37. Istana Bawah Laut Asiantis

14 3 0
                                    

Saking lelahnya, Gentala pun terlelap dalam bola kristal. Melewati monster-monster laut tanpa terjamah di gelapnya lautan dalam. Semakin jauh ke dalam menuju dasar samudera. Gelap yang gulita di dasar lautan tiba-tiba tergantikan oleh cahaya dari dalam kubah kacayang amat menyilaukan. Gentala terbangun karena cahaya tersebut. Sebentar lagi ia akan sampai di istana Ratu Yossy. Bola kristal Gentala otomatis masuk dalam salah satu lubang palka dari kubah. Di dalam lubang palka, pelan-pelan air laut menyurut dan mengering. Gentala pun keluar dari bola kristal dan mulai mencoba membuka pintu besi dalam lubang palka yang mengarah ke dalam kubah. Diputarnya tuas besi ke kanan dan pelan-pelan tuas mengendur lalu pintu besi pun terbuka.

Indah. Pemandangan di dalam kubah luar biasa indah. Di dalam kubah adalah daratan yang mengalir sungai-sungai kecil dan air terjun bertingkat-tingkat yang sangat indah. Ada banyak pohon-pohon yang berbuah lebat dan dengan daun-daun warna-warni cerah. Ada rerumputan segar hijau mengundang tidur. Kemudian duyung-duyung dan manusia ikan berseliweran di sungai-sungai atau telaga kecil, kadang malah ada beberapa duyung yang melayang dengan gelembung-gelembung air mewadahi ekor ikannya.

Gentala menepuk punggung salah seorang duyung cantik berambut hijau panjang yang sedang bersandar pada tepian sungai. "Maaf, permisi..."

"Ya..." kata si duyung itu menoleh memandang Gentala.

"Oh tidak! Dia manusia Luvia. Lihat kakinya!" kata temannya menunjuk kaki Gentala.

"Darimana kau tahu tempat kami Manusia?"

"Aku dibantu oleh Dewa Neptune sejujurnya. Dan Pir serta ke-enam belas penutur juga membantuku."

"Maksudmu? Aku tak mengerti..."

"Dengar dia dulu Cassandra..."

"Aku sedang berpikir Luvia..."

"Aku sebenarnya sedang mencari Ratu Yossy... Dimana dia berada kalau boleh saya tahu?"

"Ratu Yossy? Kau tamunyakah?"

"Kurasa bukan, Luvia. Tak pernah ada manusia yang menjadi tamunya setelah beberapa puluh tahun ini..."

"Tapi aku perlu segera bertemu dengan Ratu Yossy. Negeriku sedang butuh bantuannya. Bisa kalian bantu aku?"

"Bagaimana Cas?"

"Baiklah, kita bantu saja. Kau berjalan kaki saja, kami akan naik gelembung air." Seketika tangan mereka mengayun, kemudian gelembung air terbentuk di udara. Mereka segera menaikinya lalu melayang di udara. Gentala menatap sihir ini dengan takjub.

Cassandra berkata, "Jangan salah. Hanya sihir ini yang bisa kita lakukan."

Gentala pun mengangguk-ngangguk. "Bisakah aku menaikinya juga?" tanya Gentala.

"Tidak bisa. Maaf. Sihir ini hanya berfungsi untuk manusia duyung. Aku rasa untuk manusia ikan tak bisa," kata Luvia.

"Baiklah, kalau begitu aku berjalan kaki saja."

Dan mereka pun berjalan menuju istana laut Asiantis.

***

Sesampainya di gerbang istana Asiantis. Mereka bertiga dihadang oleh pengawal keratuan. "Siapa kalian? Ada urusan apa kalian disini?"

"Aku Gentala. Aku diutus Neptune dan Pir anak tiri Ratu Yossy untuk membicarakan sesuatu."

"Pembicaraan soal apa?" tanya salah satu pengawal.

"Bukankah pembicaraan ini seharusnya Ratu Yossy yang terlebih dahulu mendengarnya?"

"Bagaimana ini?" kedua pengawal tampak berdiskusi.

"Kalau benar kau sudah bertemu Neptune dan tuan muda Pir. Jelaskan ciri-ciri tuan muda Pir."

"Pir adalah nelayan andal. Berambut pirang berkulit cokelat dan memiliki tato rasi bintang di punggungnya."

"Baiklah, kau benar. Kau boleh bertemu Ratu Yossy. Silahkan masuk."

Gentala menarik napas lega.

"Benarkah kau bertemu Neptune dan tuan muda Pir?" tanya Luvia antusias begitupun Cas yang penuh harap mendengar jawabannya.

"Ya."

"Whoaaaa!!" serentak Luvia dan Cassandra bersorak kagum.

"Ceritanya nanti saja ya. Kalian mau mengantar sampai aku bertemu Ratu Yossy?"

Keduanya mengangguk penuh antusiasme.

"Baiklah."

Tiba di pintu istana, dengan pelan-pelan Gentala mendorong pintu berat tersebut tampaklah di singgasana seekor duyung raksasa dengan gelembung airnya yang super besar. Sirip ekornya berwarna pelangi dengan sisik berwarna hijau keemasan dan rambut emas panjang yang berkilau membuatnya menjadi duyung raksasa tercantik yang pernah Gentala lihat seumur hidupnya.

Itu pasti Ratu Yossy, gumam Gentala dalam hati.

"Selamat malam Ratu Yossy..." sapa Gentala.

"Di kedalaman lautan ini laut memang selalu tampak gelap seperti malam," jawab Ratu Yossy dengan lembut. Jawaban ini membuat Gentala semakin kikuk.

"Tak papa... Ada keperluan apa, Nak? Siapa namamu?"

"Saya Gentala Yang Mulia Ratu... Saya berasal dari negeri yang jauh..."

"Dan sedang apa Luvia dan Cassandra disini?" tanya Ratu Yossy.

"Uh...oh...Ya-Yang Mulia Ratu. Ma-maafkan kami, lancang menemui Yang Mulia. Kami hanya ingin mengantar Gentala," jawab Cassandra sambil tergagap.

"Be-benar Yang Mulia," cicit Luvia.

"Bagaimana kelanjutannya Nak Gentala?"

"Saya datang dari negeri yang jauh. Negeri hamba sedang dilanda kekeringan imajinasi."

"Oh itu sangat mengerikan," sahut Ratu Yossy.

"Saya butuh cerita dari ke-delapan belas penelan eliksir imajinasi. Dan Anda adalah penutur cerita ke-delapan belas. Saya mohon bantu saya."

"Baiklah. Kalau begitu mari kita berjalan-jalan di danau Nak Gentala. Nanti pulangnya kau akan bisa kembali diantar oleh Cassandra dan Luvia. Mari Nak Gentala. Saya akan menceritakan empat kisah saya yang pilu..."

Gentala pun mengangguk dan mengikuti Ratu Yossy yang melayang-layang diatas gelembung udaranya.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang