18. Misi Penyelamatan (2)

860 173 29
                                    

"Hey! Mau ke mana kamu?!"

Nafas Askar seketika tercekat. Dirinya tengah menyelinap keluar dari gua, berharap tubuhnya tersembunyi dalam kegelapan, menuju ke tempat Menno dan dirinya menyembunyikan kuda, dan tiba-tiba, sebuah suara lantang memanggilnya. 

Askar otomatis menoleh, matanya bertatapan dengan salah satu bandit yang sedang mengelilingi Menno. Saat itu juga, Askar melirik Menno dan seketika menarik lengan Putra Agung kedua, menggendongnya sambil berlari sekuat tenaga. Di belakangnya, Ram yang juga sadar bahwa mereka berada pada posisi berbahaya, tanpa banyak bicara mengikuti Askar, disusul dengan teriakan para bandit yang menyambar obor dan berlari ke arah mereka. 

Dengan cekatan Askar menaikkan Putra Agung ke atas pelana kudanya, lalu melompat naik menyusul. Seetelah memastikan bahwa Ram sudah melakukan hal yang sama, Askar memukul sisi tubuh sang kuda, memacunya secepat mungkin melewati sela-sela pepohonan. 

"Askar! Paman Menno!" 

Panglima Muda itu tidak menghiraukan kekhawatiran Arasher, dan terus melaju disusul Ram yang mengendarai kuda Menno. Telinganya yang tajam dapat mendengar derap kaki kuda para bandit yang mengejarnya. Sepertinya, sebagian dari mereka cukup cepat berpikir, mengambil kuda dan menyusul, tidak seperti para bandit yang mencoba mengejar mereka tanpa tunggangan. 

"Askar!" Putra Agung di depannya kembali memanggil. Askar menunduk singkat ke arahnya sebagai tanda bahwa dia mendengarkan, tapi tidak sedikit pun mengurangi kecepatannya. "Paman Menno," lanjut Arasher untuk kedua kalinya. 

Askar menelan ludah.

"Putra Agung, kita tidak mungkin kembali."

Walau dirinya hanya melirik Menno kurang dari sedetik, walau Askar tahu bahwa dia bahkan tidak sempat melihat baik-baik wajah tabib itu, tapi dia yakin bahwa Menno akan menyetujui keputusannya membawa Arasher pergi sekalipun itu berarti meninggalkannya di sarang bandit. Lagipula, bagi Askar, memilih antara Menno Karan dan adik dari Panglima-nya bukanlah hal yang sulit. 

Arasher mau membantah, tapi suara siulan keras membuatnya mendongak. Sekelibat dia melihat bayangan Aetos melayang di langit malam. Entah kenapa, mengetahui bahwa elang besar itu berada di dekatnya membuatnya merasa aman.

Mulai frustrasi karena tidak bisa mempersempit jarak, para bandit di belakang mereka mengambil langkah lain. Salah seorang yang berada di posisi paling depan meraih belati di kakinya dan melemparkannya ke arah Askar. 

Whuush!

Tanpa sempat berpikir Askar mengelak, luput dari pisau yang lewat hanya sejengkal dari tubuhnya. Lemparan berikutnya, Askar merunduk, tubuhnya hampir dengan sempurna melingkupi tubuh Arasher seperti sebuah perisai besar. Lagi-lagi, senjata lawan hanya lewat di atas kepalanya tanpa menimbulkan cedera. Lemparan ketiga, keberuntungannya habis. 

Belati yang dilemparkan lawan menancap kuat di sisi tubuh kudanya, membuat makhluk malang itu meringkik kesakitan, sebelum oleng dan rubuh di sela-sela pepohonan. Askar memeluk erat tubuh kecil Putra Agung dan mereka berdua terpelanting ke belakang. Suara erangan Askar nyaris tidak terdengar, beradu dengan suara tubuh mereka berdua yang berdebum keras di tanah.

"Putra Agung," bisik Askar terengah, "Anda baik-baik saja?"

Arasher segera melepaskan diri dari rangkulan Askar dan berlutut di sisinya, memeriksa Panglima Muda itu. Tentu saja dirinya tidak apa-apa, tubuh Askar berada tepat di bawahnya seperti sebuah bantalan saat mereka jatuh. Askar, di sisi lain...

Ram yang menyadari situasi memacu kudanya menghampiri mereka, mengulurkan lengannya pada Arasher. 

"Putra Agung, berkudalah bersama saya."

Agung (Artunis #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang