7

391 59 5
                                    

Dua minggu telah berlalu semenjak Sooyoung menyatakan perasaannya pada saat pemadaman listrik. Namun tak ada yang berubah dari hubungan persaudaraan mereka. Chanyeol masih bersikap baik padanya seperti seorang kakak, dan Sooyoung masih menerima dengan baik perlakuan pria itu.

'Kau hanya merasa tersentuh karna aku memberimu kasih sayang seorang kakak yang selama ini tak bisa kau dapatkan. Dan kau salah paham berpikir bahwa itu adalah cinta.'

Begitulah ucapan Chanyeol berusaha memberi gadis itu pengertian dan saat itu Sooyoung berusaha meyakini bahwa ucapan kakak tirinya itu benar. Namun semakin hari, perasaan yang ia rasakan justru semakin besar. Ia semakin memiliki hasrat untuk selalu persama pria itu. Semakin tidak menyukai jika Chanyeol pergi berkencan dengan Wendy yang merupakan tunangannya.

Seperti saat ini misalnya, Sooyoung mengurung diri seharian di kamar. Merasa kesal karena Chanyeol tidak bisa menemaninya untuk pergi membeli buku yang ia inginkan, karena sudah terlanjur ada janji untuk menemani Wendy pergi ke dokter gigi.

Suara ketukan pintu yang sedari tadi terdengar tak ia gubris. Gadis itu mengunci pintu kamarnya dari dalam, tak ingin siapapun masuk dan mengganggunya. Bunyi ponsel yang sedari tadi berdering pun tak ia angkat.

"Bagaimana? Apa ia masih tak ingin berbicara denganmu?"

Terdengar suara Seo Joon yang kini turut menghampiri Ji Won yang sedari tadi berusaha mengajak Sooyoung berbicara.

"Tidak. Aku tak mengerti apa yang terjadi dengan anak ini. Tadi pagi ia masih baik-baik saja."

"Kita biarkan saja sebentar. Mungkin ia ada masalah yang tak bisa ia ceritakan dengan kita."

"Tapi kan.."

"Beri ia waktu untuk sendiri sayang."

Lanjut Seo Joon memotong kalimat Ji Won. Wanita paruh baya itu menatap Seo Joon memelas. Tampak jelas jika ia mengkhawatirkan putrinya. Pria paruh baya itu pun menarik pelan sang istri menjauhi kamar Sooyoung.

Sementara di dalam kamar, Sooyoung mulai mengubah posisinya menjadi duduk. Meraih ponsel dan melihatnya. Chanyeol sudah menghubunginya sebanyak sepuluh kali. Pasti ibu atau ayahnya yang menghubungi pria itu.

Sooyoung menghela nafas pelan sembari melemparkan ponselnya kearah ranjang. Ia melangkah menuju meja belajar. Membuka lembaran buku dan memilih mengerjakan soal-soal latihan. Berniat untuk melupakan perasaannya sejenak.

"Sooyoung, ini aku."

Saat gadis itu mulai sibuk dengan kegiatannya, suara bas khas milik Chanyeol kembali membuyarkan konsentrasinya. Ia menatap pintu kamarnya lekat. Terdengar ketukan pintu sekali lagi.

"Apa kau marah denganku?"

Sooyoung masih terdiam pada posisinya. Tak berniat untuk menjawab perkataan pria jangkung itu.

"Kau marah karena aku tak bisa menemanimu?"

"Maafkan aku.."

Ucap pria itu sekali lagi. Ia kembali mengetuk pintu pelan.

"Maukah kau membukakan pintu dan berbicara denganku?"

Sooyoung terdiam sejenak tampak berpikir. Beberapa saat setelahnya gadis itu pun memutuskan untuk membukakan pintu. Chanyeol masih setia berdiri di depan pintunya. Dengan raut wajah penyesalan dan mengusap tengkuknya.

"Boleh aku masuk?"

Tanya Chanyeol sementara Sooyoung tak menjawab. Ia hanya membuka lebar pintu kamar sebagai pertanda bahwa pria itu dipersilahkan untuk masuk. Chanyeol tersenyum tipis dan mulai melangkah masuk sementara gadis itu memilih untuk kembali duduk di kursi belajarnya.

Chanyeol terduduk di tepi ranjang. Memperhatikan Sooyoung yang tampak sibuk membaca buku dari balik punggungnya.

"Sooyoung.."

"Hm.."

Sahut Sooyoung masih fokus membaca sembari sesekali mencatat sesuatu di bukunya.

"Kau tidak mau menatapku?"

"Tidak."

"Apa kau akan terus mendiamiku seperti ini?"

Tidak ada jawaban dari gadis itu.

"Jika kau seperti ini terus, lebih baik aku kembali ke kamarku saja."

Gadis itu memutar badannya hingga kini menatap Chanyeol sebal. Sementara pria itu tersenyum penuh kemenangan kini.

"Kak Chanyeol bilang ada yang ingin kakak bicarakan. Karna itulah aku membukakan pintu."

"Ah ya. Aku melupakan tujuan utamaku."

Sahut Chanyeol menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sooyoung masih setia menatapnya. Menunggu pria itu mengatakan sesuatu.

"Aku minta maaf karena tadi tidak bisa menemanimu."

"Lalu?"

"Sebagai gantinya, bagaimana jika kita pergi ke lotte world akhir pekan ini?"

Mendengar gagasan Chanyeol membuat Sooyoung tak mampu menyembunyikan ekspresinya. Ia segera bangkit dari posisinya dan berjalan mendekati kakak tirinya itu.

"Kakak serius?"

"Tentu saja. Jika itu bisa membuatmu memaafkanku."

"Janji?"

Tanya Sooyoung menjulurkan telunjuknya. Chanyeol menatapnya sekilas dan tersenyum. Menautkan telunjuknya ke telunjuk gadis itu.

"Janji."

"Yess!!"

Seru Sooyoung yang kini tersenyum sumringah membuat Chanyeol merasa gemas. Ia pun bangkit dari duduknya hendak memeluk Sooyoung namun gadis itu menangkisnya.

"Jangan memelukku."

"Kenapa?"

Tanya Chanyeol dengan ekspresi bingungnya.

"Bahkan kakak kandung pun tak sering memeluk adiknya."

"Dari mana kau tau itu?"

"Yerim mengatakannya. Ia bilang kak Jong In jarang memeluknya."

"Aku kan berbeda dengan Jong In. Laki-laki itu memang sangat cuek dan tidak perhatian."

"Tetap saja kau tidak boleh melakukannya padaku kak."

"Kenapa?"

'Karena aku bisa benar-benar mencintaimu nantinya.'

Sahut wanita itu dalam hati.

~~~

Not Fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang