Berkabung

414 69 11
                                    

Irene masih terduduk kaku di depan ruang operasi, sementara yang lain duduk di sampingnya saling menenangkan. Untuk saat seperti ini, tak satu pun pikiran positif hinggap di otaknya. Hanya kemungkinan terburuk yang ia pikirkan dan itu yang justru membuatnya cemas. Perempuan itu menggengam tangannya sendiri, ia terlihat kuat walau sebenarnya ia sangat khawatir dengan keadaan kakeknya.

Penembakan itu sama sekali tak terduga. Irene tahu sudah lama ia ditargetkan tapi tak pernah terpikirkan jika ia akan dieksekusi secara langsung oleh bibinya dan di depan keluarganya sendiri.

Sebuah kabar duka menyambarnya, berita duka yang dalam beberapa detik berhasil menghilangkan kewarasannya. Bisa dikatakan Irene lebih dekat dengan kakeknya dibanding dengan ayah atau ibunya, dan ditambah lagi hidup kakeknya berakhir karena menyelamatkannya dari peluru yang ditembakkan bibi Jung. Setidaknya Irene pikir, jika ia yang terkena peluru itu, ia yakin ia masih bisa hidup karena ia masih muda dan masih sehat berbeda dengan kakeknya yang sudah berumur dan memiliki beberapa masalah kesehatan.

Irene beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar. Sehun cukup tahu apa yang ada dipikiran Irene, karena dengan cepat ia menarik kakaknya.

" Noona, ini bukan saat yang tepat. Apa noona ingin meninggalkan kakek hanya untuk mengejar bibi Jung? Kakek lebih membutuhkan pemakaman yang layak, kakek butuh kedamaian"

" apa menurutmu dengan membiarkan wanita itu pergi setelah membunuh ayahnya sendiri akan membuat kakek pergi dengan damai? Wanita itu perlu diberi pelajaran" balas Irene menatap tajam mata Sehun.

" tidak sekarang dan tidak dengan membunuhnya, aku tahu kakak menyimpan revolver di mobil"

Perdebatan antara kakak dan adik itu agaknya menarik perhatian nenek mereka hingga membuat beliau bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri keduanya.

" Sehun-ah, katakan pada mereka untuk menyiapkan kakekmu, kita kembali ke Seoul malam ini. Kabari juga ibu dan bibimu" ucap nenek Bae.

" Joohyun-ah, ayo keluar sebentar" ucap nenek Bae seraya mengengam tangan Irene dan membawa cucu tertuanya itu keluar gedung.

Dua generasi keluarga Bae itu duduk di bangku yang ada di halaman gedung.

" Joohyun-ah?"

" ne"

" tidak perlu menghukum bibimu karena kematian kakekmu. Kematian seseorang sudah diatur oleh Tuhan. Lagi pula kita semua adalah keluarga. Hal ini cukup untuk menjadi pembelajaran bagi kita. Kau pun jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kakekmu melakukannya atas kemauannya sendiri"

" sekarang kita harus mengurus kakekmu untuk terakhir kalinya, biarkan yang lainnya dan fokuslah pada upacara pemakaman. Penyebab kematian kakekmu akan kita rahasiakan termasuk dari keluarga kita sendiri. Kau tahu sendiri, ada beberapa hal yang perlu dirahasiakan untuk menjaga kedamaian"

Irene memejamkan matanya lalu menghembuskan nafas kasar. Neneknya berbicara seolah beliau tak terganggu sama sekali dengan fakta jika suaminya meninggal di tangan putri keduanya, beliau sangat tenang. Irene tahu jika hal itu berbeda dengan kondisi jiwa neneknya. Jelas, beliau pasti terguncang. Irene membuka matanya lalu memeluk neneknya.

.

.

Berita duka di penghujung musim gugur itu seperti petir di hari yang cerah, mengejutkan. Awalnya semua menyangsikan berita itu tapi setelah keesokan harinya pihak Baesang merilis pernyataan resmi semua terkejut bukan main.

Juma't pagi di Seoul agaknya menjadi Juma't kelam bagi keluarga besar Bae. Putra dan putri, menantu, cucu hingga rekan bisnis hadir di tempat pesemayaman. Bunga krisan dan lili putih berjejer rapi. Para pelayat juga tengah duduk berbincang setelah memberikan penghormatan terakhir pada almarhum, terdengar samar mereka saling menanyakan penyebab kematian Ketua Bae dan alasan mengapa hanya dua putri Jang Mi So dan menantu keduanya yang datang, mengapa Jang Mi So dan suaminya tidak hadir di sana.

Gangnam Avenue 9Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang