8. Aku Rela

379 45 11
                                    

"Kita tidak bisa mengorbankan Lily, Ma."

"Hanya itu satu - satunya cara untuk menyelamatkan perusahaan, Pa."

Papa menggeleng tidak setuju.

"Pa, coba pikirkan. Mereka hanya meminta kita menyetuhui kesepakatan yang mereka berikan. Tidak akan ada yang dirugikan dalam hal ini. Justru perusahaan akan selamat."

Papa tetap menggeleng. Kali ini sambil menangkup kepala dengan kedua tangannya.

"Pikirkan lagi, Pa. Mama gak bisa melihat perusahaan kita hancur begitu saja. Perusahaan itu sudah berdiri hampir empat puluh tahun. Itu warisan turun temurun dari Oma. Mereka hanya meminta Lily. Kesepakatan mereka cukup mudah, Pa."

"Lily bukan barang yang bisa kita tukar untuk mendapatkan uang, Ma. Dia berhak bahagia. Dia berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri."

"Mama ngerti,"Mama duduk dilantai. Mengelus lengan Papa penuh perasaan."Bukan hanya perusahaan yang akan tertolong. Tapi juga kehidupan Lily. Dia akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Lily akan bahagia, Pa. Mungkin awalnya akan terasa sulit. Tapi lambat laun, ketika dia sudah bahagia dia akan mengerti kenapa kita melakukan ini."

"Mereka dari keluarga baik dan berpengaruh. Papa gak perlu khawatir dan berpikir macam - macam. Mama yakin mereka tulus, Pa."

"Dari mana Mama tahu mereka tulus dan dari keluarga baik - baik? Mama sudah bertemu dengan mereka? Orang yang berniat tulus tidak akan meminta kesepakatan gila macam ini,"Papa meninju lengan kursi geram.

Mama menghela nafas. Mencoba sabar dan tetap tenang.

"Tidak semudah itu berpaling dan membuka hati untuk orang lain, Ma. Apalagi sudah ada Rafel di hati Lily. Salah, jika dia harus mengorbankan perasaannya hanya demi keegoisan kita."

"Hubungan mereka sudah lama berakhir, Pa. Mereka sudah tidak bersama lagi. Rafel memilih berpisah dan meninggalkan Lily."

Papa tampak menoleh kaget melihat Mama.

"Ini kesempatan bagus untuk Lily. Harus ada orang baru untuk menyembuhkan luka dihatinya. Dia harus belajar bangkit dan melupakan Rafel."

Papa terdiam.

"Seluruh aset sudah digadai. Mobil. Rumah. Butik Lara … "Mama mulai terisak."Kita akan kehilangan itu semua, Pa. Darimana kita akan makan? Dimana kita akan tinggal? Haruskah kita menjadi gembel? Mama gak mau jadi gelandangan hidup luntang - lantung gak jelas,"

Papa berdecak frustasi melihat Mama menangis terisak sedih. Sungguh, harga dirinya sebagai laki - laki dan kepala keluarga sudah tercabik - cabik.

"Kita tidak bisa mengorbankan Lily, Ma. Tidak bisa."

"Ini demi kebaikan kita semua, Pa. Lily pasti mengerti. Lily pasti bisa menerima. Dia anak yang baik dan penurut."

Lily tersenyum sinis mendengar kalimat terakhir yang dilontarka Mama diantara isak tangisnya. Entah itu murni tangisan atau hanya pura - pura untuk mendapatkan kepercayaan Papa, Lily tidak tahu.

Lily menghela nafas. Menghembuskannya pelan. Lalu melangkah menuju kamarnya.

Kali ini drama apa lagi yang akan terjadi dalam hidupnya. Ia harus menikahi orang kaya dan menggadaikan seleuruh hidupnya untuk menyelamatkan perusahaan? Menjijikkan.

Memangnya ia superhero?

Lily menghempaskan pantatnya pada kasur dikamar.

Katanya roda kehidupan berputar. Katanya tak ada kesedihan yang abadi. Katanya pula tidak akan ada pelangi jika hujan tidak menghampiri.

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang