Leave your vote and comments if you like this part :3
Happy reading!
*
*
*
Playlist : You made a monster -- Nick Kingsley ft. Hannah Hart
****
Alexander's penthouse. Manhattan, New York City. 07.00 AM.
Alex menyimpulkan dasi seraya mematut dirinya di depan cermin. Jika kemarin-kemarin ada Alessa yang bisa ia paksa membantu, kini ia harus melakukannya sendiri. Memikirkan wanita itu tak mau menemuinya sejak pertengkaran mereka, ia mendesah panjang. Kemarin, Alex bahkan harus berangkat ibadah seorang diri. Dan hari ini, ia merasa semakin menyesal saat membuka mata tak menjumpai Alessa di atas ranjang. Suasana penthouse-nya semakin hening, terlebih Louis dibawa Williams dua hari yang lalu ke mansion---dengan iming-iming mainan dan makanan manis, anak itu mudah saja menerima ajakan sang kakek.
Usai memastikan kain bercorak garis-garis miring biru dan putih itu terpasang sempurna di kerah kemeja putihnya, Alex mengambil tas kerja, memasukkan dompet ke saku celana beserta ponsel, dan melangkah keluar kamar. Sebelum turun ke dapur, pria itu menyempatkan diri mengahampiri kamar tamu yang bersisihan dengan kamar Louis.
Diketuknya daun pintu bercat abu-abu---senada dengan tembok---beberapa kali. Namun, tak ada sahutan sedikit pun dari dalam. Membuat Alex lagi-lagi menghela napas kecewa.
"Aku tidak tahu apakah kau masih di dalam atau tidak. Tapi, kuharap kita bisa bicara saat aku pulang nanti. Aku janji, akan berkata jujur. Maafkan aku, Alessa," gumamnya yang dibalas kebisuan.
Dengan langkah lesu pria itu meninggalkan kamar tersebut dan langsung menuju lift, turun ke basement, tak lagi melakukan rutinitas paginya seperti biasa; minum kopi. Rasanya percuma. Melakukan aktivitas primer lainnya saja ia seperti tak ada gairah hidup melakukannya, apalagi sekadar menikmati secangkir kopi.
Selesai meletakkan tas kerja di kursi penumpang dan menyalakan mesin, Alex mulai melajukan kendaraan roda empatnya membelah keramaian jalan kota Manhattan. Pagi ini ia berkendara cenderung lambat. Pikiran serta perasaannya sedang rumit, dan ia tak mau mengambil risiko.
Di sisi lain, Alessa telah bersiap dalam balutan dress santai model sabrina berwarna cokelat mudanya. Manis. Sangat cocok di kulitnya yang putih. Wanita itu baru keluar kamar setelah memandang mobil Alex pergi melalui dinding kaca. Katakanlah Alessa terlalu kekanakan untuk hal yang terbilang masih bisa ditoleransi. Namun, seperti yang ia ucapkan kemarin, ia ingin menjunjung tinggi kejujuran dalam komitmen mereka. Alessa takut, jika Alex dibiarkan dan dimaafkan semudah itu, ke depannya akan terus-menerus menjadikan kebohongan sebagai tameng kesalahan.
Jadi, biarkan ia egois sebentar saja.
Sampai di pinggir jalan, Alessa menghentikan taksi dan menyebutkan lokasi yang hendak dituju; kafe. Rencananya---hitung-hitung untuk menyegarkan otak---ia akan mengunjungi kafenya sebentar---mengecek keadaan di sana, sebelum pergi konsultasi ke rumah Ny. Abigail. Menurut psikolog pribadi yang dikhususkan Abraham kirim ke Amerika itu, hari ini merupakan konsultasi terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHASING Over the LIMITS [COMPLETED]
Romansa#2 The Eagle Five Series | Bisa dibaca terpisah _____________________________________ Alexander adalah pria menawan dengan sejuta pesona dan senyuman. Kehadiran Alessa membuat hidupnya terasa sempurna, meski masih ada sedikit perasaan kosong di hati...