17. Misi Penyelamatan

866 182 25
                                    

Artunis tidak menduga dan tidak mengharapkan pemandangan yang mewarnai kedatangannya kembali ke perkemahan perburuan. 

Panglima Agung itu lelah. Dia berkuda ke perkemahan Pasukan Fajar, mengatasi masalah yang mereka laporkan, memberikan perintah kepada anak buahnya, dan beristirahat sangat larut malam. Sepagian tadi, Artunis kembali memastikan pasukannya memiliki cukup persediaan makanan dan obat-obatan, mengikuti latihan pagi (mumpung dia berada di sana), dan langsung berkuda kembali ke perkemahan. 

Yang dia inginkan adalah duduk tenang di tendanya sambil menyantap daging buruan disertai anggur panas, ditemani oleh Arasher adiknya. 

Bukan melihat kedua penjaga gerbangnya nyaris bertarung dengan seseorang berseragam militer Mirchad.

"Saya perlu bicara dengan Putra Agung Artunis sekarang juga," seru tamu tak diundang itu. 

Artunis memijat keningnya, persis di atas topeng emasnya, ketika menyadari bahwa dia pernah melihat orang itu sebelumnya — Kyros Grimwald. 

Sejak kejadian di Vasa bertahun-tahun silam, Artunis belum pernah melihatnya lagi. Bukannya mereka tidak berhubungan, tapi urusan apa pun antara Vasa dan Estahr, atau antara Pasukan Fajar dan tentara Vasa, dilakukan melalui surat dan kurir. 

Sejujurnya, mengingat orang ini pernah mengoyak-ngoyak punggung Menno dengan cambuk, Artunis tidak terlalu ingin bertemu dengannya. 

Walau tentu saja, sampai sekarang pun Kyros belum tahu bahwa Artunis dan Arya adalah orang yang sama. 

Kedua penjaga gerbang menyadari kedatangan Panglima mereka, dan segera berdiri tegap lalu membungkuk memberi hormat. Kyros, melihat tingkah mereka, berbalik dan bertatapan dengan orang yang Menno panggil dengan sebutan Malaikat Maut, Panglima Pasukan Fajar di atas punggung kuda. 

Terkesima mungkin adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan reaksi Kyros. Dia hanya berdiri terpaku di sana seperti orang bodoh, sementara sang Putra Agung turun dari kudanya dan berjalan mendekatinya. 

Artunis tidak melepaskan pandangannya dari Kyros sampai mereka berdiri berhadapan, dan Kyros setelah sukses menyadarkan diri, memberikan salam. Artunis hanya perlu melirik kedua penjaga gerbangnya untuk membuat mereka melapor. 

"Panglima," kata salah seorang dari mereka, "orang ini sudah menunggu Panglima sejak siang tadi. Dia bilang ada pesan penting yang harus dia sampaikan."

Artunis mengangguk dan berjalan masuk ke perkemahan menuju tendanya, setelah memberi tanda agar Kyros mengikutinya. Dengan dikawal oleh dua orang prajurit, Kyros menurut, meski dengan kewaspadaan penuh. Sesampainya di tendanya, sang Putra Agung memberi tanda agar para pengawalnya keluar, hingga dirinya hanya berdua dengan Panglima pasukan Mirchad tersebut.

Hanya berdua dengan Putra Agung Surpara, Kyros merasa lebih resah daripada saat dirinya dikawal oleh dua prajurit. Sepasang mata menatapnya tajam dari balik topeng, membuatnya ragu bagaimana cara melaksanakan perintah Pangerannya. 

Untungnya, Artunis tidak menunggu Kyros memulai.

"Dari mana kamu tahu harus menemuiku di sini?" tanya sang Panglima dengan suara dingin.

Yang Kyros tidak ketahui, Panglima sengaja membuat suaranya terdengar lebih dingin dan berat dari biasanya. Sedapat mungkin, Artunis tidak ingin Kyros menyadari bahwa mereka pernah bertemu beberapa tahun silam, apalagi bahwa dirinya adalah Arya, yang sempat menyusup ke tengah-tengah pasukannya. 

"Menno Karan mengirim saya ke sini," jawab panglima bermata biru itu. Dia merogoh kantungnya dan mengeluarkan selembar kertas, lalu menyodorkannya ke arah Artunis.

Agung (Artunis #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang