2. Kenapa Aku Berbeda, Ma?

657 59 5
                                    

Malem beb😁
Minta vote dan komennya doong
😁😘😘

Gojek yang ku tumpangi berhenti tepat didepan gedung dua puluh lantai denga tulisan Rs. Mitra Husada dibagian ujung atas gedung.

Aku menyerahkan helm. Memberikan lima bintang pada smartphone yang dijulurkan oleh Mas gojek. Mengucapkan terimakasih atas jasanya mengantarkanku malam - malam begini ke rumah sakit lalu berlari masuk.

Telat. Aku telat kembali ke rumah sakit. Pertemuanku dengan Rafel menghabiskan waktu lebih banyak dari yang ku perkirakan.

Pembahasan tentang hubungan kami yang bisa dibilang sedang berada di ujung tanduk tak kunjung menemukan titik damai.

Pertengkaran selalu menjadi penutup disetiap pertemuan kami. Pertarungan emosi tak kunjung selesai. Ego dan keangkuhan mengusai. Tidak ada yang mau mengalah. Tidak ada yang bersedia berlapang dada mengakui kesalahan.

Aku dan Rafel. Kita sama - sama keras kepala. Kita punya prinsip dan sudut pandang yang ... sangat jauh berbeda. Setidaknya dalam satu bulan terakhir ini.

Aku lelah menghadapi keadaan ini. Aku ingin berhenti. Aku ingin menyerah.

Andai saja hati ini bisa dikompromi. Andai saja rasa ini bisa ku buang dengan mudah. Andai saja cinta itu bisa menghilang tanpa meninggalkan kenangan. Andai saja kekecewaan bisa ku libas dalam sekali helaan nafas. Andai ....

Bhuukk.

Aku merasa kepalaku membentur sesuatu yang keras. Tubuhku terhuyung kebelakang. Seperti melayang sesaat dan sebentar lagi akan jatuh berdebum dilantai.

Tidak. Aku tidak jadi terjatuh. Seseorang menarik lenganku lalu memelukku dengan erat. Aku terhenyak. Tubuh kami menempel dengan sempurna. Bisa ku dengar suara detak jantung yang berdetak dengan kencang.

Bukan. Itu bukan suara jantungku. Suara itu berasal dari seseorang dihadapanku. Yang sedang memelukku erat.

"Ma ... Maaf, saya tidak sengaja,"aku langsung menarik diri."Saya buru - buru ... saya benar - benar minta maaf,"

"Ponselnya ..."aku meringis melihat benda pipih berwarna hitam tergeletak dilantai dengan kondisi layar retak.

Aku membungkuk. Memungut ponsel yang terlempar cukup jauh ke samping.

Astaga. Harga ponsel ini ... seharga satu tahun gajiku.

"Layarnya retak ..."aku bergumam pada diri sendiri sambil menggigit bibir penuh rasa bersalah. Ku elus layar ponsel yang memang retak dibeberapa bagian. Jiwa misqueen ku seketika berontak.

"Saya ganti,"ucapku lantang. Meski ada sesuatu yang bergejolak di dalam dada. Aku mengangkat wajah. Menatap tepat pada sepasang mata teduh yang dinaungi dua alis tebal.

Dia menatapku lekat. Tatapan menyelidik bercampur ... khawatir. Entahlah.

"Saya ganti,"ulangku kemudian karena ucapanku tadi tidak mendapat respon.

"Kamu ... kamu tidak apa - apa?"

Pertanyaan tidak terduga itu membuatku sedikit kaget.

"Gak ada yang luka?"dia bertanya lagi.

"Cengkramanku gak melukai kamu, kan?"dia mengangkat tangan dan menggerakkannya seperti gerakan melambai tepat didepan wajahku.

Aku tidak menjawab. Jadi, dia benar mengkhawatirkanku? Dia khawatir padaku dan bukan pada ponsel seharga satu tahun gajiku?

Aku ingin tertawa mengejek. Tapi kutahan sekuat tenaga. Aku sedang bertemu dengan putra sultan baik hati atau dengan bajingan brengsek yang sedang bermain peran menjadi nice guy?

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang