Selamat membaca 😊
Semoga suka🤗"H - hai. Aku ... Boleh masuk?"
Lily menutup pintu dengan gerakan pelan. Sampai tidak menimbulkan suara kecuali hanya suara nafas miliknya dan decitan kursi putar yang diduduki Zio.
Hawa dingin dari AC yang diputar maksimal seketika menerpa wajah dan tubuh Lily begitu memasuki ruang kantor kerja Zio yang begitu ... mewah.
Lily memandang ruangan yang didominasi warna putih itu dengan tatapan kagum. Hingga pandangannya terhenti pada sosok Zio yang tengah duduk dikursi kerjanya. Sedang serius menulis sesuatu pada jurnal diatas meja kaca dengan papan nama bertuliskan CEO.
Lily menelan ludah. Grogi dan gugup bercampur jadi satu. Terlebih laki - laki itu sama sekali tidak mempersilahkan dirinya duduk. Kehadiran Lily seperti tidak terlihat dimata Zio.
"Aku ... boleh duduk?"Lily bertanya sambil menunjuk sofa hitam mewah yang tersedia diruangan Zio.
"Hm,"Zio menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari berkas dimeja.
Lily duduk dengan perasaan seperti tersangka pembunuhan yang sedang menunggu sidang keputusan dari hakim. Tegang dan gelisah. Namun tetap mencoba untuk terlihat tenang.
Jujur, pertengkaran adalah hal biasa yang terjadi pada setiap orang. Entah disebabkan karena perbedaan pendapat, ego yang tinggi, atau karena sebuah kesalah pahaman seperti yang sedang terjadi diantara dirinya dan Zio.
Tapi, Lily selalu bisa mengatasi semua itu dengan caranya sendiri dan selalu berakhir sukses.
Ketika masih menjalin hubungan dengan Rafel dan berada dalam situasi seperti ini, ia tidak pernah sampai gugup dan tegang yang membuatnya sampai kehilangan akal dan tidak tahu bagaimana caranya memulai suatu obrolan.
Dialah yang selalu bisa membuka suara dan mengembalikan keadaan seperti semula. Lalu kenapa sekarang otaknya jadi heng dan tidak tahu harus berbuat dan berbicara apa?
For your information. Lily sengaja memberanikan diri datang ke kantor Zio tanpa persiapan apa - apa. Hanya berbekal berani dan sikap optimis bahwa ia bisa menyelesaikan perang dingin yang terjadi antara dirinya dan Zio.
Sialnya, keberaniannya menciut setelah mendengar bentakan Zio ketika membuka pintu tadi.
Sikap optimisnya berubah menjadi pesimis karena sampai dimenit kedua puluh Lily diruangan ini, tidak ada yang terjadi kecuali hanya kebisuan yang terus tercipta.
Aku harus gimana? Ini ... harus aku yang bicara duluan?
"Ada perlu apa?"
Lily tersentak mendengar Zio yang bersuara tiba - tiba. Bukannya menjawab, Lily malah diam dan hanya menatap Zio dengan wajah bingung.
"Kalau tidak ada yang mau dibicarakan kamu bisa pergi. Aku sibuk,"Zio meletakkan berkas yang sudah dikoreksi pada sisi lain dimeja. Lalu beralih pada berkas selanjutnya.
"Aku,"Lily meremas tangannya sendiri."Ada yang mau aku bicarakan."
"Bicara saja. Aku mendengarkan."
Lily bergerak gelisah dalam duduknya. "Kamu bisa pindah sebentar duduk disini?"tangan Lily menunjuk sofa tunggal disebelahnya."Jaraknya terlalu jauh,"Lily menambahkan karena melihat kekesalan diwajah Zio. "Gak enak ngomongnya kalau jauh - jauhan."
Meski harus berdecak dan enggan, Zio berpindah duduk seperti yang di instruksikan Lily.
"Bicara,"perintah Zio. Masih sok sibuk memeriksa berkas dan sesekali memberikan coretan dibeberapa bagian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lily (End)
Random"Apa yang dipersatukan Tuhan tidak akan bisa dipisahkan manusia" - Zio Akbar Syahputra - "Kamu tahu dengan siapa aku ingin menjalani sisa hidupku?" - Lily Anandita . A - "Cobalah bertanya pada takdir, siapa yang akan menjemputmu terlebih dulu? Jodoh...