16. Tidak Terduga

979 175 24
                                    

Bruk!

"Hmfh!" 

Suara erangan Arasher tertahan kain tebal yang membekap mulutnya saat tubuhnya dihempaskan ke tanah. Bukan hanya mulutnya, para bandit yang berhasil menangkapnya sore tadi juga membungkus wajahnya dengan kain hitam, membuat matanya tidak berfungsi sementara mereka mengangkutnya — dan Ram — entah ke mana. 

Arasher tidak tahu mana yang lebih mengerikan: ditangkap dan disekap bandit atau dimarahi Abangnya jika dia berhasil melarikan diri. Dirinya sama sekali tidak menyangka ada bahaya mengintai saat dirinya berkuda mengejar rusa buruannya masuk semakin dalam ke hutan. Sebelum dia sadar apa yang terjadi, segerombolan bandit menyergapnya, membunuh semua pengawalnya, hanya menyisakan dirinya dan Ram. 

Dan Aetos, yang entah melayang ke mana.

"Bos," suara bandit yang Arasher rasa baru saja menjatuhkannya terdengar. "Lihat siapa yang kami temukan di tengah hutan?"

Bandit itu dengan kasar melepaskan kain hitam yang membungkus wajahnya, sehingga Arasher untuk pertama kalinya setelah beberapa jam kembali bisa melihat sekeliling. Putra Agung cilik itu mengedipkan matanya, kembali membiasakan diri dengan cahaya di sekitarnya, meski tidak begitu banyak yang bisa dia lihat, mengingat matahari sudah tenggelam, dan hanya cahaya obor yang membantu penglihatannya. 

Arasher menoleh ke sisinya. Bandit yang meringkus dan membawanya berdiri menjulang di sebelahnya, bayangan dari obor mungkin bisa menyembunyikan wajahnya, tapi Arasher tidak mungkin lupa bentuk tubuh dan suara pria itu. 

Beberapa langkah darinya, Ram masih terbaring di tanah, tampaknya tidak sadarkan diri. Para bandit memukulnya hingga kehilangan kesadaran sebelum mengangkutnya bersama Arasher. Satu-satunya alasan mereka tidak membunuh Ram adalah warna kulit dan aksennya yang menunjukkan bahwa dia bukan orang Estahr, dan karena itu, mungkin bernilai material tinggi. Lalu di hadapannya...

...di hadapannya adalah seorang pria berambut panjang. Tubuhnya terbilang kekar untuk orang seusianya, dan sinar matanya terlihat terlalu tua untuk seorang Putrabumi. Apa dia seorang Agung? Apa urusan seorang Agung di tengah hutan bersama para bandit? Bukankah Ayahanda selalu bilang mereka adalah ras para Raja dan Ksatria? 

"Cuma seorang anak kecil?" tanyanya pada bandit di dekat Arasher. Suaranya membuat tubuh Arasher menegang waspada. 

Pria itu tidak menunggu jawaban. Dia berdiri, menyambar obor dari tangan seorang bandit di dekatnya dan berjalan pelan ke arahnya. Arasher tahu bahwa dia adalah seorang anak kecil tinggal sekian lama bersama Abang membuatnya cukup sadar akan hal itu tapi Arasher yakin bahwa dia bukan cuma seorang anak kecil. Dan pemimpin gerombolan bandit itu akan segera menyadarinya saat melihat warna rambutnya. Sesederhana itu.

Tanpa basa-basi sang 'Bos' berlutut di depan Arasher sambil mengacungkan obor untuk melihatnya lebih jelas. Dengan bantuan sinar obor Arasher melihat kening pria itu berkerut saat mencoba mencermati wajah dan penampilannya, lalu sedetik kemudian matanya membesar saat menyadari siapa anak kecil yang tersungkur di depannya. 

"Sial."

***

"Sial..."

Hallstein merasa seluruh bulu kuduknya berdiri saat menyadari siapa anak yang baru saja diculik oleh anak-anak buahnya. 

Rambut merah.

Putra Agung Surpara.

Tembok Surpara tinggi dan tak tertembus, bahkan berita pun sulit menggeliat lewat. Bagaimana mungkin dia tidak mendengar bahwa Artunis bukan satu-satunya Putra Agung di Surpara. Bukan itu saja, bagaimana mungkin dia bisa tidak tahu bahwa Putra Agung Cilik Surpara sedang ada di sekitar sana? 

Agung (Artunis #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang