11. Putra Agung Kedua

1.2K 215 27
                                    


Eurig tidak terkejut saat memergoki Bala di ruang makannya, santai menyantap makan malamnya. Bocah itu — karena menurut Eurig, orang seusia Bala masih tergolong bocah — duduk bersandar di kursinya, piring di tangan kiri dan garpu di tangan kanannya, menikmati salad yang seharusnya adalah makanan pembuka Eurig. 

Eurig mengangkat bahu dan duduk di hadapannya.

"Akhirnya kamu datang juga. Kupikir kalau bukan Menno yang mengirim surat, kamu tidak akan menghiraukannya."

Bala menelan makanannya sebelum menjawab, "Temanmu itu membuatku tidak bisa meninggalkan hutan selama berbulan-bulan. Kalau mau protes, protes saja padanya."

Eurig mengangkat alis.

"Hutan? Ada urusan apa Menno di hutan?"

"Lho kamu tidak tahu?" tanya Eurig balik, heran. "Tanya saja padanya langsung."

Eurig sesaat mengerutkan kening curiga. Tingkah temannya itu memang aneh setahun belakangan ini. Ah, Menno memang sudah aneh sejak dulu, makin aneh sejak Hilda bilang dia punya kekasih beberapa tahun lalu. Tapi setahun terakhir, tingkat keanehannya meningkat. Apa yang sedang dikerjakan orang itu?

"Aku dipanggil ke sini bukan untuk bergosip soal Menno 'kan?"

Eurig berdehem, tersadar dari lamunannya. 

"Tentu saja bukan Bala," jawabnya cepat, "bayaranmu terlalu mahal kalau hanya untuk bergosip."

Bala terkekeh. 

"Tapi mumpung kamu di sini, menikmati makan malamku tanpa permisi, aku sekalian tanya-tanya boleh 'kan?"

Bala mengangguk tanpa repot-repot menjawab, mulutnya masih mengunyah, kali ini sudah berpindah ke ayam panggang dan kentang rebus. 

"Aku mau mengirim beberapa hadiah untuk kekasihnya Menno. Apa kamu tahu apa yang dia suka?"

"Uhuk!" Bala nyaris tersedak. Pemuda malang itu menepuk-nepuk dadanya sambil batuk-batuk, membuat Eurig khawatir selama beberapa saat, sebelum dia tertawa terbahak-bahak, seolah Eurig sedang melucu. 

"Menno? Kekasih? Sejak kapan..," kata Bala di sela-sela tawanya. "Semua orang di Estahr tahu, Menno tidak pernah ke mana-mana, kecuali Vasa dan Estahr, atau perkemahan Pasukan Fajar. Temanmu itu mengikuti Putra Agung Artunis seperti anak bebek mengikuti induknya."

Bala menyambar gelas anggur dan menenggak isinya, lalu mengelap mulutnya, membuat Eurig meringis.

"Jangankan punya pacar, mungkin dia bahkan tidak punya kehidupan," lanjut anak itu sambil tertawa puas. 

Menarik, pikir Eurig. Tapi sebelum Eurig bisa berpikir lebih lanjut, Bala sudah bangkit dari kursinya dan berdiri di hadapan Eurig. 

"Ok, sudah cukup gosipnya. Apa tugasku sekarang?"

Eurig mengeluarkan secarik kertas dari sakunya.

"Ini," nada suaranya berubah serius, "adalah alamat Jesse Hart. Awasi rumah itu. Aku mencari seorang pria kira-kira setinggi dirimu, kemungkinan berjubah putih." Eurig melanjutkan dengan memberikan ciri-ciri Josse sedetil mungkin, walaupun apa yang dia ketahui tidak spesifik dan belum tentu banyak membantu. "Kalau ada orang dengan ciri-ciri seperti itu, awasi dan ikuti dia."

Bala menaikkan alis. 

"Hanya diikuti?"

Eurig mengangguk. 

"Sementara ini. Sampai aku mendapat kabar lagi dari Menno."

Bala mengangkat bahu santai. Cuma mengikuti orang. Hidupnya beberapa minggu ke depan mungkin lebih membosankan daripada mengawasi proyek Menno di perbatasan. 

Agung (Artunis #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang