9d) Mimpi atau Bukan?

12 4 0
                                    

Bejo tak tahu dirinya dimana. Yang jelas, tempatnya sekarang sama sekali tak dikenalnya. Benar benar asing baginya. Dikedip kedipkannya matanya, dipukul pukulkan nya dahinya, namun tempatnya sekarang tak berubah juga. Tetap sebagai tempat yang penuh misteri, sulit terselidik. Tapi ia serasa pernah mengunjungi tempat itu, entah dimana. Coba ia mengingat ingat kembali kejadian itu. Tapi cukup lama ia renungkan, ia tetap tidak bisa mengetahui nama tempat dimana kakinya berpijak. Ah, paling paling tempat itu hanya ada dalam khayalnya, dalam mimpinya.

Bejo tak tahu pasti. Ia hanya mencoba mengingat. Bejo mengulang lagi memilah milahkan rekaman peristiwa sebelum ia sampai di tempat asing ini. Tadi ia naik bus dari halte, ingin berkunjung ke rumah kenalan barunya. Ia baru kenal sahabatnya itu kira-kira seminggu yang lalu. Menurut Bejo, temannya itu enak diajak bicara dan humoris. Bejo cocok berteman dengannya. Sampai Bejo memutuskan untuk berkenalan lebih lanjut dan hendak datang ke rumah sahabatnya itu.

Ya, tadi Bejo naik bus. Ia tak sadar tengah tidur atau tidak dalam perjalanannya tadi, hingga ia terbangun dengan sendirinya, entah terbangun dari apa. Mulanya dari dalam jendela bus ketika hendak turun, ia dapat melihat halte berikutnya yang dituju. Di halte itu ramai dengan orang orang yang hendak naik bus yang ditumpanginya. Ia pun turun dari bus.

Tetapi ketika kedua kakinya tepat menginjak bumi, yang dilihat didepannya bukanlah halte bus seperti yang diharapkannya. Bukan pula keramaian orang yang berebutan hendak naik bus. Tetapi adalah tempat aneh yang sama sekali beda. Didepannya sekarang merupakan rimbunan semak belukar. Persis seperti dalam hutan. Setidaknya dalam dua menit yang lalu. Bejo ingat setelah dirinya berada di hutan itu, tak lama kemudian segalanya berubah. Seperti latar belakang dalam panggung drama, panorama hutan itu seketika berubah. Amat drastis kejadiannya. Sekarang di sekelilingnya terhampar lautan yang luas. Bejo sendiri berada di daratannya. Sepatunya menginjak permadani pasir yang empuk. Bejo heran sekali. Ia rasanya ingin berteriak, ingin menangis, ingin tertawa, campur jadi satu. Perasaannya kacau balau. Tak dapat dikata lagi.

Tempat itu sekarang masih berupa lautan, bukan halte bis seperti yang diharapkannya. Sejauh mata memandang, yang dilihat, meskipun Bejo tak setuju, adalah laut-laut-laut.

Ia cemas melihat semua ini. Tapi, kala terdesak seribu akal. Bejo mengira semua ini hanya mimpi. Persis seperti intro lagu yang baru baru ini didengarnya.

Cepat ia mengepalkan tangan, menjadikan bogem. Ia tahu semua ini sudah dilakukannya kira kira seratus kali, tapi ia tak puas juga. Ia berpikir mungkin jika pukulannya lebih keras dari yang semula, itu akan membantu. Membantu Bejo keluar dari tempat aneh ini. Kembali ke dunianya, membantu menyadarkannya.

Ia pukulkan bogemnya itu ke kepalanya. Tapi yang didapatnya, sama seperti sebelumnya, adalah rasa sakit. Malah sekarang lebih sakit lagi ia karena kerasnya pukulan yang berlipat ganda itu. Tapi tetap pula tempatnya tak berubah, yang berarti ia tidak sedang bermimpi.

Bejo capek. Ia duduk dipasir putih. Bejo berpikir ia mungkin bermimpi sedang mimpi. Hal yang pernah didengarnya dari kawan lamanya. Dulu ia tak percaya. Mana ada mimpi sedang mimpi. Kalau mimpi sedang makan bakso, Bejo sering mengalaminya. Tapi paling tidak, sekarang ia mulai percaya tentang omongan kawan lamanya itu. Ia semakin yakin ia sedang bermimpi. Berhubung mimpinya sedang mimpi, ia yakin memang tak mudah untuk kembali bangun dari tidurnya. Mungkin akan sampai lama sekali. Kalau hari pagi, mungkin ia akan terlambat bangun. Ah, mimpi ada ada saja, pikir Bejo.

Pikirannya masih mengawang ketika tiba tiba keadaannya jadi berubah. Cepat seperti sebelumnya. Di sekelilingnya bukan lagi lautan, tetapi taman kota. Ia berada di taman kota, sedang duduk di bangku taman. Wah, aneh sekali. Tempatnya kembali berubah. Cepat ia menoleh, melihat lihat sekeliling. Tapi yang didapatnya hanyalah kekosongan.

Tak ada satu orang pun disekitarnya. Hanya tempatnya saja yang lengkap, tetapi tak ada orang. Bejo sendiri, di tempat yang luas itu.

"Tempat ini benar benar aneh!" teriak Bejo mengamuk. Ia kembali mengerjap-ngerjapkan matanya berharap ia terjaga dari mimpi aneh ini. Tetapi, selama mata terbuka, ia tetap melihat yang sama. Padahal ia berharap berhasil melihat haltenya, ia berharap bangun dari tidurnya.

Lama kelamaan Bejo tersadar bahwa taman kota itu tak ada batasnya. Ia berusaha keluar dari taman itu dan naik bus -atau naik apa saja- yang bisa membawanya kembali pulang ke rumah. Tetapi sama seperti hutan dan laut tadi, taman kota ini juga tak terbatas. Ia tak bisa keluar dari sana. Ia merasa dipermainkan di alam bawah sadarnya.

Lama kelamaan, Bejo merasa yakin kalau ini bukan mimpi. Tak mungkin mimpi bisa begitu aneh. Ia ingin membuktikan, sekali lagi, kalau ini bukan mimpi atau khayalannya. Dengan gemas ia mencakar tangannya sendiri, keluar darah. Dijilatnya darah itu, berasa.

"Berarti ini bukan mimpi!" amuk Bejo dengan geram. Seolah tak sadar dengan apa yang dilakukannya selama ini, ia berteriak. Amat keras. Ia bahkan tak peduli jika pita suaranya bisa putus, asal ia bisa keluar dari tempat aneh ini. Ia berteriak, sekali lagi berteriak, hingga ia jadi capek.

Dalam pada itu, Bejo teringat lagi akan keluarganya.Ia ingat istri dan anak anaknya yang pasti sedang menunggunya dirumah. Ia ingat juga pada kenalan barunya, yang tentu sudah tersia sia menunggu dirinya datang. Kenalannya itu pasti mengira Bejo pembohong.

Bejo pasrah kini. Ia terduduk di rumput taman dengan wajah ditundukkan. Kali ini ia menangis, tak terbendung lagi.

Tiba tiba sekali lagi semuanya berubah. Amat cepat. Kini ia tak lagi duduk di rerumputan taman. Ia melihat tanah keras yang didudukinya sangat padat. Ia berada di kuburan! Di sekelilingnya nisan nisan banyak menyembul dari permukaan tanah. Ia tersigap, cepat ia bangun.

Sejauh mata memandang, meskipun Bejo tak setuju, adalah nisan-nisan-nisan. Pun hutan bambu mengelilingi kuburan itu. Amat rapat.

Bejo tak sadar ketika tiba tiba kakinya terantuk nisan di belakangnya. Punggungnya terasa sakit sekali kala ia jatuh. Dengan cepat ia meraba tanah untuk menumpu badannya. Tak sadar pula ia, tangannya meraba tengkorak. Tengkorak yang sudah hitam dan berkarat itu menatapnya tajam, seolah tak ingin Bejo pergi dari situ.

Ketika sadar, ia dengan cepat menarik tangannya. Setelah itu ia menangis. Ia berharap semua ini hanya mimpi, tapi kalau bukan...?

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang