The Lady in Red

521 66 50
                                    

Sehun dan Arin tengah sibuk bercengkrama di pondok kecil di samping rumah. Kayu di pembakaran sudah berubah menjadi arang dan api semakin redup. Mereka hendak kembali ke kamar mereka ketika Arin tak sengaja melihat ke arah beranda kamar kakak iparnya.

" apa yang dilakukan eonni. Ada banyak asap keluar dari kamarnya" ucap Arin pada Sehun yang berada di belakangnya.

Sehun melihat ke arah kamar kakaknya; ia pikir ada hal yang tidak beres dengan kakaknya. Dalam hitungan detik Sehun berlari ke kamar Irene dan menyuruh Arin memanggil penjaga rumah. Sehun berlari ke kamar Irene dan mencoba membuka kamar Irene secara paksa, cukup memakan waktu untuk mendobrak pintu itu.

Kondisi Irene benar-benar mengenaskan, perempuan itu tertidur di ujung tempat tidur sementara selimut yang berada beberapa jengkal darinya sudah terbakar. Sehun menggendong kakaknya; membawa perempuan menyedihkan itu ke kamarnya diikuti oleh ibu dan istrinya. Meninggalkan para penjaga yang tengah berusaha memadamkan api.

Sehun membaringkan kakaknya di atas ranjang, tatapan iba tertuju pada perempuan yang terbaring itu.

" ibu tidak perlu khawatir, kakak hanya mabuk. Dia juga tidak terkena api sama sekali" ucap Sehun mencoba menenangkan ibunya.

" ibu akan tidur di sini, kalian bisa tidur di kamar ibu" ucap Nyonya Bae pada Sehun dan Arin.

Sehun dan Arin meninggalkan ibu dan kakaknya.

Entah apa yang melintas dalam pikiran Nyonya Bae. Perempuan baya itu menyeka anak rambut yang menutupi wajah Irene. Ia mengusap kepala putri tunggalnya itu, ia memeluk putrinya hingga ia tertidur.

.

.

.

Irene terbangun dari tidurnya, kepalanya pusing seperti dihantam batu puluhan kilo. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa kamarnya berubah menjadi seperti ini. Ia tidak pernah meletakan bunga di atas nakasnya dan ia mendapati bunga mawar merah berada dalam vas. Matanya menelusuri dinding dan ia mendapati sebuah foto berukuran cukup besar tergantung rapi di dinding dekat pintu. Untuk beberapa detik, ia tidak bisa berpikir hingga ia sadar jika kini ia tidak berada di kamarnya sendiri, tapi berada di kamar adik laki-lakinya.

Irene bangkit dari tempat tidur dan berlari ke kamarnya sendiri. Ketika ia membuka pintu, ia ingat kekacauan apa yang ia buat. Irene turun ke lantai pertama, ia berjalan menuju meja makan. Semua orang bungkam; mereka menyuruh Irene untuk segera sarapan. Tak ada yang menanyainya tentang kamar terbakar atau apa pun yang dilakukan Irene tadi malam.

" kau mau menemani ibu pergi belanja?" tanya Nyonya Bae pada Irene.

" Aku harus pergi ke kantor, ibu bisa pergi dengan Arin" balas Irene.

" kau masih ingin pergi bekerja? Kau bekerja lebih keras dibanding karyawanmu"

" tidak ada pilihan lain. aku harus segera menyelesaikannya" ucap Irene

.

.

.

.

Irene masih berkutat dengan beberapa dokumen, ia bekerja keras untuk terakhir kalinya sebelum mengajukan surat pengunduran diri. Semalam ia berpikir jika ia harus berhenti dari Baesang dan kembali menjalani hidupnya yang tenang seperti dulu. Sekarang janjinya sudah terpenuhi dan ini saatnya bagi dirinya untuk kembali.

Irene meletakan dokumen yang baru saja ia tanda tangani, perempuan itu bangkit dari tempat duduknya. Ia hendak membuka kenop pintu, namun sekertaris Kim yang terlihat gusar dan terburu-buru membuka pintu dari luar. Ekspresi panik menghiasi wajah tampan pemuda itu.

Gangnam Avenue 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang