23. Pelangi setelah hujan

496 56 21
                                    

Haaaaaiii,
Kuy lagi rajin setor😁
Selamat membaca yaaa🤗

Tiga puluh menit berlalu. Mereka terdiam tanpa suara. Hujan semakin deras mengguyur kota Jakarta. Suara petir saling bersahutan membelah langit malam.

Lily sudah mengganti baju basahnya dengan kemeja milik Zio. 

Rambut basahnya sudah dikeringkan oleh sepasang tangan dingin yang sejak Lily berlari memeluknya dengan tangisan tadi, memasang ekspresi wajah tak bersahabat.

Kini, mereka duduk diruang tengah dengan posisi Zio bersila diatas karpet. Tangannya menekan kaki Lily yang bengkak menggunakan handuk hangat.

Bagian telapak kakinya lecet karena benda tajam yang Zio yakini adalah serpihan kaca.

Bukan hanya dikaki, serpihan kaca itu juga menancap ditangan dan jarinya. Zio sampai harus menggunakan pinset untuk mengeluarkan kaca kecil itu dari kulit Lily.

Anehnya, wanitanya itu sama sekali tidak mengaduh atau meringis kesakitan. Pandangannya kosong. Pikirannya seperti melayang entah kemana.

Jemari indah yang selalu Zio genggam itu kini berbalut plaster dan perban. Wajah cantik yang selalu Zio rindukan tertutup kabut kesedihan. Senyum menawan dari bibir yang menjadi candu baginya enggan terlukis.

Zio menghela nafas berat. Melihat Lily seperti ini membuat Zio marah.

Hampir satu minggu tidak bertemu, dipisahkan oleh jarak dan waktu. Lalu ketika kembali ia harus melihat wanita yang disayanginya kacau balau tanpa tahu siapa penyebab dari semua kekacauan ini.

Sial. Harusnya ia tidak membiarkan Lily sendirian terlalu lama. Harusnya ia selalu ada untuk melindunginya.

"Sudah. Nanti bengkaknya pasti hilang sendiri."

Zio menepis tangan Lily yang menyuruhnya untuk berhenti.

"Zio. Hentikan. Kamu pindah deh duduk diatas. Sini,"Lily menepuk sofa disebelahnya. "Melihat kamu duduk disitu sudah seperti babu, tau gak?"

"Diam."

"Kamu kenapa marah?"Lily menunduk. Mencoba menyentuh pipi Zio yang serius mengompres kakinya.

"Lalu, aku harus tertawa melihat keadaan kamu seperti ini?"

"Aku baik - baik saja, Zio. Ini cuma luka kecil. Nanti juga sembuh."

Zio berdecak tidak suka mendengar Lily bersikap seperti tidak terjadi apa - apa.

"Aku yang tidak baik - baik saja."

"Jangan marah …"

"Aku harus marah. Jadi katakan, siapa yang sudah melukai dan membuat kamu jadi seperti ini!"

"Bukan orang lain. Ini karena kesalahanku sendiri."

"Berhenti berpura -pura!"Zio melempar handuk kasar.

"Berhenti berbicara seolah kamu baik - baik saja. Keluarkan semua yang kamu rasakan. Amarah. Kecewa. Memaki saja sesuka kamu. Atau menangis seperti tadi. Jangan hanya diam karena itu membuatku semakin bingung."

Mata Lily berkaca - kaca melihat emosi Zio.

"Aku gak suka kamu disakiti seperti ini."

Zio berdiri dan menghembuskan nafas keras - keras untuk mengalihkan emosi yang hampir meledak.

"Aku bilang, jangan maraahh …"

"Gak bisa. Kepalaku ini rasanya mau meledak. Ini yang kamu bilang baik - baik saja? Badan menggigil basah kuyup. Tangan dan kaki lecet semua. Apanya yang masih baik - baik saja, hah?!"

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang