PROLOGUE

7.3K 350 11
                                    

 Halo! Aku Vi!

Ini adalah cerita roman aksi keduaku. Semoga suka ya.

Leave your vote and comments if you like this part :3

Happy Reading!

*

*

*

Playlist : Not Your Baby Girl---Ava Max

_________________________________________________


Winter. Manhattan, New York City. 08.00 AM.

Andy Goldsworthy mengatakan, salju memprovokasi tanggapan yang menjangkau kembali ke masa kanak-kanak. Ketika ingatan kembali ke masa lampau, sebagian orang dewasa hanya mampu tersenyum mengenang dan berlarut-larut dalam imajinasi. Sedangkan sebagian orang lainnya menganggap mengenang sesuatu yang sudah terlewat sama dengan membuang-buang waktu, sebab anggapan mereka tentang hidup pasti tidak jauh seperti kristal es; seputih dan seindah apa pun bentuknya, tetap akan jatuh dan terinjak.

Alessa pun merasa hatinya tidak jauh berbeda bagaikan pergantian musim; setelah gugur ia merasa semi, kemudian mendingin sebelum kembali menjadi panas. Pada musim dingin seperti ini, yang dibutuhkannya adalah kehangatan. Bukan untuk melingkupi kebekuan hati, melainkan menjaganya agar tetap hangat di tengah gelapan.

"Lentera Alessa sudah padam bertahun-tahun lalu, Grandpa. Yang Alessa butuhkan ialah matahari, bukan pijar yang bisa mati tertiup angin."

Pagi ini ia bertukar kabar dengan kakeknya yang berada di Rusia. Beberapa bulan berlalu, setelah pernikahan Anna dan Dexter digelar, Alessa memutuskan melanjutkan pendidikan di Amerika. Dengan membawa harapan baru, ia berusaha melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang masa lalu.

Abraham di seberang telepon terdengar menghela napas. "Hidupmu memang milikmu, Alessa. Grandpa hanya berharap kau tidak sedang berlari dari kenyataan. Walau sebenarnya, apa yang kau takutkan, tidak semestinya kau hindari."

"Ketakutan sudah menjadi bagian dari hidup Alessa, Grandpa. Alessa hanya butuh suasana baru, bukan berniat menghindar." Mug berisi cokelat panas masih mengepulkan asap, ia menempelkan telapak tangan di sana, mencari kehangatan. "Jangan khawatir, Grandpa, cepat atau lambat Alessa pasti berani bertemu masa lalu."

"Ya sudah. Apa pun keputusanmu, Grandpa akan mendukung. Tapi ingat baik-baik, tetap jaga dirimu sebaik mungkin di sana. Jangan terlalu lelah mengurus kafe."

"Iya, Grandpa."

Mereka berbincang singkat sebelum sambungan terputus. Ia beranjak membawa mug kosong menuju wastafel. Usai mencuci bekasnya dan meletakkan di atas rak, Alessa mengenakan boots mustard dan memakai coat berwarna senada. Kemudian mematikan penghangat ruangan dan berjalan keluar.

Hari ini New York berada di suhu empat derajat celsius. Alessa merapatkan penutup kepala dan masukkan tangan yang terbalut sarung tangan tebal ke dalam saku coat. Ia harus mempercepat langkah agar segera sampai di kafe---hadiah dari Abraham sebelum ia berangkat ke Amerika yang kini ia urus di sela kesibukkannya menempuh pendidikan magister---jika tidak ingin terserang flu.

CHASING Over the LIMITS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang