Bukan Bidadari Biasa

267 16 6
                                    

Dua puluh menit itu bukanlah waktu yang sedikit, Alano merasa sial sekali. Berkali-kali ia perhatikan androidnya, berkali-kali pula diperhatikan arlojinya, namun Natalie belum tiba juga. Tak biasanya wanita itu datang terlambat, nyaris membuat Alano berdecak kesal.

"Maaf sayang, aku telat." Suara Natalie terdengar ngos-ngosan dan mengeluarkan keringat di jidatnya. Hal ini membuat Natalie terlihat sexy di mata Alano, sontak ia mengecup kening Natalie sepertinya rasa kesal yang dipendamnya terobati setelah melihat kekasihnya di depan mata.

"Kan sudah aku tawari untuk menjemputmu, Sayang. Kau menolaknya." Suara Alano memancar lembut, tidak terdengar kesal sama sekali. Ia mulai membelai rambut kekasihnya itu dan mengambilkan tisue lalu meminta Natalie untuk mengelap keringat yang sudah membulir di jidatnya.

"Aku harus bimbingan, Sayang. Padahal tadi dosenku berjanji akan datang pukul 14.00 WIB, namun beliau tak kunjung tiba. Aku terpaksa menunggu." Kekecewaan yang begitu membatin, Natalie terlihat sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya tidak seceria biasanya, mulutnya pun tak banyak berbicara, tak lagi cerewet.

Alano, mulai menghibur kekasihnya. Ia mulai mengabaikan ratusan pengunjung di Cafe itu. Berkali-kali ia kecup kening Natalie, pun ia elus rambut Natalie, hampir saja Alano ingin mengacak-acak rambut Natalie dengan manja. Tidak ada pengunjung yang protes, Alano terus melanjutkan aksinya. Ia mencium tangan kekasihnya itu dan mengisyaratkan bahwa ia meminta kekasihnya jangan bersedih lagi, ia ingin Natalie seceria biasanya.

"Stop baby, jangan bersedih lagi. Kamu bisa melewati ini semua kok. Aku yakin sebentar lagi skripsi kamu selesai. Adakah yang bisa aku bantu, Sayang?" Alano melebarkan senyumnya, memandang Natalie penuh dalam, tampak gadis itu mulai melekukan bibirnya, ia terlihat begitu manis dan cantik. Alano pun terkelepek-klepek dibuatnya.

Sejatinya Natalie berpikir, tidak ada yang bisa kamu bantu Alano. Skripsiku ini tidaklah rumit, namun dosenku saja memperumitnya. Ia membatin. Betapa kesalnya ia kepada pembimbingnya itu, beraninya ia membatalkan janji, padahal sudah berhari-hari ia merevisi skripsinya itu. Sungguh sial sekali, dasar dosen sesuka hatinya saja. Ini bukan yang pertama kalinya ia diPHP-in dosen, tapi sudah yang kesekian kalinya.
"Uhh, benciiiiii, keselll!!!" umpat Natalie dalam hati.

Natalie kembali melunakkan senyumannya, lesung pipinya terlihat begitu menggoda, bibirnya merah jambu, matanya coklat, hidung mancung, kulit putih, bahkan rambut lurus Natalie memantapkan pandangan yang sempurna oleh Alano.

"Mas, Mas, hello Mas....." Pelayan itu tidak habis pikir, mengapa ada manusia sebudeg Alano.

"Oh, Ya Mas." Alano membalas kaget, tiba-tiba sudah ada pelayan di mejanya.

"Ini pesanannya, Mas. Silakan dinikmati!"

Lagi-lagi Natalie menyimpulkan senyumnya, ia membalikkan wajah dari pandangan Alano dan bersiap mencicipi hidangan kesukaannya, cireng salju saus caramel, juice alpokado, Indonesia sekali. Sementara Alano memesan jus orange dan Pitzaa. Cafe ini menyediakan makanan random, makanan lokal maupun asing.

♡♡
POV Kahfi

"Tuhan, ia terlihat begitu sempurna di mataku. Jika ia jodohku, maka izinkanlah aku mengetahuinya lebih dalam dan kepada-Mu aku berserah." Pengharapannya yang begitu dalam.

Kahfi terus scrool ponsel miliknya, matanya tak henti berkedip, satu per satu ia perhatikan sosok yang sedang di hadapannya, semua postingan gadis itu menyentuh jiwa, melunakkan hati Kahfi, membuat jantung Kahfi semakin berdebar. Ia wanita anggun, berprestasi, dan sholeha, kekaguman Kahfi membatin. Ia begitu terharu melihat ukiran prestasi gadis yang terbingkai dengan puluhan piala, medali, dan piagam penghargaan di layar instagramnya. Bahkan, captionnya tertulis sempurna di mata Kahfi, sangat memotivasi bagi siapa saja yang membacanya.

The Perfect Mate♡ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang