Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam waktu Korea. Chanyeol berjalan mondar mandir di depan kamarnya. Pria itu gelisah karena sedari tadi Sooyoung belum juga pulang. Menghubunginya pun percuma. Ponsel gadis 22 tahun itu tidak aktif sejak mereka berpisah tadi siang. Bahkan Chanyeol menghubungi kedua sahabatnya untuk memastikan keberadaan Sooyoung. Namun baik Yerim maupun Yena mengatakan jika seharian ini mereka tak bertemu dengan Sooyoung sama sekali.
Berkali-kali pria jangkung itu melirik kearah jam tangannya. Waktu semakin malam dan ia tak tau kemana lagi harus mencari keberadaan gadis itu. Sementara baik Ji Won maupun Seo Joon tidak sedang berada di rumah karena sejak kemarin mereka pergi ke Busan untuk menghadiri acara pernikahan Soo Hyun, saudara laki-laki Ji Won. Tentu Chanyeol tak bisa memberitahu mereka perihal Sooyoung yang tak bisa dihubungi. Ia tak mau kedua orang tuanya khawatir.
Pria itu menyesali semua tindakannya tadi siang. Seharusnya ia tak membentak gadis itu. Seharusnya ia bisa menjawab pertanyaan Sooyoung. Seharusnya ia bisa meyakinkannya jika memang hanya dirinyalah yang ia cintai. Karena sungguh, memang sudah tak ada rasa lagi yang tersisa untuk Wendy. Yang ada hanyalah rasa iba mungkin.
Chanyeol jatuh terduduk di depan pintu kamar. Menarik rambutnya frustasi dan kembali menghela nafas kasar untuk kesekian kalinya. Tanpa di sadari, ia tertidur begitu saja dengan posisi seperti itu.
-
Chanyeol mengerjapkan matanya begitu mendengar suara dua orang asisten rumah tangga yang sibuk membersihkan rumah. Tugas rutin mereka di pagi hari. Pria itu pun segera beranjak dari posisinya begitu melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Chanyeol membuka kasar pintu kamar Sooyoung. Namun tak ada siapapun di dalam. Bahkan kondisi kamar gadis itu masih sama seperti semalam. Seakan tidak ada tanda-tanda jika Sooyoung berada disana.
Dengan segera Chanyeol berjalan menuruni tangga. Menyusuri tiap sudut rumahnya untuk mencari keberadaan gadis itu. Namun hasilnya nihil. Sooyoung tak ada dimanapun.
Chanyeol kembali ke dalam kamar Sooyoung. Terduduk di tepi ranjang dan mengusap kasar wajahnya. Merasa putus asa dan tak tau kemana lagi ia harus mencari keberadaan gadis itu.
Selama seharian ia mengurung diri di dalam kamar Sooyoung. Mencoba berpikir tempat apa yang sekiranya akan gadis itu datangi.
"Aku selalu ke tempat ini setiap kali merasa tertekan."
Tiba-tiba Chanyeol teringat dengan perkataan Sooyoung ketika mereka berada di atap gedung tua di kaki gunung Inwangsan.
"Tidak. Jangan bilang.."
Chanyeol menggantung kalimatnya kemudian menggeleng pelan. Pria itu pun bangkit dan bergegas menuju kamar. Mengambil long coat dan juga kunci mobil kemudian bergegas menuju tempat mereka merayakan ulang tahun gadis itu.
Setelah berkendara selama kurang lebih sepuluh menit, kini Chanyeol telah tiba di pemukiman warga. Pria itu memarkirkan mobilnya dan berjalan kali menuju kaki gunung Inwangsa mengingat kondisi jalan yang tak memungkinkan untuk dilewati mobil.
Ia berlari terburu-buru. Masih jelas dalam ingatannya betapa senyum manis gadis itu menghiasi perjalanan mereka untuk menyaksikan matahari terbenam.
Dilain tempat, Sooyoung menengadahkan wajahnya menatap langis sore yang tampak begitu anggun. Gadis itu tersenyum tipis dengan tatapannya yang begitu sayu. Tampak jelas sisa-sisa air mata yang membasahi pipi tirusnya. Gadis itu berdiam diri selama 24 jam lebih di atap ini. Mengeluarkan keluh kesahnya selama ini. Mengadu pada setiap makhluk tuhan yang berada di sekitarnya. Menangis sejadi-jadinya tanpa khawatir orang tuanya akan mendengar tangisannya. Ia melangkah maju hingga kini berada di ujung pembatas.
"Sooyoung!"
Pekik Chanyeol yang kini berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Sooyoung berbalik dan menatap pria jangkung yang kini berusaha mengatur deru nafasnya.
"Kak.."
Gumam Sooyoung terdengar begitu sendu. Chanyeol melangkahkan kakinya mendekat sembari mengulurkan tangan.
"Kemarilah hm?"
Sooyoung tersenyum masam dan menggeleng pelan.
"Aku mohon kemarilah. Bicaralah denganku ya?"
"Apa yang akan kakak bicarakan?"
"Banyak hal yang bisa kita bicarakan. Maka dari itu kemarilah."
Bukannya membalas uluran tangan Chanyeol, gadis itu kembali menggelengkan kepala.
"Aku sudah lelah."
"Tidak. Janga bicara seperti itu."
"Kak Chanyeol juga sudah lelah kan?"
Tanya Sooyoung yang kini sudah tak mampu membendung air matanya. Chanyeol hanya dapat terdiam, memandang gadis itu dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Sooyoung tersenyum kecut kini.
"Lihat? Bahkan kakak juga sudah lelah denganku."
Ujar Sooyoung sembari menghapus air matanya. Ia menarik nafas panjang dan mengangguk mengerti kemudian berbalik dan melanjutkan langkahnya.
"Tidak! Sooyoung aku mohon jangan."
Pekik Chanyeol yang kini sudah berlari kearahnya. Memeluk erat tubuh gadis itu dan menangis kencang. Sama halnya dengan Sooyoung, ia menunduk dan kembali terisak. Chanyeol menggeleng pelan dan membalik tubuh Sooyoung lalu kembali memeluk gadis itu erat. Mengusap kepala bagian belakang berusaha memberi ketenangan.
"Maafkan aku. Maafkan aku. Ini semua salahku. Aku tak akan menyakitimu lagi. Aku tak akan melakukannya lagi. Maafkan aku."
Ujar Chanyeol terus mengutarakan permohonan maafnya pada gadis itu. Ia bersyukur karena ia tidak terlambat. Jika terlambat sedikit saja, maka dapat dipastikan jika ia akan melakukan hal yang sama dengan yang akan dilakukan Sooyoung. Sebesar itu peran sang gadis dalam hidupnya yang baru ia sadari saat ini.
~~~
Konflik pertama akan segera berakhir.
Dan akan ada konflik tahap baru setelah ini 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Fine [END]
Fanfiction{FANFICTION} Hadirmu adalah candu dalam setiap detik kehidupanku. Aku mencintaimu lebih dari sekedar kata-kata. Dan aku akan hancur jika kau tak lagi mencintaiku.