30. Kebyar Kembang Api Ledakan Semesta

15 4 0
                                    

Angin laut yang membawa serbuk garam membuat Gentala mudah haus. Bangunan aneh sejarak sepelemparan batu darinya menggugah rasa ingin tahu. Avant-Garde Bar. Begitulah tulisan dengan lampu LED biru yang tertera diatas atap bangunan tersebut. Seluruh permukaan bangunan tersebut tertutup rumbai-rumbai dengan batang bambu sebagai pondasi penyangganya.

Dikarenakan rasa haus yang amat sangat, Gentala pun mendekati bar itu. Jedak-jeduk ... jedak-jeduk ... musik yang terpasang di bar tersebut membuat jantungnya berdebar lebih cepat.

Sesosok bartender berwajah bulat ramah dengan postur tubuh gemuk menyapanya, "Halo ...," senyum lebar sang bartender membuat tato tribal di mukanya menjadi bentuk tak beraturan. Gentala membalas dengan senyum simpul. Mata Gentala menelusuri menu yang ditulis dengan kapur warna-warni di dinding di belakang meja bartender.

Sambil mengelap gelas, sang bartender meneriakkan instruksi-instruksi kepada bawahannya. Anting-anting besar yang membuat telinga si bartender menjulur sampai bahu sangatlah mengganggu pemandangan Gentala. Rasanya mengganggu sekali ketika telinga itu bergoyang-goyang kesana kemari tepat ketika pemiliknya menoleh atau menggeleng sangat jahil dan aneh.

Bar itu sungguh sangat sibuk. Pengunjung datang dan berteriak begitupun dengan pelayan dan pemilik barnya, sama berisiknya.

Kebyar Kembang Api Ledakan Semesta, tertulis dibawah kolom minuman disampingnya tertulis "Best Seller." Minuman macam apa itu, batin Gentala.

"Pak, Kebyar Kembang Api Ledakan Semesta 1," pesan Gentala.

"KKLAS 1," teriaknya. Mungkin menyebut Kebyar Kembang Api Ledakan Semesta terlalu panjang maka disingkat menjadi KKLAS. Tapi si bartender menyebutnya seperti 'Klas' dalam Sinterklas, hanya saja dengan dua 'k'.

Tak sampai lima menit sebuah minuman berwadah batok kelapa mengeluarkan uap tersaji di depan Gentala. Gentala mengaduk-ngaduknya sesaat dan berpikir, amankah minuman ini diminum. Keraguan Gentala terbaca oleh sang bartender, dia pun menyeletuk, "Molecular Gastronomy."

"Huh?" Gentala melongo mendengar kalimat antah berantah tersebut.

"Itu adalah teknik memodifikasi makanan atau minuman secara fisiokimiawi. Aku mencampurnya dengan nitrogen cair untuk menghasilkan uap putih mengepul seperti itu," jelasnya.

Gentala mengangguk.

"Coba bubble jelly-nya," saran sang bartender.

Sendok kayu Gentala mengaduk ke dasar batok kelapa dan mendapati bola-bola berwarna-warni cerah dengan berbagai ukuran. Gentala menyendok satu bola merah yang besar dan menyuapnya ke dalam mulut.

Mata Gentala melotot ketika sensasi mengejut-kan itu hadir di mulutnya. Bagaikan naga yang menyembur api, Gentala pun tiba-tiba saja mampu menyemburkan asap dingin berwarna kemerahan dengan cairan rasa stroberi yang meluncur keluar. Dingin, berasap, tidak terlalu manis, rasa stroberi dan kenyal seperti gel.

"Hahaha ..." bartender itu terbahak sampai kepalanya terlempar ke belakang, "selalu menarik melihat orang-orang pertama kali mencobanya."

"Apa ini ?" tanya Gentala dengan mulut masih mengeluarkan asap dingin kemerahan.

"Spherification itu adalah salah satu teknik molecular gastronomy. Aku mencampur sodium alginate dengan larutan ekstrak buah stroberi. Kemudian diteteskan garam kalsium dan air. Setelah jadi gel bulat, suntikkan nitrogen cair yang sudah diwarnai oleh pewarna makanan. Dan voila! Jadilah bubble jelly," katanya sambil terkekeh, "nikmatilah," katanya mengakhiri penjelasan singkatnya.

"Maaf berapa harga minuman ini?" tanya Gentala.

"Oh, kau tidak perlu membayar," gelengnya keras, "setiap pengunjung yang datang ke festival tidak akan membayar apapun. Karena semakin banyak kita berderma di hari festival maka akan semakin banyak berkah yang kita dapat," ujarnya seraya tersenyum pada Gentala. Dalam hati Gentala bersyukur tidak perlu membayar sebab ia benar-benar tidak berbekal uang atau emas sepeser pun selain belas kasihan. Dikarena-kan sang bartender sudah berbaik hati menggratiskan minumannya, Gentala pun mengajak-nya mengobrol sebagai bentuk basa basi.

"Anda sudah berbaik hati menggratiskan minuman saya. Siapa nama Anda? Barangkali suatu saat nanti saya bisa membayar kebaikan hati Anda," tanya Gentala.

Sang bartender mengulurkan tangan menjabat Gentala, "Muhammad Ilham."

"A-anda bukan salah satu penelan eliksir imajinasi bukan?" sontak Gentala tiba-tiba familiar dengan nama itu.

"Eeer ... rasanya aku pernah meminumnya. Panggil saja Ilham."

"Anda pasti pernah bercerita atau membuat karya sastra kan? Atau sesuatu yang memicu imajinasi?"

"Ya, aku pernah membuat karya cerita agak panjang," kata Ilham sambil mengelap gelas dengan gaya jemu.

"Boleh kau ceritakan?" tanya Gentala.

"Baiklah, tapi ini agak lama. Kami akan menyiapkan ikan Hallibut asap untukmu."

"Err ... terima kasih sekali lagi. Ilham ..."

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang