22. Izinkan aku bahagia

396 54 13
                                    

Haaaii kalian,
Selamat membaca yaaa😁🥰😘

Lily langsung menghubungi nomer Zio ketika menerima surat dengan amplop putih berlogo rumah sakit tempatnya bekerja.

Dadanya berdegup kencang menanti dering telpon tak kunjung tersambung.

"Ya, sayang?"

Lutut Lily langsung lemas seketika. Tiga hari lebih tidak mendengar suara Zio membuat aliran darah disekujur tubuh Lily serasa dijalari beribu semut.

Dreg degan. Gugup dan juga malu.

Zio sedang ada perjalanan bisnis keluar kota. Dan komunikasi via telpon yang mereka lakukan sangat terbatas karena kesibukan masing - masing.

"Ada dimana?"

"Dihatimuh."

Lily menggigit bibir mendengar sahutan receh Zio.

"Aku serius. Kamu dimana?"

"Aku seribu rius malah. Aku disini. Disamping kamu."

"Gak lucu."

"Yang bilang lucu siapa?"

"Zio!"

Zio cekikikan. "Masih di Samarinda sayang. Ada apa? Kamu apa kabar?"

"Kabarku baik. Kamu?"

"Buruk."

"Kenapa? Kamu sakit?"suara Lily mulai terdengar panik.

"Hem. Sakit rindu."

Dasar. Kang gombal.

"Hasil tesnya sudah keluar."

"Lalu?"

Lily menunduk. Membaca kembali angka - angka pada kertas itu dengan perasaan masih berdebar tak karuan.

"Kamu benar. Semua yang kamu katakan benar."

Hening beberapa saat.

"Sekarang sudah percaya?"

Lily mengangguk yang tentu saja tak bisa dilihat Zio.

"Kamu menghawatirkan sesuatu yang tidak seharusnya kamu khawatirkan. Sudah kubilang, percaya saja padaku."

"Aku hanya takut."

Hening lagi.

"Apa yang kamu takutkan? Sekarang ... Aku milikmu. Seutuhnya,"bisik Zio.

Wajah Lily blushing tanpa bisa dicegah.

"Tapi kamu pengecut."

"Itu sebuah pujian?"

Lily menahan tawa. "Aku sedang ngatain kamu, Zio."

Tawa Zio berderai diujung telpon. "Aku gak bisa nih kalau harus ngomong seperti ini dengan kamu di telpon. Aku pesan tiket penerbangan hari ini juga ke Jakarta."

Lily memilin ujung jasnya sebelum menjawab malu - malu. "Gak usah lebay. Selesaikan saja urusan kamu disitu."

"Rindu, gak?"

"Siapa?"

"Kamu."

Lily tidak menjawab. Namun senyum yang terlukis tiada henti dibibir sudah mampu menjawab semuanya.

"Aku pasti pulang. Tunggu aku ya."

Lily semakin banter memilin ujung jas nya. "Kapan?"

"Secepatnya."

Lily (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang