34. Kebun Tropical

16 3 0
                                    

Dini hari ia baru tiba di penginapan. Gentala menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ia ingin sekali tidur tapi masih harus ada yang dia kerjakan. Ia harus menyalin rekaman percakapannya dengan para ilmuwan ke dalam buku. Sebuah buku kosong yang dititipkan Hidasir kepadanya. "Kitab Pedoman Imajinasi". Begitulah Gentala menuliskan judul buku kosong tersebut.

Gentala mengeluarkan perekam kecil dari dalam tas selempangnya lalu dinyalakan. Suara pertama yang keluar adalah suara Angga Wijaya yang membacakan puisinya. Tangan-tangan Gentala dengan gesit bergerak mencatat.

Lembaran-lembaran kosong itu mulai terisi bersamaan dengan perekam kecil yang terus mengumandangkan suara-suara yang berlainan.

Menjelang hampir pukul lima pagi Gentala sudah tak kuat menahan kantuknya. Ia pun jatuh tertidur di kasur.

Kebun Tropical

Panas terik matahari tak terasa semakin menyengat kulit-kulit Gentala dan membuat pakaian Gentala basah oleh keringat. Gentala terbangun dengan tubuh lengket dan kegerahan. Dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Gentala ingat semalam sebelum berpamitan pulang Ocha mengajaknya makan siang dengan Pir di suatu tempat bernama Kebun Tropical.

Gentala segera berganti pakaian dengan gamis putihnya yang sudah sempat dicuci dan dijemur semalam waktu sampai penginapan. Lalu, sebelum pergi tak lupa ia mencuci gamis hijaunya dan menjemurnya agar bisa digunakan esok hari.

Pukul setengah satu ia sudah siap dan keluar penginapan, tak lupa ia mengunci pintu.

Gentala bingung, harus kemanakah ia bertanya lokasi kebun tropical ini. Kalau tak salah seratus meter dari penginapannya ada pusat informasi dimana ia bisa bertanya kepada penjaga pulau.

Sebuah pos penjaga nampak ditengah-tengah jalan. Didalamnya ada seorang penjaga yang sedang duduk sambil meneropong keamanan sekitar.

"Permisi," tegur Gentala pada penjaga tersebut.

"Ya."

"Dimanakah lokasi Kebun Tropical?"

"Ah kebun milik Ocha?"

"Ya betul."

"Baik. Dari sini Anda lurus saja. Ikuti jalan besar. Ada perempatan belok kiri. Dari situ Anda akan melihat kubah kaca yang besar. Itulah kebun tropical."

"Baik. Terima kasih."

Gentala menelusuri jalan yang disebutkan oleh penjaga, tak lama sampailah ia di depan kubah kaca. Di bagian depan terdapat pintu kaca. Ada tulisan "bel" dan dibawahnya ada tombol hitam besar. Gentala menekannya. Muncullah suara wanita yang bernyanyi dengan nada tinggi dan kencang. Gentala menutup kupingnya saking bisingnya.

Tap... tap... tap... tap... Dari balik pintu kaca terdengar suara orang berlari menghampiri ketika bel nyanyian itu berakhir.

Pintu terbuka lalu seruan, "Gentala! Akhirnya kau sampai jua. Maaf ku' lupa memberitahukanmu alamatnya. Ayo masuk! Masuk!" kata Ocha sambil terengah-engah. Begitu memasuki kubah, Gentala begitu takjub dengan isinya ada pohon apel, pohon mangga, pohon pisang, pokoknya berbagai macam buah ada, kemudian bunga-bunga, tanaman obat, rempah-rempah, dan tanaman-tanaman langka. "Ayo! Rumahku ada dibelakang kubah ini," kata Ocha bersemangat.

Ada pintu yang mengakhiri perjalanan mereka didalam kubah. Begitu pintu dibuka, mereka disajikan padang bunga rumput yang luas, berhiaskan langit biru cerah dan tak jauh dari pintu berdiri sebuah rumah berbata merah mungil yang dilengkapi cerobong asap. "Nah, ini rumahku!" kata Ocha tersenyum lebar dan merentangkan tangannya. Di bagian luar rumah ada semacam gazebo dengan meja panjang dan bangku dari kayu panjang.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang