14

341 50 18
                                    

"Sooyoung. Sooyoung?"

Panggil Chanyeol dari luar kamar. Pria itu tak henti-hentinya mengetuk pintu kamar Sooyoung. Namun ia tak juga membukakan pintu. Ini sudah memasuki hari ketujuh semenjak orang tua mereka mengundang Wendy ke acara peringatan pernikahan. Dan gadis itu masih enggan untuk berbicara dengannya.

Sooyoung lebih memilih mengurung diri di kamar saat tidak ada kegiatan perkuliahan. Keluar hanya untuk makan bersama. Selebihnya ia akan kembali berada di kamar. Baik Seo Joon maupun Ji Won tak merasa curiga karena gadis itu masih tampak ceria saat dihadapan mereka. Sooyoung menyembunyikan perasaannya dengan sangat baik.

"Sooyoung, aku tau kau tidak tidur."

Panggil Chanyeol sekali lagi. Sementara di dalam kamar, gadis itu terduduk di lantai sembari menatap layar ponsel di genggamannya. Puluhan pesan Chanyeol kirimkan untuknya.

Milikku ♥

Sooyoung...  ||  03:03
Kumohon.

Bicaralah denganku.  || 08:17

Aku minta maaf.  || 12:05

Tolong jangan seperti ini.  || 17:40

Sooyoung, aku mencintaimu.  || 20:00
Sungguh.

Begitulah beberapa bunyi pesan yang terus pria itu kirimkan setiap harinya. Dan Sooyoung tak bergeming sedikitpun. Rasa sakitnya masih terlalu besar untuk dilupakan begitu saja. Gadis itu kembali meringkuk. Memeluk kedua lututnya dan menangis dalam diam. Ini sudah pukul lima pagi dan pria itu masih tak bergerak dari tempatnya sejak semalam.

Ketukan pintu masih samar-samar terdengar. Membuat Sooyoung tidak bisa menahan egonya lebih lama lagi. Belas kasih untuk pria itu masih besar baginya. Ia pun bangkit dan berjalan membuka pintu kamar.

"Sooyoung.."

Ucap Chanyeol dan menarik Sooyoung ke dalam pelukan eratnya. Sementara gadis itu hanya terdiam pada posisinya. Tak berniat untuk membalas pelukan Chanyeol ataupun meronta untuk melepaskan diri. Ia sudah terlalu lelah untuk melakukannya.

Chanyeol perlahan melepas pelukannya dan menatap Sooyoung lekat. Menangkup kedua sisi pipi gadis itu dan memaksa Sooyoung untuk menatap kearahnya.

"Sooyoung, aku.."

Belum selesai Chanyeol melanjutkan kalimatnya, gadis itu melepaskan genggaman Chanyeol dan berbalik membelakangi pria itu.

"Sampai kapan kau akan meminta maaf kak? Aku sudah lelah mendengarnya."

Ucap Sooyoung dengan nada tegasnya. Pria itu melangkah mendekat dan menggenggam sebelah tangan Sooyoung. Hanya terdiam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Lagi. Pria itu seakan menjadi bisu setiap mereka bertengkar. Sooyoung berbalik dan menatap tajam kearahnya.

"Kak! Kau tak bisa memiliki keduanya. Kau harus melepaskan salah satu dari kami."

"Kau sudah tau siapa yang akan kulepaskan."

Sahut Chanyeol pelan. Sooyoung memutar bola matanya jengah dan ia kembali memandang dingin pada pria dihadapannya.

"Ya aku tau. Kau sudah mengatakannya. Tapi kakak belum juga melepaskannya. Apa yang sebenarnya kakak tunggu?"

"Sooyoung.."

"Kak Wendy bisa hidup dengan baik tanpa kakak. Mungkin ia bahkan dapat hidup lebih bahagia tanpa kakak. Tapi aku tidak."

Ujar Sooyoung yang nadanya mulai melemah diakhir kalimat. Sepasang mata gadis itu kembali berair. Ia mendekat dan menggenggam lembut tangan Chanyeol.

"Aku tidak bisa hidup dengan baik tanpa kakak."

Chanyeol kembali menatap Sooyoung dengan tatapan sendunya. Sungguh ia tak mampu melihat gadis itu yang terus menerus menangis karenanya. Tapi ia sendiri juga bingung. Mengapa mengakhiri kisahnya dengan Wendy terasa sangat sulit baginya. Padahal jelas-jelas ia menyadari jika tak ada lagi rasa yang tersisa untuk wanita itu.

Suara dering ponsel menginterupsi percakapan mereka. Chanyeol meraih ponselnya dari dalam saku dan raut wajah pria itu kembali menegang. Sooyoung tau siapa yang sedang menghubungi pria itu sepagi ini. Sooyoung menghempaskan genggaman tangannya.

"Angkat."

Ujar Sooyoung dengan raut wajah dan nada dinginnya. Chanyeol menggeleng pelan dan hendak memasukkan ponselnya kembali namun Sooyoung menahan tangannya.

"Kau tak mau mengangkatnya? Kalau begitu biar aku saja."

Ucap Sooyoung dan segera menjawab panggilan dari Wendy membuat Chanyeol membelalakkan matanya. Dilihatnya gadis itu menarik senyumnya kini.

"Halo kak."

"Sooyoung? Mengapa kau yang menjawab panggilan? Dimana Chanyeol?"

"Ah maaf kak. Kak Chanyeol sedang pergi sebentar. Ponselnya tertinggal di dapur."

Sahut Sooyoung berbohong membuat Chanyeol menghela nafas lega.

"Ah begitu. Kalau begitu sampaikan ke Chanyeol untuk menemuiku nanti jam tiga sore di tempat biasa."

"Baik kak. Aku akan menyampaikannya."

"Terima kasih Sooyoung."

Sahut Wendy lembut dan memutus sambungan telfon. Sooyoung kembali menyerahkan ponsel pada pemiliknya.

"Kakak bahkan tidak berniat untuk segera mengakhirinya bukan?"

"Sooyoung, apa yang kau lakukan barusan?"

"Bagaimana jika aku yang mengakhirinya untuk kakak?"

Gadis itu mendekat dan mengusap dada Chanyeol pelan.

"Bagaimana jika aku yang memberitahu kak Wendy bahwa kakak ingin mengakhiri pertunangan kalian?"

Bisik Sooyoung di telinga pria itu membuat raut wajah Chanyeol kembali menegang. Menyadari perubahan raut wajah pria itu membuat Sooyoung tersenyum menampilkan smirk-nya.

"Aku lelah dan aku ingin tidur. Kembalilah ke kamar kakak."

Ucap Sooyoung kembali dengan nada dinginnya. Chanyeol menatap gadis dihadapannya dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Ia pun memilih menuruti perkataan Sooyoung. Chanyeol berbalik dan hendak melanjutkan langkahnya namun Sooyoung kembali memanggilnya.

"Tidak mungkin ada dua pemilik di dalam satu hati kak. Salah satu diantara mereka harus ada yang angkat kaki."

Ujar Sooyoung sebelum Chanyeol kembali melanjutkan langkahnya.

~~~

Not Fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang