11. Haidra

14 5 0
                                    

Sebentar lagi subuh menjelang. Langit diluar masih gelap. Alam bawah sadar masih menjelajah mimpi. Kesadaran masih terasa mengawang-ngawang. Kantong tidur Gentala disodok-sodok oleh seorang perempuan. Asqa. Setelah 5 kali sodokan beruntun, terpaksa Gentala terjaga dan memutus mimpinya. Gentala membuka kantong tidur kepompongnya dan melihat ke arah sosok yang membangunkannya. Matanya masih memicing ketika berkontak mata dengan Asqa.

"Ada apa?" tanya Gentala dengan suara serak.

"Kau harus pergi dari sini sekarang," titah Asqa, ia melanjutkan, "mata-mataku bilang kalau Davak akan menyerang menjelang siang ini. Dan mereka pastinya datang dalam keadaan amat sangat murka. Kematian Konjak membuat marah kakaknya, Davak. Bersiap-siaplah segera. Aku tunggu dibawah lima menit."

Lima menit kemudian, Gentala sudah siap dengan tas selempangnya. Di sebelah Asqa tampaklah babi hutan albino yang kemarin ditunggangi Asqa.

"Kenalkan Gentala, ini Haidra. Salah satu teman terbaikku." Ia mengatakannya sambil menepuk-nepuk punggung si babi hutan. Tapi taringnya yang mencuat membuat Gentala membatin ngeri. Sorot mata ketakutan Gentala rupanya terbaca oleh Asqa, dengan senyum ia menenangkan Gentala, "tenang saja ia tak menyerang manusia. Kau hanya harus perlakukan ia layaknya seorang sahabat. Sebagai awal perkenalan. Sebaiknya kau kontak mata dengannya lalu membungkuk sedikit tanpa melepaskan pandangan. Ayo dicoba."

Gentala mengikuti saran Asqa. Dan ajaibnya Haidra membalas salam perkenalan Gentala dengan berkontak mata dan membungkuk sedikit juga. "Nah, sekarang kalian resmi berteman," ujar Asqa disertai senyum jumawa, "kemana arah perjalananmu selanjutnya?" tanya Asqa.

"Cecilia Huang. Kau tahu dimana dia tinggal?"

"Ah teman lama juga. Silahkan naik."

"Haidra! Antar dia ke desa teratai, temui Cecilia Huang," kata Asqa seraya menepuk pantat Haidra. Haidra menjawab dengan geraman, "pegangan yang kuat ya, dia kadang suka ngebut," goda Asqa yang membuat mata Gentala mendelik was-was. Dan dia benar. Tubuh Gentala refleks terlontar kebelakang setelah Haidra tancap gas berlari. Gentala memejamkan mata dan menguatkan pegangan. Angin dengan kasar menampar-nampar wajah Gentala. Tak terasa ia melewati gerbang dan kembali menerabas hutan. Lalu, sabana lagi.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang