14. Marah (1)

456 44 17
                                    

Salamat malam😊
Salam kenal untuk new followers😚
Selamat membaca,

Suasana ruang tamu malam itu penuh dengan suara Lara yang berapi - api bercerita tentang kesehariannya mengurusi butik yang semakin hari semakin ramai pengunjung.

Lara juga bercerita ada beberapa merk pakaian ternama baik dari dalam maupun luar negeri yang mengajaknya untuk bekerja sama.

Pujian dari Mama mengalir seiring dengan cerita Lara. Mama juga menambahkan kalau kesuksesan yang sedang menanti Lara berkat perusahaan Papa yang sudah kembali stabil.

Harga saham perusahaan mulai normal. Investror kembali berdatangan. Dan persoalan keuangan terselesaikan dengan baik.

Lara sempat menyinggung betapa kayanya keluarga calon suami Lily sampai mau membantu keuangan perusahaan Papa yang sedang pailit. Lara melanjutkan kalau ia sangat penasaran dengan keluarga Akbar dan ingin secepatnya bertemu dengan mereka.

Pada bagian ini, Rafel mulai menimpali topik yang sedang dibahas Lara dan Mama. Rafel bertanya tentang siapa yang akan dijodohkan dengan Lily. Berasal dari keluarga mana dan pemilik dari perusahaan apa.

"Astaga, non Lily bikin kaget bi Sri saja."

Lily tersenyum dan mengambil gelas.

"Non lewat pintu mana?"bi Sri celingukan karena memang tidak melihat kedatangan Lily. Tau - tau sudah berdiri saja disebelahnya.

"Lewat belakang,"tunjuk Lily pada pintu belakang dapur yang terhubung dengan teras samping rumah.

Bi Sri hanya menghela nafas dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Memotong cheese cake Lara dan meletakkannya dipiring.

"Gak baik atuh non menghindar begitu. Kalau non terus seperti itu, si … "bi Sri mengamati sekeliling sebelum melanjutkan. "Si tunangan non Lara itu malah jadi GR. Dikiranya non masih ada rasa sama dia. Malu atuh non, masih banyak laki - laki diluar sana yang lebih top dari dia."

Lily meneguk air digelas sambil tersenyum geli mendengar bi Sri ngomel. "Bukan menghindar. Tadi Lily habis buang sampah. Kalau kedapur lewat pintu depan kan muter, bi,"karang Lily setenang mungkin. Padahal ia memang sengaja  lewat pintu belakang karena mendengar suara Rafel di ruang tamu.

"Cakep kalau gitu non,"bi Sri memberikan satu jempol pada Lily. "Nanti non Lily juga harus bawa pasangan kesini. Biar adil. Biar cah kurang ajar itu sadar kalau dia memang gak ada pantas - pantasnya sama non Lily."

Melihat cheese cake yang dihidangkan bi Sri dipiring, Lily jadi teringat Zio. Pasalnya, ketika mereka berhenti di pusat oleh - oleh ketika diperjalan pulang dari Bandung, lelaki itu sampai membungkuskan semua varian cheese cake di sebuah toko kue hanya karena Lily memandangi satu persatu kue itu karena model mereka yang cantik.

"Mau yang mana? Kamu suka yang mana? Itu? Yang itu? Itu lagi? Kalau perlu sama tokonya aku beli. Mbak, tolong bungkus ini, ini, ini, ini, ini, ini, ini, sama ini juga. Fresh from the oven ya."

"Non kenapa senyum - senyum sendiri?"

Lily buru - buru membuang muka. Meneguk air digelasnya sampai habis. Sialan, kenapa jadi ingat si Zio?

"Non mau kue ini juga?"

Lily menggeleng. "Memangnya Lily boleh makan makanan punya Lara?"

"Hush, ya jelas boleh non. Siapa yang berani larang selama ada bi Sri disini?"kelakar bi Sri.

"Gak usah,"Lily mendorong kembali piring kecil berisi kue yang diberikan bi Sri. "Itu punya Lara. Nanti Mama jadi tambah benci sama Lily. Lily makan salad saja,"Lily membuka kulkas dan mengambil semangkuk kecil salad buah dari dalam.

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang