10a) I Will Survive

8 5 0
                                    

Ah... letupan-letupan itu muncul lagi dalam hatiku. Sudah hapal Aku, sebentar lagi ini pasti akan menjadi hentakan besar yang biasanya akan meledak. Ya... Meledak dengan desakan hebat dari dalam. Meledak dalam rupa amarah, teriakan kasar dan menakutkan. Oh Tuhan... Tolong... Tolong... Tolong Aku. Sudah berapa banyak orang takut dan menjauh karena menyaksikan amarahku yang sepertinya tidak terkontrol. Sudah berapa kali Aku harus mengundurkan diri dari kantor, karena merasa orang-orang di sekelilingku tidak bisa menerima keberadaanku. Kemarahanku tepatnya.

Hari ini sebenarnya berlangsung biasa saja, hingga seorang teman kantor menyapaku dan berlanjut dengan menanyakan pekerjaan.

"Lan, laporan yang kemarin sudah selesai?"

"Maaf Mbak Wita, saya belum sempat buatkan karena Pak Andi juga meminta saya untuk membuat konsep Surat permohonan kerja sama dengan PT. Ria Raya."

"Eh, kok kamu sok sibuk banget sih. Dimintain tolong gitu aja..."

Dalam sekejap, kata-kata Mbak Wita pun segera terdengar seperti dengingan panjang yang membuat telingaku sakit dan muncullah letupan-letupan dari hatiku. Rasanya aku tidak bisa menerima semua perkataan Mbak Wita. Aku sudah berusaha semampuku untuk membantu menyelesaikan tugas-tugasnya. Atau lebih tepatnya, mengerjakan semua tugasnya. Oh Tuhan, aku tak mampu menahannya lagi... Aku mau meledak... Oh Tuhan, aku ingin berteriak.

"Mba Wita denger ya...! Saya bukan budak di sini. Kamu yang sialan...! Selalu nyuruh-nyuruh orang ngerjain semua tugas kamu. Makan nih kertas...!"

Puluhan lembar kertas pun tercampak ke wajah wanita cantik berkaca mata itu. Dia tampak terkejut dengan reaksiku yang sangat mengamuk. Karena biasanya aku tidak pernah seperti itu. Cenderung diam dan tersenyum.

Tidak berhenti di situ. Aku segera pulang. Dan di rumah pun aku terus marah-marah. Karena makanan yang di meja tidak lagi hangat. Karena adikku sedang tertawa-tawa saat melihat televisi. Karena Ibuku menanyakan, kenapa pulang cepat dari kantor.

Sungguh Tuhan, aku lelah dengan semua ini. Bukan yang pertama kali ini terjadi. Sudah tiga kali dalam dua tahun sejak aku lulus kuliah. Kehidupan setelah lulus kuliah, masa mencari pekerjaan dan lingkungan di kantor rasanya sangat berbeda. Semuanya dapat dengan mudah memicu amarahku atau malah kadang memicu perasaan tertekan, takut tidak berhasil dan biasanya berujung pada mengurung diri di kamar.

Keluargaku mulai merasakan perubahanku. Mereka tidak mengerti mengapa aku sedemikian berubah. Jangankan mereka, akupun tidak mengerti. Rasanya semua orang memang ditempatkan di sekelilingku untuk memancing amarahku.

Tok...tok...tok...

"Lani, boleh Mama masuk?"

Aku tak menjawab, tapi pintu kemudian tetap dibuka. Mama masuk, seperti biasa dengan membawa makanan. Sejak pulang dari kantor tadi siang sampai malam ini, aku memang belum makan.

"Kamu, pasti lapar. Ini Mama bawa sup ayam. Makan dulu ya."

Ah... terimakasih Tuhan, Mama memang paling mengerti aku. Segera aku memeluk Mama dan menangis, "Mama, sepertinya Lani gila, sepertinya Lani jahat karena sering mengamuk, Mama, Lani kenapa begini Ma...?"

Dengan lembut Mama membelai rambutku. "Sayang, Mama senang kalau kamu sudah merasa tidak nyaman dengan keadaanmu sekarang. Mama ngerti, tidak mudah jadi kamu, terlebih dengan tekanan untuk mendapat pekerjaan terbaik karena prestasimu memang gemilang."

"Jadi, Lani harus apa Ma...? Lani tidak mau kembali ke kantor itu lagi..."

"Tidak apa-apa. Yang penting kamu tenang dulu. Bagaimana kalau besok kita ke Dokter? Supaya kamu bisa menceritakan semua perasaanmu."

***

Begitulah...

Kehidupanku jauh berubah sekarang, sejak bertemu dengan Dokter yang Mama maksud. Dokter Spesialis Jiwa tepatnya, Psikiater. Ada banyak sesi pertemuan yang kujalani. Dengan terapi obat-obatan juga.

Sekarang aku lebih bisa mengenali diriku. Lebih bisa mengontrol letupan-letupan itu. Aku bisa melihat bahwa setiap orang di sekelilingku sangat merasakan perubahanku. Aku bisa bekerja dengan baik sekarang. Walau tekanan pekerjaan dari atasan atau rekan kerja tetap ada, tapi aku mampu menghadapinya. Hidup ini indah. Aku menjalani hariku dengan langkah-langkah pasti. Aku adalah Lani yang sangat mengenali dirinya. Yang bisa membawa suasana indah bagi orang di sekelilingku, karena yang ada dalam hatiku juga indah.

Journey Into The Mind [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang