenai eliksir imajinasi yang kalian telan dua puluh tahun lalu. Dia memerintahkanku untuk mencari ke-delapan belas ilmuwan yang meminum eliksir itu—"

"Lalu, kau ingin memakan otak kami?" potong Dicky tiba-tiba.

Gentala menggeleng. "Bukan. Saya hanya ingin mendengarkan Anda bercerita. Sebuah karya. Dengan sari-sari buah imajinasi yang mengalir dalam zarah sel Anda, pastilah Anda banyak memiliki karya sastra yang bisa dibagikan."

"Hmm ..." Dicky berlagak berpikir sambil mengelus janggutnya yang tak ia punya. "Baiklah. Kalau begitu maukah kau mendengarkan Simfoni Withdrawal-ku sambil menikmati sebuah semangka?" ujar Dicky menawarkan.

"Tawaran yang menyenangkan," kata Gentala seraya berseri-seri.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang