Dua Puluh Dua

34 8 0
                                    

Jangan lupa vote dengan cara klik tanda bintang pada bagian bawah ya❤

Wafi sedang asyik memainkan worms zone menggunakan ponsel Ibunya, berkali-kali ia berhasil membunuh cacing besar. "Hore, sekarang Wafi berada di posisi satu, Bu." Teriaknya.

"Jangan terus-terusan main game, Nak. Nanti matanya rusak." Zuri memperingati Wafi yang tak jauh darinya.

"Bu, jadi tanggal pastinya kapan?" Tanya Ibnu kepada istrinya.

"Mas, lebih cepat lebih baik kan, Mas? Gimana kalau minggu depan."

"Tidak apa-apa sih, Bu. Risih juga kalau tidak dipercepat," Obrolan suami istri itu terhenti ketika Kahfi menghenyakkan tubuhnya di sofa.

"Kahfi, Ibu sudah menentukan hari pernikahan kamu." Kahfi yang baru saja menghenyakkan tubuhnya terperanjat bukan main. "Apa, Bu? Bahkan Kahfi belum mengiyakan permintaan Ayah dan Ibu untuk menikahi Alexandra."

"Pokoknya Ayah tidak mau tahu, Senin depan kalian menikah!" Ibnu meninggikan suara, "Ibu akan mempersiapkan semuanya," Sambung Zuri sambil mengelus punggung Kahfi.

Alexandra tampak menuju tempat perdebatan kecil itu. Ia membawa beberapa gelas jus mangga dan bungkusan cemilan.

"Silakan diminum!" Ucap Alexandra.

Kini Alexandra menjadi pusat perhatian. Kahfi meliriknya dengan mimik kekesalan. Sementara, Ibnu dan Zuri menebar senyum kepada calon mantunya itu.

"Wah, terima kasih ya, Nak." Ucap Zuri yang sekonyong-konyong memuji Alexandra di hadapan suami dan anak-anaknya itu.

"Bu, tolong katakan kepada Alexandra bahwa Senin tanggal jadinya." Ibnu tersenyum lalu menoleh kepada Kahfi. Sementara Kahfi menggusar wajahnya dengan kedua belah tangan.

"Alexandra, Senin depan. Senin depan hari pernikahan kalian." Suara Zuri khas dengan dialek Jawanya.

Alexandra hanya mengangguk, sementara Kahfi tampak belum siap.

"Alexandra," Suara Kahfi meninggi.

Zuri dan Ibnu terperanjat mendengar suara Kahfi, tak biasanya ia seperti itu. "Apakah Kahfi sedang marah?" Bisik sepasang suami istri itu.

Wafi yang sedang bermain Worms Zone mendadak berhenti, kemudian memeluk Ibunya. "Wafi takut, Bu. Kakak kenapa?"

Zuri dan Ibnu merangkul Wafi, kemudian mengelus-elus rambut Wafi. "Udah, ngak apa kok Nak. Kakak ngak kenapa-napa."

"Alexandra, jawab!" Ucap Kahfi yang sudah memasang badan.

Alexandra mengadahkan kepalanya, matanya berkaca-kaca ketakutan, lalu ia pandang Kahfi mendatar. "Iya, Mas."

"Okey, cukup. Saya akan nikahi gadis ini, Ayah, Ibu. Seperti yang Ayah dan Ibu inginkan"

Kahfi meninggalkan obrolan dengan wajah yang sedikit memalas. Padahal sebenarnya ia sudah membuat pilihan semalam-malamnya hari, namun ia enggan untuk mengatakannya. "Aku siap menerimanya," Lirih Kahfi, namun penerimaan itu dibuntuti dengan beberapa syarat yang akan ia ajukan setelah sah menjadi suami istri nanti.

Sejujurnya Alexandra tidak enak hati, ia merasa tidak pantas sama sekali. Kahfi terlalu sempurna untuk dirinya yang hina itu. "Aku memang tidak pantas untuk Mas Kahfi," Berkali-kali kata itu terucap dari mulut Alexandra.

****

Bersambung....

Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca🙏

Tulisan ini sewaktu-waktu akan direvisi. Harap membaca ulang, begitu pun yang teruntuk yang baru membaca, silakan baca dari bab pertama ya. 😇

The Perfect Mate♡ [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang