10. Lembaran Baru

1.1K 192 22
                                    


Menno mengerutkan kening saat Neria dan beberapa pelayan masuk ke paviliunnya, lalu meletakkan berbagai jenis makanan di meja, lengkap dengan berbagai teh dan air panas. Pagi-pagi begini?

Neria mengedipkan mata, tapi tidak memberi penjelasan, dan pergi begitu saja. 

Menno tidak punya kesempatan menerka-nerka apa yang sedang terjadi, karena tidak lama kemudian, dari kejauhan dia melihat Artunis berjalan ke arah paviliunnya, di bawah sinar matahari pagi, sudah dengan pakaian lengkap, membuat Menno tanpa sadar tersenyum. 

Dalam kaftan krem berlengan pendek yang cocok untuk musim yang mulai panas dengan sulaman-sulaman berwarna emas dan tembaga, senada dengan tuniknya dan topeng di wajahnya, ditambah sabuk emas bertatahkan batu delima yang terikat di pinggangnya, Ar...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam kaftan krem berlengan pendek yang cocok untuk musim yang mulai panas dengan sulaman-sulaman berwarna emas dan tembaga, senada dengan tuniknya dan topeng di wajahnya, ditambah sabuk emas bertatahkan batu delima yang terikat di pinggangnya, Artunis terlihat seperti seorang raja dalam kisah-kisah legenda.  Ditambah matanya yang tajam dan langkahnya yang tegas, membuat Menno tidak bisa memalingkan wajah — otaknya sibuk mengingat setiap detilnya untuk diabadikan di atas kanvas suatu hari nanti. 

Sementara Menno sendiri.....masih pakai baju rumah. 

Artunis mengangkat alis saat melihat penampilan Menno yang santai dengan tunik putih (baju tidurnya) dan luaran biru muda dari sutra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Artunis mengangkat alis saat melihat penampilan Menno yang santai dengan tunik putih (baju tidurnya) dan luaran biru muda dari sutra. Rambutnya, walaupun tidak kusut, jelas-jelas belum disisir. Meski begitu, Menno sudah sibuk menggulung kertas sambil menatapnya, tidak menghiraukan burung merpati di pundaknya yang asyik membuat sarang dari helaian-helaian rambutnya. 

Artunis menggelengkan kepalanya dan duduk di depan meja, tanpa basa-basi mulai makan.

Menno mengikatkan pesannya pada kaki burung merpati dan melepaskan burung itu, lalu menyusul Panglima di meja makan.

"Pesan untuk Eurig?" tanya Artunis sembari mengunyah roti bundar di tangannya. 

Menno mengangguk sambil mengambil racikan teh kahalu miliknya dan mulai menyeduh. 

"Aku membuat salinan halaman yang kita temukan, dan meminta Eurig mencoba menyelidiki buku apa itu. Kalau kita bisa mendapatkan buku itu, mudah-mudahan kita bisa tahu rencana mereka."

Agung (Artunis #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang