10. Sebersit Rasa, Benarkah?

386 50 9
                                    

Selamat malam😊
Salam kenal untuk new followers
Dan
Selamat membaca😊

Pagi ini menjadi pagi penuh drama bagi Lily. Setelah insiden tidak jelas di apartement Zio yang berujung dengan pertengkaran mereka karena Lily menolak untuk diantar ke rumah sakit, di rumah sakit Lily kembali harus menahan sabar karena pasien kecelakaan yang susah ditangani akibat berada dibawah pengaruh alkohol.

Pasien itu mengamuk sambil menyerang para suster dan perawat yang mencoba mengobati. Suasana ruang UGD menjadi gaduh karena teriakan. Alhasil security pun turun tangan untuk menangani pasien. Bahkan tangan dan pipi Lily sampai terluka terkena amukan pasien.

Belum lagi ketika sedang melakukan operasi, Lily terpaksa harus menangani dua proses pembedahan sekaligus di dua ruangan yang berbeda.

Bisa bayangkan coba gimana rempongnya melakoni dua operasi sekaligus dengan proses pembedahan yang berbeda? Untung saja ia setrong.

Shesil, selaku pemimpin tim operasi membuat kesalahan ketika melakukan biopsi dan endoskopi pada pasien kanker usus. Akibatnya, Lily yang harus bertanggung jawab dan mengambil alih operasi karena dokter Revan juga sedang menangani pasien.

Heran ya, gak ada satupun kerjaan yang becus ditangan Shesil. Kenapa dia bisa jadi dokter bedah sih? Harusnya dia jadi artis saja.

"Kamu ada masalah apa sih sama aku?"

Sinis suara Shesil menyambut Lily yang baru saja keluar dari ruang operasi menoleh.

"Kenapa pasien - pasien aku selalu kamu ambil? Kamu gak ada kerjaan atau gimana sih?!"hentak kaki Shesil menunjukkan kekesalannya pada Lily.

Lily membuka masker. Membuangnya ke tempat sampah. Kemudian membuka sarung tangan dan juga membuangnya ke tempat sampah. Ia menelisik Shesil dari ujung kepala hingga ujung kaki. Menghela nafas lalu melangkah pergi sambil mengikat rambutnya ke atas.

"Lilyyyyyyyy! Ugh, nyebelin banget siiih!!"

Aku capek ngomong. Terserah dia deh mau treak - treak gimana.

"Lily! Awas ya! Aku gak akan biarin kamu rebut pasien aku lagi! Dasar maling gak tahu malu!"

Ada ya manusia macam dia? Mau bilang terimakasih aja susahnya setengah mati. Sudah untung ditolongin. Sudah untung dia selamat dari komite kedisiplinan dan departemennya terbebas dari tuntutan malapraktik. Malah ngoceh gak jelas.

Lily kembali menghela nafas ketika melihat masih ada sekitar lima pasien yang sedang menunggu diruang tunggu untuk segera ia periksa.

Sepertinya ia memang harus mengadu pada dokter Revan untuk menambah satu karyawan lagi. Lelah kalau setiap hari harus seperti ini.

"Din … saya ke kamar mandi sebentar ya. Tolong bilang sama pasien untuk menunggu sebentar."

"Siap dok. Cincinnya gak dipakek dok?"suster Dian senyam - senyum sambil melirik ke arah jari Lily.

"Cincin apa?"

"Ah, dokter Lily mah suka pura - pura gak tahu," suster Dian cekikan.

Dahi Lily berkerut. Bingung. Apa sih maksudnya? Belum sempat bertanya lanjut, suster Dian sudah keburu pergi mengganti infus pasien.

"Lilyyyyy, wait, wait, waaaaiiiiitt," Debby yang entah datang dari mana menghalangi langkah Lily sebelum masuk ke kamar mandi.

"Kenapa? Aku mau ke toilet nih, minggir."

"Tunggu dulu, bentar, hengpon lo mana?"

"Kenapa?"

"Hengpon lo mana? Lo gak cek chat gue? Serius hape lo gak tang tung tang tung dari tadi?"

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang